Penggunaan Furosemid (Diuretik Kuat) pada Terapi Gagal Ginjal Akut

Posted by Anonymous

Ginjal merupakan organ penting dari tubuh manusia karena ginjal mempunyai fungsi regulasi dan ekskresi, yaitu mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi air, elektrolit dan nonelektrolit serta mengeksekresikan kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sisa metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing.


Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi glomerular dan tubular yang terjadi secara tiba-tiba (mendadak), berakibat pada kegagalan ginjal untuk mengekresikan produk sisa nitrogen dan menjaga homeostasis cairan dan elektrolit.

GGA dapat disebabkan karena terjadinya penurunan aliran darah, yang dapat merupakan akibat dari infeksi yang parah, serious injury, dehidrasi, daya pompa jantung menurun (kegagalan jantung), tekanan darah yang sangat rendah (shock), atau kegagalan hati (sindroma hepatorenalis). GGA juga dapat dikarenakan oleh adanya zat-zat yang menyebabkan kerusakan/trauma pada ginjal, seperti kristal, protein atau bahan lainnya dalam ginjal. Penyebab GGA lainnya yaitu terjadi penyumbatan yang menghalangi pengeluaran urin dari ginjal, misalnya karena adanya batu ginjal, tumor yang menekan saluran kemih, atau pembengkakan kelenjar prostat.

GGA dikelompokkan berdasarkan penyebabnya, yang pertama adalah prerenal azotemia. Prerenal azotemia adalah penyebab GGA yang paling sering dijumpai. Azotemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan sisa-sisa produk nitrogen. Prerenal azotemia merupakan kegagalan ginjal akibat hipoperfusi parenkim renal, dengan atau tanpa hipotensi arteri sistemik. Hipoperfusi renal dengan hipotensi arteri sistemik dapat disebabkan oleh penurunan volume intravaskular (perdarahan, dehidrasi, excessive diuresis, pankreatitis), perubahan resistensi vascular, maupun output jantung yang rendah. Hipoperfusi tanpa hipotensi arteri sistemik biasanya disebabkan oleh penghambatan billateral renal artery, atau penghambatan unilateral pada pasien dengan satu ginjal yang berfungsi. Namun jika prerenal azotemia dapat segera ditangani dengan mengembalikan aliran darah ke ginjal, kerusakan parenkim ginjal tidak akan terjadi.

Kelompok kedua adalah functional acute renal failure. Pada GGA jenis ini, terjadi perubahan aliran darah pada glomerulus tanpa adanya penurunan perfusi ginjal atau adanya kerusakan struktural pada ginjal. Kegagalan ginjal secara fungsional mengarah pada penurunan tekanan hidrostatik glomerular sehingga terjadi penurunan produksi ultrafiltrat glomerular tanpa mengakibatkan adanya kerusakan pada ginjal. Kondisi klinis seperti ini dijumpai pada individu yang mengalami penurunan volume darah efektif (misal pada kasus congestive heart failure, sirosis, penyakit hati yang parah, hipoalbuminemia) atau pada individu dengan penyakit renovaskular (misalnya renal artery stenosis). Kegagalan ginjal jenis ini juga umum dijumpai pada pasien gagal jantung yang menerima terapi ACEI.

Kelompok ketiga adalah acute intrinsic renal failure. GGA jenis ini terjadi akibat adanya kerusakan pada ginjal itu sendiri, yaitu pada struktur di dalam ginjal, seperti pembuluh-pembuluh darah kecil, glomeruli, tubulus ginjal, dan interstitium.

Kelompok keempat adalah postrenal obstruction. GGA terjadi dalam sistem urinaria dari tubulus ginjal ke uretra. Obstruksi pada kandung kemih merupakan penyebab umum terjadinya obstructive uropathy. GGA yang disebabkan oleh terbentuknya kristal biasa terjadi pada pasien yang mendapat banyak obat dengan kelarutan rendah.

Parameter untuk membedakan penyebab GGA

Laboratory Test



Prerenal Azotemia



Acute Intrinsic Renal Failure



Postrenal Obstruction

Urine sodium

FENa (%)

Urine osmolality

(mOsm/kg)

Urine/serum creatinine

BUN/SCr



<20

<1

1200



>40:1

>20



>40

>2

<300



<20:1

>20



>40

>1

<300



<20:1

<20

Gejala-gejala yang terjadi pada pasien GGA antara lain adalah oliguria (volume air kemih berkurang); nokturia (berkemih di malam hari); pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki, bahkan menyeluruh; berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki; kejang; tremor tangan; mual dan muntah.

Karena sasaran terapi untuk GGA adalah penyebabnya, terapi yang diberikan sangat bervariasi untuk masing-masing pasien. Tujuan terapi pada pengobatan GGA adalah menyembuhkan gejala GGA, menyokong kerja ginjal, dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat GGA.

