Penatalaksanaan Terapi Penyakit Impetigo

Posted by Anonymous

Impetigo merupakan suatu infeksi kulit superfisial (kulit bagian atas) yang disebabkan oleh bakteri streptokokus atau bakteri stafilokokus. Penyakit impetigo ditandai dengan adanya bula yaitu benjolan pada kulit dengan diameter >0,5 cm dan berisi cairan yang merupakan pustula (penumpukkan nanah dalam kulit). Gambaran klinis dari penyakit ini yaitu bula yang berdinding tipis sehingga mudah pecah akan menimbulkan krusta (koreng) pada kulit.

Pengobatan infeksi ini dapat digunakan antibiotik secara topikal dan oral. Tujuan terapinya yaitu mengobati infeksi, mencegah penularan, menghilangkan rasa tidak nyaman, dan mencegah terjadinya kekambuhan. Sasaran terapinya yaitu infeksi bakteri streptokokus atau stafilokokus. Terapi non farmakologis untuk pengobatan impetigo yaitu menghilangkan krusta dengan cara mandi selama 20-30 menit disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah dan bila perlu olesi dengan zat antibakteri, mencegah menggaruk daerah lecet atau dapat dilakukan dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku, lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh. Terapi non farmakologis untuk pencegahan penyakit impetigo yaitu mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif), menjaga kebersihan yang baik (cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih), jauhkan diri dari orang dengan impetigo, orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mencuci pakaian, handuk dan sprei dari penderita impetigo terpisah dari yang lanilla (cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas), dan gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.Terapi farmakologis yang digunakan yaitu menggunakan antibiotik topikal atau antibiotik per-oral. Penggunaan antibiotik per-oral diberikan jika pasien sensitif terhadap antibiotik topikal dan kondisi penyakit atau lesi yang ditimbulkan sudah parah (lesi lebih luas). Antibiotik topikal yang dapat digunakan yaitu mupirocin dan asam fusidat. Antibiotik per-oral yang dapat digunakan yaitu eritromisin dan flukloksasilin.

Pilihan obat

Antibiotik topikal

Mupirocin

Nama Generik : Mupirocin

Nama paten : BACTROBAN (GlaxoSmithKline)

Brand name : Bactoderm (Ikapharmindo)

Indikasi : infeksi kulit primer akut, misalnya impetigo, folikulitis, furunkulosis

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap mupirocin

Bentuk sediaan : salep dan krim

Dosis : salep→oleskan 3x/hr selama 10 hari,

krim→oleskan 3x/hr, jika perlu daerah yang diobati ditutup dengan kasa

lakukan evaluasi jika tidak ada respon klinis dalam 3-5 hari

Efek samping : rasa terbakar, gatal, rasa tersengat, kemerahan

Peringatan : hindari kontak dengan mata. Hati-hati penggunaan pada gangguan ginjal sedang sampai berat, hamil, lakatasi. Hentikan penggunaan jika terjadi reaksi sensitivitas atau reaksi kimia. Tidak untuk digunakan pada permukaan mukosa. Penggunaan jangka panjang menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.

Asam Fusidat

Nama Generik : Asam Fusidat

Brand name : Afucid (Ferron), Fusycom (Combiphar), Fuladic (Guardian), Futaderm (Interbat)

Indikasi : Impetigo kontagiosum, folikulitis superfisdial, furunkulosis, sikosis barbae, hidradenitis akselaris, abses, paronikia, eritrasma

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap asam fusidat.

Bentuk sediaan : salep(Na fusidat) dan krim (asam fusidat)

Dosis : tanpa pembalut/kasa steril : gunakan 3-4x/hari

dengan pembalut/kasa steril : gunakan lebih sering lama terapi kurang lebih 7 hari.

Efek samping : reaksi sensitifitas misalnya ruam kulit, urtikaria, iritasi

Peringatan : hindari penggunaan pada bagian mata. Penggunaan jangka dapat meningkatkan resiko sensitisasi kulit dan resistensi bakteri. Hamil trimester pertama. Bayi baru lahir.

Antibiotik per-oral

Eritromisin

Nama Generik : Eritromisin

Nama paten : ERYTHROCIN (Abbott)

Brand name : Corsatrocin (Corsa).

Indikasi : infeksi saluran nafas bagian atas dan bawah tonsilitas, abses peritonsiler, faringitis, laringitis, sinusitis, infeksi sekunder pada demam dan flu, trakeitis, bronkitis akut dan kronis, pneunomia, bronkiektaksis. Infeksi telinga: otitis media dan eksternal, mastoiditis. Infeksi oral : gingivitis, angina vincenti. Infeksi mata: blefaritis. Infeksi kulit dan jaringan lunak: furunkel dan karbunkel, paronikia, abses, akne pustularis, impetigo, selulitis, erisipelas.

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap eritromisin, penyakit hati.

Bentuk sediaan : tablet atau kapsul

Dosis : dewasa 1-2g/hr tiap 6, 8 atau 12 jam. Infeksi berat 4g/hr dalam dosis terbagi.

Anak 30-50 mg/kgBB/hr tiap 6, 8 atau 12 jam.

Bayi-2tahun 125mg 4x/hr, 2-8tahun 250 mg 4x/hr atau 500 mg tiap12jam

Sebelum atau pada waktu makan.

Efek samping : jarang: hepatotoksik, ototoksik.

Gangguan GI : mual, muntah, nyeri perut,diare.

Urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainya.

Peringatan : gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, porfiria, kehamilan (tidak diketahui efek buruknya) menyusui (sejumlah kecil masuk ke ASI)

Flukloksasilin

Nama Generik : flukloksasilin Na monohidrat

Brand name : FLOXAPEN (GlaxoSmithKline)

Indikasi : infeksi bakteri gram(+) termasuk yang resisten penisilin.

Infeksi karena stapilokokus terutama pada kulit (impetigo, selulitis)

Kontraindikasi : hipersensitif terhadap penisilin, bayi yang lahir dari ibu yang hipersensitif penisilin.

Bentuk sediaan : kapsul (250 mg, 500mg)

Dosis : dewasa 250-500 mg tiap 8 jam (3x/hr).

Anak <2tahun 62,5mg 3x/hr (tiap 8 jam), 2-10tahun 125 mg 3x/hr (tiap 8 jam)

Efek samping : mual, muntah, nyeri perut, diare.Urtikaria, ruam kulit, kadang terjadi reaksi anafilaktik.

Peringatan : hipersensitif penisilin, gangguan ginjal, leukimia limfatik.

Daftar pustaka

Anonim, 2000, Informularium Obat Nasional Indonesia, 204-205, 222-223, 416-418, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Corwin, Elizabeth, J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, 606-607, EGC, Jakarta.

Djuanda, Adhi, 2006, MIMS petunjuk konsultasi, 183, 191, 319, PT. InfoMaster, Jakarta.

Hayes, P.C., Mackay, T.W, 1997, Buku Saku Diagnosis dan Terapi, 393, EGC, Jakarta.