Epilepsi adalah suatu gangguan pada susunan saraf pusat yang timbul secara spontan dalam episode singkat dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang dan biasanya disertai kejang (konvulsi). Kejang yang dialami oleh pasien epilepsi disebabkan adanya perubahan aktivitas syaraf yang berupa pelepasan muatan listrik secara berlebihan. Beberapa kejadian seperti trauma fisik (benturan atau memar) pada otak, berkurangnya aliran darah yang membawa oksigen ke otak, pendesakan karena tumor, sclerosis jaringan otak dipercaya sebagai penyebab terjadinya perubahan anatomis (meliputi bentuk dan struktur) dan perubahan biokimiawi pada sel-sel atau lingkungan sekitarnya. Perubahan anatomis dan biokimiawi ini yang nantinya akan menyebabkan perubahan aktivitas syaraf yang kemudian menyebabkan kejang.
Serangan epilepsi pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu serangan kejang sebagian, (partial seizure) dimana jenis kejang ini melibatkan sebagian kecil daerah di otak, dan serangan kejang merata (generalized seizure) dimana jenis ini melibatkan seluruh otak sejak otak aktif. Serangan atonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan unilateral adalah tipe serangan epilepsi generalized seizure yang sering terjadi pada anak-anak. Tipe serangan klonik adalah campuran gelombang cepat dan lambat dengan hilangnya ketegangan dan ketegapan sikap diikuti klonik bilateral.Ciri serangan tipe klonik adalah aktivitas cepat, voltase rendah atau irama cepat.
Data WHO menunjukkan bahwa lebih dari 50 juta penderita epilepsi di seluruh dunia dimana 85% dari total penderita hidup di negara berkembang, dan salah satunya adalah Indonesia. Penderita epilepsi selalu bertambah setiap tahunnya dan diperkirakan pertambahan 2,4 juta kasus setiap tahunnya. Setengah dari total kasus epilepsi telah diderita semenjak pasien masih anak-anak atau remaja. Penyebab epilepsi yang sering dialami oleh pasien anak adalah karena bawaan lahir, inflamasi yang didapat, kecenderungan genetik, trauma, ketidakseimbangan neuro chemical, subselluler neurotransmitter, infeksi, dan proses neoplastik.
Ada banyak pertimbangan dalam memilih obat yang sesuai untuk pasien epilepsi, diantaranya tipe seizure (kejang), umur pasien, jenis kelamin, faktor ekonomi, pola hidup, dan faktor keluarga. Pengobatan epilepsi pada anak sangat perlu diperhatikan karena berkaitan dengan perkembangan otak pada masa pertumbuhan. Beberapa anak yang mendapatkan pengobatan dengan antiepilepsi dilaporkan mengalami kesulitan untuk berbicara.
Sasaran terapi untuk penderita epilepsi dengan mengurangi frekuensi terjadinya serangan dan mencegah keparahan penyakit. Tujuan terapinya adalah aktivitas listrik syaraf yang berlebihan.
Strategi dalam pengobatan epilepsi strategi terapi yang dapat digunakan ada dua, yaitu farmakologi dan non farmakologi. Secara farmakologi dengan memberikan obat yang mempunyai mekanisme kerja dengan memodifikasi penghantaran ion, menghambat transmisi GABAergik, dan menghambat aktivitas eksitatori (glutamatergik). Menurut Kalra obat antiepilepsi yang digunakan pada pediatri sebaiknya obat tunggal dengan peningkatan dosis yang bertahap. Penggunaan carbamazepine pada bayi sebaiknya dihindari karena akan memacu keparahan terjadinya kejang tipe kompleks. Selama dua sampai tiga minggu dosis terapi yang digunakan adalah dosis rendah. Jika kejang yang terjadi semakin parah maka dosis ditingkatkan hingga mencapai dosis terapi maksimum. Jika keadaan tidak membaik maka obat dapat diganti dengan obat antiepilepsi yang lain. Penggantian dengan obat antiepilepsi yang baru harus dilakukan monitoring. Jika kejang tetap terjadi dan tidak ada perbaikan, maka digunakan politerapi. Terapi secara non farmakologi dengan memperhatikan makanan yang dikonsumsi (pada pasien pediatric disarankan untuk melakukan diet ketogenik), pembedahan syaraf, dan menghindari stress karena akan memacu terjadinya serangan.
