MAKALAH PENGGUNAAN AMLODIPIN SEBAGAI ANTIHIPERTENSI

Posted by Anonymous

I. SASARAN TERAPI

Secara umum, yang menjadi sasaran terapi pada penyakit hipertensi adalah tekanan darah. Berdasarkan mekanisme penurunan tekanan darah, sasaran terapi hipertensi secara khusus terbagi menjadi:

1. Sasaran pada tubula ginjal.Anti hipertensi yang bekerja di tubula ginjal bekerja dengan cara mendeplesi (mengosongkan) natrium tubuh dan menurunkan volume darah.

2. Sasaran pada saraf simpatis.Pengaruh anti hipertensi pada saraf simpatis yaitu menurunkan tahanan vaskuler perifer, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan pengumpulan vena di dalam pembuluh darah kapasitans.

3. Sasaran pada otot polos vaskuler.Anti hipertensi menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos vaskular sehingga mendilatasi pembuluh darah resistans.

4. Sasaran pada angiotensinAnti hipertensi menyakat produksi angiotensin atau menghambat ikatan angiotensin dengan reseptornya, sehingga menyebabkan penurunan tahanan vaskular perifer dan volume darah.

Sasaran terapi hipertensi dengan menggunakan amlodipin adalah pada otot polos vaskular. Hal ini berdasarkan mekanisme kerja dari amlodipin, yaitu sebagai inhibitor influks kalsium (slow chanel blocker atau antagonis ion kalsium), dan menghambat masuknya ion-ion kalsium transmembran ke dalam jantung dan otot polos vaskular. Ion kalsium berperan dalam kontraksi otot polos. Jadi dengan terhambatnya pemasukan ion kalsium mengakibatkan otot polos vaskuler mengalami relaksasi. Dengan demikian menurunkan tahanan perifer dan menurunkan tekanan darah.

II. TUJUAN TERAPI

Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga taraf yang direkomendasikan. Tekanan darah yang disarankan oleh JNC7, yaitu :

1. Di bawah 140/90 mmHg

2. Untuk pasien dengan diabetes, di bawah 130/80 mmHg

3. Untuk pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis, di bawah 130/80 mmHg (GFR < 60 ml/menit, serum kreatinin > 1,3 mg/dL untuk wanita dan > 1,5 mg/mL untuk pria, atau albuminuria > 300 mg/hari atau ≥ 200 mg/g kreatinin).

III. STRATEGI TERAPI

Terapi hipertensi dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu:

1. Terapi non farmakologi. Terapi non farmakologi yaitu pengobatan tanpa menggunakan obat. Terapi non farmakologi pada hipertensi lebih ditekankan pada gaya hidup. Gaya hidup yang disarankan untuk penderita hipertensi antara lain: mengurangi asupan natrium (garam), mengurangi makan makanan berlemak, jangan merokok, hindari minuman beralkohol, olah raga secara teratur, dan hindari aktivitas fisik yang berat.

2. Terapi farmakologi. Terapi farmakologi yaitu penanganan penyakit menggunakan obat. Obat-obat yang biasa digunakan pada terapi hipertensi adalah:

a. Diuretik. Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air, sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel, sehingga tekanan darah menurun. Ada tiga golongan obat diuretik, yaitu: tiazid (cth: Hidroklortiazid), diuretik kuat (cth: furosemid), dan diuretik hemat kalium (cth: Spironolakton).

b. β-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol). Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan sampai moderat dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan menghambat reseptor β1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana β1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.

c. α-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin). Bekerja dengan menghambat reseptor α­1 di pembuluh darah sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi perifer.

d. Penghambat Renin Angiotensin System1). Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor/ACEI (Cth: Captopril, Enalapril)Bekerja dengan menghambat enzim peptidil dipeptidase yang mengkatalisis pembentukan angiotensin II dan pelepasan bradikinin (suatu senyawa vasodilator). Dengan demikian, akan terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan TD.2). Angiotensin II Reseptor Antagonist/AIIRA (Cth: Losartan)Bekerja dengan bertindak sebagai antagonis reseptor angiotensin II yang terdapat di otot jantung, dinding pembuluh darah, sistem syaraf pusat, ginjal, anak ginjal, dan hepar sehingga efek sekresi aldosteron yang disebabkan oleh angiotensin II tidak terjadi. Akibatnya akan terjadi penurunan tekanan darah.Digunakan sebagai obat kombinasi dengan ACEI sebagai penurun TD yang efektif, karena kerja kedua kelas obat ini saling sinergi.

e. Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin). Bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi penderita hipertensi yang juga penderita angina.

