LOOP DIURETICS PADA GAGAL GINJAL AKUT: PRERENAL AZOTEMIA

Posted by Anonymous

A. PENDAHULUAN

Gagal ginjal akut (GGA) merupakan penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang ditandai dengan ketidakmampuan renal (ginjal) untuk mengeluarkan ’sampah’ sisa metabolit (air dan ’sampah’ nitrogen) dan menjaga keseimbangan asam basa. Peningkatan ’sampah’ nitrogen dalam darah (misalnya kreatinin dan nitrogen urea) disebut azotemia. Seseorang dikatakan mengalami GGA bila terjadi peningkatan kadar kreatinin (SrCr) >0,5 mg/dL (untuk SrCr dasar <2,5 mg/dL) dan peningkatan SrCr >1 mg/dL (untuk SrCr dasar >2,5 mg/dL). (Kimble & Anne, 2005)
GGA biasanya dialami oleh pasien rawat inap di RS dan jumlahnya hampir 2 per 3 dari seluruh keluhan yang berkaitan dengan ginjal. GGA yang terjadi sebelum masuk RS (community acquired acute renal failure) sekitar 1% dan ± 75% diantaranya disebabkan berkurangnya aliran darah ginjal (prerenal azotemia). Dari semua pasien GGA, 20-60% memerlukan dialisis sebagai terapi pertama dan 25% diantaranya memerlukan terapi dialisis jangka panjang karena penyakit ginjalnya bertambah parah.

Berdasarkan perkembangan penyakitnya (patogenesis), GGA dipengaruhi oleh beberapa keadaan fisiologis produksi dan eliminasi urin diantaranya:

1. Darah yang mengalir ke glomeruli.
2. Pembentukan dan pengolahan ultrafiltrat oleh glomeruli dan sel tubular.
3. Pengeluran urin melalui ureter, kandung kemih, dan uretra.

Berdasarkan faktor-faktor diatas, GGA dapat dikelompokkan menjadi prerenal azotemia, gagal ginjal akut intrinsik, gagal ginjal akut fungsional dan obstruksi postrenal. Artikel ini hanya membahas GGA bagian prerenal azotemia.

B. PRERENAL AZOTEMIA

Prerenal azotemia disebabkan kurangnya aliran darah ke ginjal (hipoperfusi) dengan atau tanpa hipotensi (tekanan darah kurang dari normal). Hipoperfusi renal disertai hipotensi dapat disebabkan penurunan jumlah cairan tubuh (misalnya dehidrasi) atau penurunan volume darah efektif. Contoh penyakit dimana terjadi penurunan volume darah efektif tanpa pengurangan jumlah cairan tubuh adalah gagal ginjal kongestif dan gagal hati. Hipoperfusi renal tanpa hipotensi umumnya dikarenakan tersumbatnya kedua pembuluh arteri ginjal atau satu pembuluh arteri pada pasien dengan satu ginjal yang berfungsi. Sumbatan ini dapat diakibatkan oleh kolesterol maupun maupun thrombus (sumbatan karena ada darah yang membeku).

Keadaan diatas tidak menyebabkan kerusakan pada ginjal. Akan tetapi, kondisi hipoperfusi yang terus menerus menyebabkan ginjal kekurangan darah (iskemik) yang berakhir pada kematian sel tubulus (acute tubular necrosis). Sel tubulus berfungsi untuk menjaga keadaan normal tubuh dengan cara reabsorbsi (penyerapan kembali). Hal tersebut akan memperparah penyakit ginjal.

C. SASARAN, TUJUAN DAN STRATEGI TERAPI

Sasaran dari terapi GGA adalah penyebabnya. Penyebab dari prerenal azotemia adalah hipoperfusi renal. Dengan demikian, tujuan terapinya adalah menghilangkan hipoperfusi renal sembari menunggu ginjal pulih dan berfungsi dengan baik serta mencegah keparahan yang mungkin terjadi. Strategi yang diterapkan untuk menghadapinya adalah terapi tanpa obat (non farmakologis) dan terapi obat (terapi farmakologis). Terapi non farmakologis berupa terapi hidrasi. Terapi ini merupakan terapi pertama yang harus dilakukan dan cairan yang digunakan adalah NaCl 0,45% atau 0,9%. Terapi hidrasi yang cukup dapat meningkatkan perfusi renal dan menurunkan kerja dari sel tubulus. Harus diperhatikan agar pasien tidak mengalami over hidrasi khususnya pasien yang mengalami disfungsi ventrikular kiri atau preexisting liver. Hindari juga penggunaan obat-obat yang bersifat nefrotoksik (racun bagi ginjal) yaitu penisilin, ciprofloksasin, amfoterisin B, golongan aminoglikosida dan sulfonamid. Terapi farmakologis akan dibahas pada bagian selanjutnya.