Strategi terapi untuk GGA dapat dilakukan secara nonfarmakologi dan farmakologi. Renal replacement therapies (RRT) adalah terapi nonfarmakologi yang paling umum diberikan kepada pasien penderita GGA.
Terapi farmakologi untuk pengobatan GGA antara lain dengan dopamin, diuretik osmotik, dan diuretik kuat. Dopamin menstimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik. Efek hemodinamik tergantung pada dosis; dosis rendah terutama menstimulasi reseptor dopaminergik yang dapat menghasilkan vasodilatasi renal; dosis tinggi menstimulasi dopaminergik dan adrenergik yang dapat menghasilkan stimulasi jantung dan vasodilatasi renal. Mannitol (diuretik osmotik) meningkatkan tekanan osmotik pada filtrasi glomerular yang menghambat reabsorpsi air dan elektrolit pada tubular serta meningkatkan keluaran urin. Furosemid (diuretik kuat) menurunkan reabsorpsi sodium dan klorida di ascending loop Henle dan tubulus distal ginjal. Meningkatkan ekskresi sodium, air, klorida, kalsium, dan magnesium.

Diuretik kuat diindikasikan untuk edema, hiperkalsemia akut, hiperkalemia, GGA, dan hipertensi. Diuretik kuat terabsorpsi cepat, tereliminasi melalui ginjal dengan filtrasi glomerular dan sekresi tubular. Diuretik kuat selektif menghambat reabsorpsi NaCl di thick ascending limb (TAL) dan menginduksi sintesis prostaglandin renal sehingga terjadi vasodilatasi pada arteriola aferen (pembuluh darah yang masuk ke glomerulus). Penggunaan obat golongan AINS dapat mengurangi mekanisme diuretik ini karena obat golongan AINS menghambat sintesis prostaglandin.

Furosemid

Nama generik

Furosemide tablet 40 mg

Nama dagang di Indonesia

Arsiret (Meprofarm) tablet 40 mg

Cetasix (Soho) tablet 40 mg

Classic (Kimia Farma) tablet 40 mg

Diurefo (Pyridam) tablet 40 mg

Farsiretic (Ifars) tablet 40 mg

Farsix (Fahrenheit) cairan inj. 10 mg/ml; tablet 40 mg

Furosix (Landson) cairan inj. 10 mg/ml; tablet 40 mg

Gralixa (Graha) tablet 20 mg, 40 mg

Husamid (Gratia Husada) kaptabs 40 mg

Impugan (Alpharma) cairan inj. 20 mg/2 ml; tablet 40 mg

Lasix (Hoechst Marion Roussel Indonesia) cairan inj. 20 mg/2 ml; lar. infus 250 mg/25 ml; tablet 40 mg

Uresix (Sanbe) tablet ss. 40 mg

Yekasix (Yekatria) tablet 40 mg

Indikasi

Edema, oliguria karena gagal ginjal, hipertensi

Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap furosemid, sulfonilurea; anuria; kekurangan elektrolit

Bentuk sediaan

Tablet, tablet salut selaput, cairan injeksi, larutan infus, kaplet

Dosis

Dosis dewasa

Oral : 20-80 mg/dosis, peningkatan dosis sampai 20-40 mg/dosis dengan interval 6-8 jam. Dosis dapat ditingkatkan sampai 600 mg/hari jika terjadi udem.

IM, IV : 20-40 mg/dosis, dapat diulangi dalam 1-2 jam jika diperlukan, dan ditingkatkan sebesar 20 mg/dosis sampai mendapatkan efek yang diinginkan.

Pada GGA, furosemid (1-3 g/hari PO atau IV) dapat digunakan, tetapi hindari penggunaannya pada pasien GGA yang menderita oliguria.

Dosis anak-anak

Oral : 1-2 mg/kg/dosis dapat ditingkatkan sebesar 1 mg/kg/dosis sampai mendapatkan efek yang diinginkan. Dosis maksimal sebesar 6 mg/kg/dosis.

IM, IV : 1 mg/kg/dosis ditingkatkan sebesar 1 mg/kg/dosis pada interval 6-12 jam sampai mendapatkan efek yang diinginkan, dapat ditingkatkan sampai 6 mg/kg/dosis.

Aturan pakai

Injeksi secara IV harus diberikan secara perlahan, kecepatan maksimum pemberian adalah 4 mg/menit.

Diberikan dengan makanan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada saluran cerna.

Efek samping

Rasa tidak enak di perut, hipotensi ortostatik, gangguan saluran cerna, penglihatan kabur, pusing, sakit kepala

Resiko khusus

Kehamilan

Faktor resiko C. Melewati sawar plasenta, meningkatkan produksi urin fetal, gangguan elektrolit. Biasanya penggunaan diuretik selama hamil dihindari karena adanya resiko penurunan perfusi plasenta.



Daftar Pustaka

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 72-73, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Anonim, 2006, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, edisi 2006-2007, 52-55, PT InfoMaster, Jakarta.

Comstock, Thomas J., 2005, Renal Disorders, in Kimble, M.A.K., Young, L.L., Kradjan, W.A., Guglielmo, B.J., Alldredge, B.K., Correli, R.L., The Clinical Use of Drugs, 8th ed., chapter 31, Lippincott Williams & Wilkins, USA.

DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2005, Pharmacotherapy, 6th ed., 781-796, Appleton & Lange, USA.

Ives, Harlan E., 2007, Diuretics Agents, in Katzung, Bertram G., Basic and Clinical Pharmacology, 10th ed., McGraw-Hill Companies, Inc., USA.

Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook, 14th ed., 712-714, Lexi-Comp, Inc., USA.

Neal, Michael J, 2002, Medical Pharmacology at a Glance, 4th ed., 34-35, Blackwell Science Ltd., UK.