Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, kira-kira sebesar 17% dari berat tubuh manusia. Ketebalan kulit berkisar antara 3-5mm. Fungsi utama dari kulit adalah untuk melindungi struktur dibawahnya dari trauma, perbedaan suhu, masuknya benda-benda yang berbahaya ke dalam kulit, kelembaban, radiasi, dan invasi mikroorganisme.
Lapisan kulit ada tiga, yaitu epidermis yang mempunyai fungsi utama sebagai barrier tubuh, dermis yang mempunyai fungsi utama untuk menjaga tubuh dari luka mekanis dan mendukung dermal appendage dan epidermis, dan jaringan subkutan yang mempunyai fungsi utama mendukung dermis dan epidermis, dan sebagai tempat penimbunan lemak.
Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit yang kronik, kambuhan, gatal dan radang yang juga dikenal dengan nama atopic eczema. Dermatitis atopik sering disebut eksim ringan. Umumnya DA menyebar pada permukaan bagian utama tubuh. Wajah, kulit kepala dan leher. Dermatitis atopik sering disertai xerosis atau kekeringan, terbakar, dan daerah yang tidak radang meluas ke seluruh tubuh. Dermatitis tidak hanya menyebabkan gatal, namun perlindungan lapisan kulit menjadi tidak normal. Mudah teririasi karena alergi.
Penyebab DA adalah komplikasi genetik, lingkungan, dan mekanisme imunologi yang secara lengkap tidak dapat diketahui. Komponen turunan tertentu dari etiologi DA sangat kuat. Enam puluh persen anak-anak dengan salah satu orangtua yang menderita DA juga mengalami DA. Delapan puluh persen anak-anak dengan kedua orangtua mengalami DA juga akan mengalami DA. Jika ayah terkena DA dan asma, merupakan resiko yang sangat kuat dibandingkan dengan sejarah ibu. Hampir semua pasien dengan DA ditemukan mengalami peningkatan eosinofil dan IgE yang umumnya ditemukan pada pasien dengan rhinitis alergi atau asma, dan 80% anak-anak dengan DA secepatnya akan mengalami perkembangan dari salah satu penyakit imunologi atau alergi. Anak-anak dengan DA lebih sering mengalami asma kambuhan daripada anak-anak asma tanpa DA. Karakteristik dari penyakit DA yaitu peningkatan pengurangan air pada transepidermal dan penurunan fungsi barrier lapisan kulit bagian bawah.
Gatal yang terus menerus dan reaktivitas kulit adalah tanda dari penyakit DA. Luka ruam yang akut mengalami gatal yang intens. Luka gatal ini jika digaruk akan mengeluarkan eksudat. Luka subakut lebih tebal, lebih pucat, bersisik dan kemerahan. Luka kronik memiliki karakteristik penebalan, noda-noda tonjolan, dan tonjolan jaringan fibrosa.
Gejala-gejala dapat menjadi indikasi adanya AD. Peningkat IgE dan eosinofilia ditemukan pada hampir semua pasien dengan DA. Dalam hal ini tidak dapat dilakukan tes laboratorium tunggal. Untuk mendiagnosis DA, karena beberapa pasien tidak menunjukkan adanya abnormalitas. Tes skin prick atau tes enzyme-linked immunosorbent assay dapat digunakan untuk mengidentifikasi DA. Bias dilakukan tes alergi tapi tidak cukup spesifik atau sensitif untuk mendiagnosis DA.
Pemicu imunologi dapat berpengaruh pada perkembangan DA, yaitu allergen makanan dan aeroallergen. Macam-macam allergen menyebabkan 85% pasien DA hasil tes serum IgE antibodinya positif. Dermatitis atopik juga biasa disebabkan karena aeroallergen (sampah, pollen, dll). Tes alergi hewan peliharaan juga dapat dilakukan. Alergi makanan juga dapat menjadi faktor DA. Telur, susu, kacang dan gandum tercatat hampir 90% menjadi allergen makanan pada anak dengan DA. Walaupun allergen makanan sudah dihindari namun kondisi akan tetap sampai 1-3 tahun kemudian.
Air susu ibu merupakan hipolergenik terbesar sebagai nutrisi bayi, kecuali jika ibu menyusui berdiet khusus selama menyusui. Situasi stres karena pasien frustasi akibat gatal sering terjadi. Namun stres sendiri tidak menyebabkan DA. Mengetahui irritan juga diperlukan, contohnya sabun, detergen, baju, rokok, temperatur, kelemababan dapat menjadi faktor walau sinar UV menguntungkan untuk beberapa pasien, tapi sunscreen tetap diperlukan untuk menghindari sunburn atau terbakar sinar matahari. Namun bahan kimia sunscreen seringkali dapat menyebabkan dermatitis.
Saat ini DA tidak dapat disembuhkan. Kondisi ini membutuhkan rencana manajemen termasuk mengidentifikasi dan menghindari pemicu luar, memelihara kulit dan menggunakan beberapa pilihan terapetik untuk mengurangi gejala. Tetapi harus secara individual dan pendekatan secara multipronged harus dilakukan. Tujuan dari terapi DA adalah untuk mengurangi gejala, mencegah flares-ups dan meningkatkan kualtas hidup tanpa penyakit atau tanpa komplikasi pengobatan. Sedangkan sasaran terapi DA adalah menghilangkan gejala DA.
