Leukoplakia

Posted by Anonymous

Pendahuluan

Lesi pra-ganas adalah kondisi penyakit yang secara klinis belum menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya keganasan. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pada umumnya kelainan yang terjadi di dalam rongga mulut, terutama pada mukosa rongga mulut, kurang mendapat perhatian karena lesi tersebut sama sekali tidak memberikan keluhan.
Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara lainnya di seluruh dunia. Keadaan yang demikian diduga ada hubungannya dengan kebiasaan mengunyah tembakau yang dilakukan sebagian masyarakat di kawasan Asia.

Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami perubahan, karena lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan, sehingga sering pula mengalami iritasi mekanis. Di samping itu, banyak perubahan yang sering terjadi akibat adanya kelainan sistemik. Perlu diingat bahwa kelainan yang terjadi pada umumnya memberikan gambaran yang mirip antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran dalam menentukan diagnosis yang tepat. Untuk itu, diperlukan diagnosis banding, karena di antara kelainan yang terjadi ada yang berpotensial menjadi maligna (keganasan). Pemahaman mengenai pentingnya pendekatan patologik akan meningkatkan kemampuan para dokter gigi pada era globalisasi. Ada beberapa macam lesi pra-ganas rongga mulut, antara lain erithroplakia, carsinoma in situ, dan lai-lain. Tetapi, lesi yang paling sering ditemukan pada rongga mulut adalah leukoplakia.

Leukoplakia

Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut. Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer. Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau terkelupas.

Untuk menentukan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara klinis maupun histopatologis, karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa dengan “lichen plannus” dan “white sponge naevus”.

Etiologi

Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi predisposisi menurut beberapa ahli klinikus terdiri dari faktor yang multiple,, yaitu faktor lokal faktor sistemik dan malnutrisi vitamin.

Faktor lokal

Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:

Trauma

* Trauma dapat berupa gigitan tepi atau akar gigi yang tajam
* Iritasi dari gigi yang malposisi
* Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi
* Adanya kebiasaan jelek, antara lain kebiasaan jelek menggigit-gigit jaringan mulut, pipi, maupun lidah.

Kemikal atau termal

Pada penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh terjadinya leukoplakia dan perubahan keganasan.

Faktor-faktor kaustik tersebut antara lain:

· Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh asap rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan benda yang berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum yang disebut “stomatitis Nicotine”. Pada lesi ini, dijumpai adanya warna kemerahan dan timbul pembengkakan pada palatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna putih kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya merata. Ditemukan pula adanya “multinodulair” dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat noduli. Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di daerah sekitarnya. Banyak peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini merupakan salah satu bentuk dari leukoplakia.

· Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa.

· Bakterial
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal yang disertai higiene mulut yang jelek.

Faktor sistemik

Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang berpendapat bahwa penyakit ini lebih mudah berkembang pada individu yang berkulit putih dan bermata biru. Pendapat ini dikemukakan oleh Shaffer dan Burket. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya sipilis. Pada penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya “syphilis glositis”. Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Hal ini telah dibuktikan oleh peneliti yang melakukan biopsi di klinik. Ternyata, dari 171 penderita candidiasis kronik, 50 di antaranya ditemukan gambaran yang menyerupai leukoplakia.

Untuk mengetahui diagnosis yang pasti dari leukokplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan klinik, histopatologi, serta latar belakang etiologi terjadinya lesi ini.

Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan tersebut parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan menggunakan binatang tikus, dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan perubahan hiperkeratotik.

Gambaran Klinik

Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai bermacam-macam bentuk. Secara klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal pasti karena banyak lesi lain yang memberikan gambaran yang serupa serta tanda-tanda yang hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak ditemukan pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena sebagian besar pria merupakan perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.

Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas jelas, dan permukaannya tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol. Kadang-kadang lesi ini dapat berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada perokok berat, warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran tersebut di atas lebih dikenal dengan esbutan “speckled leukoplakia”.Stadium Leukoplakia

Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:

· Homogenous leukoplakia
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan, permukaannya licin, rata, dan berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai adanya indurasi.homogenous leukoplakia

· Erosif leukoplakia
Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosive.

· Speckled atau Verocuos leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi kasar dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi ganas. Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah menjadi tumor ganas seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat di lidah dan dasar mulut.Oral leukoplakia tanpa EBV candida oral leukoplakia non-homogenous leukoplakia

Gambaran Histopatologik

Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan diagnosis leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium, terutama pada bagian superfisial.

Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:

· Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya sejumlah ortokeratin pada daerah permukaan yang normal maka akan menyebabkan permukaan epitel rongga mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi.

· Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam rongga mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat penebalan lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam pemeriksaan histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin, hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan granularnya terlihat menebal dan sangat dominan. Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-kasus yang parah.

· Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan dan penggabungan dari retepeg atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya penebalan pada lapisan stratum spinosum tidak sama atau bervariasi pada tiap-tiap tempat yang berbeda dalam rongga mulut. Bisa saja suatu penebalan tertentu pada tempat tertentu dapat dianggap normal, sedang penebalan tertentu pada daerah tertentu bisa dianggap abnormal. Akantosis kemungkinan berhubungan atau tidak berhubungan dengan suatu keadaan hiperortikeratosis maupun parakeratosis. Akantosis kadang-kadang tidak tergantung pada perubahan jaringan yang ada di atasnya.

· Diskeratosis atau displasia
Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis suatu displasia epitel. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang jelas antara displasia ringan, displasia parah, dan atipia yang mungkin dapat menunjukkan adanya suatu keganasan atau berkembang ke arah karsinoma in situ. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis adanya displasia epitel adalah: adanya peningkatan yang abnormal dari mitosis; keratinisasi sel-sel secara individu; adanya bentukan “epithel pearls” pada lapisan spinosum; perubahan perbandingan antara inti sel dengan sitiplasma; hilangnya polaritas dan disorientasi dari sel; adanya hiperkromatik; adanya pembesaran inti sel atau nucleus; adanya dikariosis atau nuclear atypia dan “giant nuclei”; pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sitoplasma; serta adanya basiler hiperplasia dan karsinoma intra epitel atau carcinoma in situ.

Pada umumnya, antara displasia dan carsinoma in situ tidak memiliki perbedaan yang jelas. Displasia mengenai permukaan yang luas dan menjadi parah, menyebabkan perubahan dari permukaan sampai dasar. Bila ditemukan adanya basiler hiperlpasia maka didiagnosis sebagai carcinoma in situ.

Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan granuler. Mungkin secara klinis carcinoma in situ kurang dapat dilihat. Hal ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam pemeriksaan intra oral kelainan tersebut tampak jelas.

· Diagnosis dan Diferensial Diagnosis
Untuk menetapkan diagnosis oral leukoplakia, perlu pemeriksaan dan gambaran histopatologis. Hal ini untuk mengetahui adanya proses diskeratosis. Meskipun pada pemeriksaan histopatologis tampak adanya proses diskeratosis, masih sulit dibedakan dengan carsinoma in situ, karena di antara keduanya tidak memiliki batasan yang jelas.

Pemeriksaan histopatologis juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya sel-sel “atypia” dan infiltrasi sel ganas yang masuk ke jaringan yang lebih dalam. Keadaan ini biasanya ditemukan pada squamus sel carsinoma ‘karsinoma sel skuamosa’. Karsinoma sel skuamosa merupakan kasus tumor ganas rongga mulut yang terbanyak dan lokasinya pada umumnya di lidah. Penyebab yang pasti dari karsinoma sel skuamosa belum diketahui, tetapi banyak lesi yang merupakan permulaan keganasan dan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya karsinoma tersebut. Lesi pra-ganas dan factor-faktor predisposisi itu adalah leukoplakia, perokok, pecandu alkohol, adanya iritasi setempat, defisiensi vitamin A,B, B12, kekurangan gizi, dll. Seperti halnya lesi pra-ganas rongga mulut lainnya, dalam stadium dini karsinoma ini tidak memberikan rasa sakit. Rasa sakit baru terasa apabila terjadi infeksi sekunder. Oleh karena itu, apabila ditemukan adanya lesi pra-ganas dalam rongga mulut, terutama leukoplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi.

Leukoplakia memiliki gambaran klinis yang mirip dengan beberapa kelainan. Oleh karena itu, diperlukan adanya “diferensial diagnosi” atau diagnosis banding untuk membedakan apakah kelainan tersebut adalah lesi leukoplakia atau bukan. Pada beberapa kasus, leukoplakia tidak dapat dibedakan dengan lesi yang berwarna putih di dalam rongga mulut tanpa dilakukan biopsy. Jadi, cara membedakannya dengan leukoplakia adalah dengan pengambilan biopsi. Ada beberapa lesi berwarna putih yang juga terdapat dalam rongga mulut, yang memerlukan diagnosis banding dengan leukoplakia. Lesi tersebut antara lain: syphililitic mucous patches; “lupus erythematous” dan ” white sponge nevus”; infeksi mikotik, terutama kandidiasis; white folded gingivo stomatitis; serta terbakarnya mukosa mulut karena bahan-bahan kimia tertentu, misalnya minuman atau makanan yang pedas. Leukoplakia precancer

Perawatan dan Prognosis

Perawatan leukoplakia dilakukan dengan mengeliminir faktor iritasi yang meliputi penggunaan tembakau (rokok), alkohol, memperbaiki higiene mulut, memperbaiki mal oklusi, dan memperbaiki gigi tiruan yang letaknya kurang baik, karena hal tersebut lebih banyak membantu mengurangi atau menghilangkan kelainan tersebut dibanding perawatan secara sistemik.