IV. OBAT PILIHAN

1. Nama Generik

Amlodipin; sebagai garam amlodipin besilat atau amlodipin asetat.

1. Nama Dagang di Indonesia

Tensivask® (Pfizer), Norvask® (Dexa Medica), Divask® (Kalbe Farma)

1. Indikasi

Amlodipin diindikasikan untuk pengobatan hipertensi, dapat digunakan sebagai agen tunggal untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang tidak cukup terkontrol jika hanya menggunakan anti hipertensi tunggal akan sangat menguntungkan dengan pemberian amlodipin yang dikombinasikan dengan diuretik thiazida, inhibitor β-adrenoreseptor, atau inhibitor angiotensin converting enzyme. Amlodipin juga diindikasikan untuk pengobatan iskemia myokardial, baik karena obstruksi fixed (angina stabil), maupun karena vasokonstriksi (angina varian) dari pembuluh darah koroner. Amlodipin dapat digunankan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan obat-obat anti angina lain, terutama pada penderita angina yang sukar disembuhkan dengan nitrat dan atau dengan β-blocker pada dosis yang memadai.

1. Kontraindikasi

Amlodipin dikontraindikasikan pada pasien yang sensitif terhadap dihidropiridin.

1. Bentuk sediaan

Amlodipin yang beredar di pasaran semuanya berada dalam bentuk sediaan tablet per oral dengan kekuatan 5 mg dan 10 mg.

1. Dosis dan Aturan Pakai

Untuk hipertensi dan angina, dosis awal yang biasa digunakan adalah 5 mg satu kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan hingga maksimum 10 mg tergantung respon pasien secara individual dan tingkat keparahan penyakitnya. Untuk anak-anak, pasien lemah, dan usia lanjut atau pasien dengan gangguan fungsi hati dapat dimulai dengan dosis 2,5 mg amlodipin satu kali sehari. Dosis ini juga dapat digunakan ketika amlodipin diberikan bersama anti hipertansi lain.

1. Efek Samping

Efek samping pada kardiovaskular: Palpitasi; peripheral edema; syncope; takikardi, bradikardi, dan aritmia. Pada SSP: sakit kepala, pusing, dan kelelahan. Pada kulit: dermatitis, rash, pruritus, dan urtikaria. Efek pada Saluran pencernaan: mual, nyeri perut, kram, dan tidak nafsu makan. Efek pada saluran pernafasan: nafas menjadi pendek-pendek, dyspnea, dan wheezing. Efek samping lain: Flushing, nyeri otot, dan nyeri atau inflamasi. Pada penelitian klinis dengan kontrol plasebo yang mencakup penderita hipertensi dan angina, efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala, edema, lelah, flushing, dan pusing.

1. Resiko Khusus

a. Penggunaan pada pasien dengan kegagalan fungsi hatiWaktu paruh eliminasi amlodipin lebih panjang pada pasien dengan kegagalan fungsi hati dan rekomendasi dosis pada pasien ini belum ditetapkan. Sebaiknya perlu diberikan perhatian khusus penggunaan amlodipin pada penderita dengan kegagalan fungsi hati

b. Penggunaan pada wanita hamil dan menyusuiKeamanan penggunaan amlodipin pada wanita hamil dan menyusui belum dibuktikan. Amlodipin tidak menunjukan toksisitas pada penelitian reproduktif pada hewan uji selain memperpanjang parturisi (proses melahirkan) pada tikus percobaan yang diberi amlodipin 50 kali dosis maksimum yang direkomendasikan pada manusia. Berdasarkan hal itu, penggunaan pada wanita hamil dan menyusui hanya direkomendasikan bila tidak ada alternatif lain yang lebih aman dan bila penyakitnya itu sendiri membawa resiko yang lebih besar terhadap ibu dan anak.

V. PUSTAKA

Dipiro, J.T., 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 6th edition, The McGraw-Hill Company, USA

Katzung, G. dan Bertram, M., 2007, Basic and Clinical Pharmacology, 10th edition, The McGraw-Hill Company, USA

Tatro, David S., Pharm D, 2004, A to Z Drug Facts, 5th edition, 80-82, Wolters Kluwer Health, Inc., USA