D. OBAT PILIHAN : Diuretika Kuat (Loop Diuretic)

1. Nama generik: Furosemid

Nama dagang di Indonesia: Afrosic (produksi Heroic), Arsiret (Meprofarm), Diurefo (Pyridam), Farsiretic (Ifars), Farsix (Fahrenheit), Furosix (Landson), Gralixa (Graha Farma), Husamid (Gratia Husada Farma), Impugan (Alpharma), Lasix (Aventis), Laveric (Harsen), Mediresix (First Medipharma), Uresix (Sanbe Farma), Yekasix (Yekatria Farma)

Indikasi: edema, oliguria (urin yang dihasilkan < 400 ml/hari) karena gagal ginjal

Kontraindikasi: keadaan prakoma karena sirosis (pengerasan) hati, gagal ginjal dengan anuria (urin yang dihasilkan < 50 ml/hari)

Bentuk sediaan: Tablet 40 mg; Injeksi 10 mg/ml

Dosis, aturan pakai:

Dosis oral (tablet) pada oliguria

Dosis awal : 250 mg sehari; jika diperlukan dosis lebih besar, tingkatkan bertahap dengan 250 mg, dapat diberikan setiap 4-6 jam sampai dosis maksimal tunggal 2 g (jarang digunakan).

Dosis (injeksi) intramuscular atau intravena lepas lambat

Dosis awal 20-50 mg; Anak-anak 0,5 -1,5 mg/kg dengan dosis harian maksimal 20 mg

Dosis (injeksi) intravena pada oliguria

Dosis awal 250 mg selama 1 jam (kecepatan tidak lebih dari 4 mg/menit), jika tidak tercapai output urin yang diinginkan lanjutkan dengan dosis 500 mg selama 2 jam. Jika belum tercapai, lanjutkan lagi dengan dosis 1 g selama 4 jam; jika respon masih tidak memuaskan, mungkin diperlukan dialisis; dosis efektif (sampai dengan 1 g) dapat diulang setiap 24 jam

Efek samping: hiponatremia, hipomagnesia, hipokalemia (kekurangan ion natrium, kalium dan magnesium), alkalosis hipokloremik, ekskresi kalsium meningkat; jarang terjadi mual, gangguan pencernaan, hiperuricemia dan gout (penyakit asam urat); hiperglikemia (jarang terjadi jika dibandingkan golongan thiazid), kadar kolesterol dan trigliserid meningkat yang bersifat sementara; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas dan depresi sumsum tulang (hentikan pengobatan), pankreatitis (terjadi pada dosis besar injeksi), tinitus dan ketulian (biasanya karena pemberian dosis injeksi yang besar dan cepat, serta pada gangguan ginjal)

Resiko khusus (harus diperhatikan pada pasien dengan kondisi berikut): Hipotensi; kehamilan dan menyusui; dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; memperburuk Diabetes Mellitus; gagal hati, pembesaran prostat

2. Nama generik: Bumetanid

Nama dagang di Indonesia: Burinex (Leo Pharmaceutical)

Indikasi: edema, oliguria (urin yang dihasilkan < 400 ml/hari) karena gagal ginjal

Kontraindikasi: keadaan prakoma karena sirosis (pengerasan) hati, gagal ginjal dengan anuria (urin yang dihasilkan < 50 ml/hari)

Bentuk sediaan: Tablet 1 mg; Injeksi 0,5 mg/2 ml

Dosis, aturan pakai:

Dosis oral (tablet) Satu mg pada pagi hari, ulangi setelah 6-8 jam jika perlu; kasus yang parah 5 mg sehari dengan pilihan meningkatkan sejumlah 5 mg setiap 12-24 jam tergantung respon; Usia Lanjut, 0,5 mg sehari mungkin cukup

Dosis (injeksi) intravena 1-2 mg, ulangi setelah 20 menit; Usia Lanjut, 0,5 mg sehari mungkin cukup

Dosis (infus) intravena 2-5 mg selama 30-60 menit; Usia Lanjut, 0,5 mg sehari mungkin cukup

Dosis (infus) intravena Dosis awal 1 mg kemudian disesuaikan terhadap respon; Usia Lanjut, 0,5 mg sehari mungkin cukup

Efek samping: lihat pada Furosemid; sakit kepala, lelah, myalgia (nyeri otot)

Resiko khusus (harus diperhatikan pada pasien dengan riwayat berikut): Hipotensi; kehamilan dan menyusui; dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; memperburuk Diabetes Mellitus; gagal hati, pembesaran prostat

3. Nama generik: Torasemid

Nama dagang di Indonesia: Unat (Boehringer Mannheim)

Indikasi: edema, hipertensi

Kontraindikasi: keadaan prakoma karena sirosis (pengerasan) hati, gagal ginjal dengan anuria (urin yang dihasilkan < 50 ml/hari)

Bentuk sediaan: Tablet 2,5 mg, 5 mg, 10 mg; Injeksi 5 mg/ml

Dosis, aturan pakai:

Edema Lima mg sekali sehari, lebih baik pada pagi hari, tingkatkan jika diperlukan sampai 20 mg sekali sehari; maksimal 40 mg sehari

Hipertensi 2,5 mg sehari, tingkatkan jika diperlukan sampai 5 mg sekali sehari

Efek samping: lihat pada Furosemid; mulut kering

Resiko khusus (harus diperhatikan pada pasien dengan riwayat berikut): Hipotensi; hindarkan pada kehamilan dan menyusui; dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; memperburuk Diabetes Mellitus; gagal hati, pembesaran prostat

DAFTAR PUSTAKA

_______, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

_______, 2006, British National Formulary, BMJ Publishing Group Ltd and RPS Publishing 2006, London

_______, 2006, Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 41, PT Anem Kosong Anem (AKA), Jakarta

Dipiro, Joseph T., 1997, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 3rd edition, Apleton & Lange, London

Kimble K., dkk., 2005, Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs 8th edition, Lippincott Williams & Wilkins, USA