Perawatan lainnya adalah dengan melakukan eksisi secara “chirurgis” atau pembedahan terhadap lesi yang mempunyai ukuran kecil atau agak besar. Bila lesi telah mengenai dasar mulut dan meluas, maka pada daerah yang terkena perlu dilakukan “stripping”.

Perawatan dengan pemberian vitamin B kompleks dan vitamin C dapat dilakukan sebagai tindakan penunjang umum, terutama bila pada pasien tersebut ditemukan adanya faktor malnutrisi vitamin. Peranan vitamin C dalam nutrisi erat kaitannya dengan pembentukan substansi semen intersellular yang penting untuk membangun jaringan penyangga. Karena, fungsi vitamin C menyangkut berbagai aspek metabolisme, antara lain sebagai elektron transport. Pemberian vitamin C dalam hubungannya dengan lesi yang sering ditemukan dalam rongga mulut adalah untuk perawatan suportif melalui regenerasi jaringan, sehingga mempercepat waktu penyembuhan. Perawatan yang lebih spesifik sangat tergantung pada hasil pemeriksaan histopatologi.

Prognosis

Apabila permukaan jaringan yang terkena lesi leukoplakia secara klinis menunjukkan hiperkeratosis ringan maka prognosisnya baik. Tetapi, bila telah menunjukkan proses diskeratosis atau ditemukan adanya sel-sel atipia maka prognosisnya kurang menggembirakan, karena diperkirakan akan berubah menjadi suatu keganasan.

Kesimpulan

Leukoplakia merupakan salah satu lesi praganas rongga mulut yang sering dijumpai. Meskipun lesi ini bukan termasuk dalam maligna (keganasan), dalam perkembangannya lesi tersebut dapat menjadi squamus sel karsinoma.

Pada pemeriksaan histopatologis, jika diketahui adanya sel-sel “atypia” dan infiltrasi sel ganas yang masuk ke jaringan yang lebih dalam, maka dapat dipastikan bahwa lesi ini telah berubah menjadi squamus sel karsinoma. Apabila leukoplakia telah berubah menjadi keganasan maka perawatan bagi penderita karsinoma tersebut dengan sistem pananganan keganasan secara keseluruhan dengan upaya promotif, preventif, dan kuratif secara terpadu.

Lesi leukoplakia pada umumnya sukar dibedakan dengan lesi berwarna putih lainnya yang juga terdapat di dalam rongga mulut. Karenanya, diperlukan adanya diferensial diagnosis atau diagnosis banding leukoplakia. Untuk memastikan diagnosis leukoplakia dengan lesi berwarna putih lainnya, diperlukan pemeriksaan histopatologis atau bila perlu dilakukan biopsi. Perawatan leukoplakia yang paling utama adalah mengeliminir faktor-faktor iritasi yang dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Bila lesi masih kesil, perawatan yang dilakukan adalah dengan pembedahan pada lesi, atau stripping bila lesi telah meluas. Meskipun prognosis leukoplakia pada umumnya baik, apabila pada pemeriksaan ditemukan adanya proses diskeratosis, maka prognosisnya kurang baik. Karena lesi praganas ini bisa berubah menjadi suatu keganasan, sebaiknya pemeriksaan histopatologis yang teliti diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

Daftar Pustaka

1. Burket G..H., Oral medicine Diagnosis & Treatment, 6th edition, J.B. Lippincott Co., Philadelphia-Toronto, 1974.
2. Istiati Soehardjo, Protein p53 (tumor suppressor gene) dan peranannya pada mutasi gen sebagai penyebab terjadinya kanker rongga mulut, Majalah Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Vol.34,no3a, Agustus 2001
3. Kus Harijanti, Peranan Vitamin C dalam kesehatan jaringan lunak rongga mulut, Majalah kedokteran Gigi Universitas Airlangga, , vol 29, no 3, Juli-September, 1996.
4. Ruslijanto Hartono, karsinoma Sel Skuamosa Pada Lidah, Forum Ilmiah II, Fakultas Kedokteran gigi Universitas Trisakti, 1987
5. Shaffer W.G., Hine M.K, Levy B.M., A Text Book Oral Pathology, 3rd. edition, W.B. Sounders Co., Philadelphia-London-Toroto, 1974
6. Sri Widiati, Kasus Tumor ganas di Bibir dan Rongga Mulut yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, tahun 1995-2000, Majalah Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Vol.34, no3a, Agustus 2001
7. Theresia Indah Budhy Sulisetyawati, Insidens Tumor ganas Rongga Mulut di Surabaya-Jawa Timur selama periode tahun 1987-199, Majalah kedokteran Gigi Universitas Airlangga, vol 34, no 4, Oktober-Desember 1997.