Strategi terapi DA dapat dilakukan baik secara non farmakologis maupun farmakologis. Rekomendasi terapi nonfarmakologi bisa termasuk menghindari kontak dengan parfum, sabun berwarna dan detergen. Menggunakan cara 2 kali bilas untuk cucian, menghindari fluktuasi temperatur yang ekstrim, dan lain sebagainya. Tabir surya harus digunakan pada pasien dengan DA, tapi penggunaan agen nonkimia seperti tabir surya, titanium atau zinc oxide mungkin bisa menyebabkan iritasi lebih lanjut atau kontak dermatitis. Terapi farmakologis DA dapat dilakukan dengan menggunakan kortikosteroid topikal, antihistamin, imunomodulator topikal, dan sediaan tar.
Pada terapi, sangat penting untuk memilih bentuk sediaan obat. Jika lukanya basah maka harus dikeringkan, jika lukanya kering maka harus dibasahkan. Sediaan basah sangat berguna pada luka akut yang kering, luka radang sedangkan basis salep sangat berguna untuk luka kronik, penebalan. Pemilihan pembawa untuk luka kronik berdasarkan kecocokan pasien. Seringkali pasien dengan penyakit kulit kronis menggunakan berbagai tipe pembawa contohnya basis krim yang kering pada pagi hari dan basis salep pada malam hari walaupun berminyak namun merupakan emollient yang lebih baik. Formulasi obat dermatologik yang tersedia adalah larutan, suspensi, lotion kocok, serbuk, lotion, emulsi, gel, krim, salep dan aerosol.
Kortikosteroid topikal merupakan obat yang biasa digunakan dalam menangani inflamasi dan pruritus yang disebabkan oleh DA. Kortikosteroid topikal digunakan untuk pengobatan reaktif dalam jangka pendek untuk flare-ups akut. Penggunaan kortikosteroid topikal harus ditambah dengan emollients. Adapun obat-obat yang termasuk golongan kortikosteroid yaitu hidrokortison, prednisolon, derivat 9-α-fluor (triamcinolon, deksametason, betametason), derivat 6-α-fluor, derivat difluor (flutikason, flumitason), derivat klor (beklometason, mometason), derivat klor-fluor (klobetasol, fluklorolon).
Triamcinolon merupakan kortikosteroid sintetik poten yang digunakan untuk mengobati sejumlah autoimun dan kondisi alergi. Triamcinolon acetonide merupakan kortikosteroid terhalogenasi pertama yang digunakan secara topikal dengan luas dan ketika dikenalkan pertama kali ditemukan secara dramatis lebih efektif daripada beberapa dermatitis topikal sebelumnya. Triamcinolon merupakan kortikosteroid topikal pertama yang mempunyai efek terapeutik pada psoriasis.
TRIAMCINOLON TOPIKAL
* Indikasi: inflamasi dermatitis yang responsif terhadap steroid.
* Kontraindikasi: hipersensitif terhadap triamcinolon atau bahan lain dalam formulasi, infeksi jamur sistemik, infeksi serius (kecuali septic shock dan tuberculous meningitis), terapi utama pada keadaan asmatikus, infeksi jamur, virus atau bakteri pada mulut dan tenggorokan.
* Peringatan: jangan digunakan pada kulit terbuka atau luka.
* Efek samping: gatal-gatal, alergi dermatitis kontak, kekeringan, folikulitis, infeksi kulit (kedua), hipertrikosis, erupsi menyerupai bentuk jerawat, hipopigmentasi, maserasi kulit, atrofi kulit, striae, miliaria, dermatitis perioral, atrofi mukosa oral.
* Farmakologi: triamcinolon merupakan kortikosteroid terfluorinasi sintesis yang aktivitas glukokortikoid-nya meningkat hebat dan aktivitas mineralkortikoid-nya banyak berkurang dibanding kortisol. Aksi antiinflamasi triamcinolon adalah mensupresi atau mencegah tanda-tanda inflamasi seperti panas lokal, kemerahan, lembek, bengkak, tanpa menghiraukan penyebabnya. Mikroskopik utama awal (dilatasi kapiler, oedema, migrasi leukosit dan fagosit) dan tanda-tanda berikutnya (proliferasi kapiler dan fibroblas, deposisi kolagen) terhambat. Beberapa hal utama ini muncul karena terbentuknya inhibitor fosfolipase, lipokortin yang menurunkan suplai asam arakidonat untuk sintesis prostaglandin dan leukotrien.
* Mekanisme aksi: menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan menurunkan permeabilitas kapiler, menekan sistem imun dengan menurunkan aktivitas dan volum sistem limfatik, menekan fungsi adrenal (pada dosis tinggi).
* Dosis: cream dan ionment à aplikasikan lapisan tipis pada daerah dikehendaki 2 – 4 kali sehari; spray à aplikasikan pada daerah yang dikehendaki 3 – 4 kali sehari.
* Nama dagang triamcinolon di Indonesia yaitu: Kenacort A®, Kenalog in orabase®, Ketricin®.
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M., 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, 1741-1752, 1769-1781, 1785-1791, The McGraw-Hill Companies, Inc., USA.
Dollery, C., 1999, Therapeutic Drug, 2nd edition, Harcourt Brace and company limited, Toronto.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., and Lance, L. L., 2006, Drug Information Handbook, 14th edition, 1605 – 1608, Lexi-Comp Inc., Ohio.
Tan, H. T., dan Rahardja, K., 2003, Obat-obat Penting, 688 – 690, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Home » Sistem Integumen » PENGGUNAAN TRIAMCINOLON TOPIKAL DALAM TERAPI DERMATITIS ATOPIK
PENGGUNAAN TRIAMCINOLON TOPIKAL DALAM TERAPI DERMATITIS ATOPIK
Posted by Anonymous
Labels:
Sistem Integumen