OBAT PILIHAN
Carbamazepine
Indikasi
Carbamazepin diindikasikan untuk kejang sebagian dengan gejala yang kompleks (psychomotor, temporal lobe), kejang tonik-klonik (grand mal), pola kejang campuran, neuralgia trigeminal. Unlabelled use: mengobati schizophrenia resisten, penghentian alcohol, gangguan atau stress traumatis.
Kontraindikasi
Carbamazepine dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitivitas terhadap carbamazepine, antidepressant trisiklik, depresi sumsum tulang belakang, dalam terapi dengan inhibitor MAO selama 14 hari, kehamilan.
Dosis
Penggunaan dosis berdasarkan respons pasien dan konsentrasi carbazepine dalam serum.
Epilepsi:
Anak <> 12 tahun dan dewasa, dosis awal: 200 mg dua kali sehari (tablet) atau 400 mg sehari terbagi menjadi 4 kali pemberian. Dosis maksimum yang direkomendasikan, anak (12-15 tahun) 1000 mg/hari, anak (> 15 tahun): 1200 mg/hari, dewasa 1600 mg/hari dan beberapa pasien membutuhkan 1.6-2,4 g/hari.
Efek Samping, frekuensi terjadinya efek samping tidak dilaporkan
Kardiovaskular: Arrhytmia, bradikardi, nyeri dada, CHF, edema, hiper/hypotension, lymphadenopathy, tromboembolisme, tromboplebitis. CNS: Amnesia, ansietas, ataksia, kebingungan, sakit kepala, sedasi. Dermatologi: perubahan pigmentasi kulit, erythema multiforme, steven-johnson syndrome, reaksi fotosensitivitas, urtikaria. Gastrointestinal: nyeri pada perut, anoreksia, konstipasi, diare, dyspepsia, nausea, pankreatitis, vomiting. Hati: jaundice, uji fungsi hati menunjukkan abnormal. Neuromuskular & tulang: nyeri punggung, nyeri. Mata: pandangan kabur, konjungtivitis, nystagmus. Telinga: hiperakusis, tinnitus.
Resiko khusus:
Pada wanita hamil dengan factor resiko D. Carbamazepine dapat melewati sawar plasenta sehingga menyebabkan kerusakan tulang tengkorak, kerusakan jantung,
Penggunaan pada ibu menyusui perlu diperhatikan karena carbazepine dapat memasuki ASI.
Pada pasien dengan riwayat gagal jantung, hati, atau ginjal berpotensi menyebabkan abnormalitas sel darah yang fatal.
Bentuk Sediaan:
Tablet, tablet kunyah
Tablet lepas control : jangan digunakan jika terdapat kerusakan.
Kapsul salut selaput : dapat diberikan dengan atau tanpa makanan, jangan dihancurkan atau dikunyah.
Sirup : Penggunaan bentuk sediaan sirup carbamazepine sebaiknya hindari penggunaan bersamaan dengan obat cair atau diluen yang lain. Jika digunakan bentuk sediaan sirup maka dosis awal yang diberikan sebaiknya dalam dosis yang rendah dan naik bertahap secara perlahan untuk menghindari efek samping yang tidak diharapkan. Penggunaannya sebaiknya bersamaan dengan makan.
Informasi tambahan
Carbamazepine dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada saluran pencernaan, oleh karena itu minum air yang banyak atau makanan dalam jumlah yang cukup untuk menghindari ketidaknyamanan pada saluran pencernaan.
Nama Dagang
* Bamgetol® (Mersifarma TM) kapsul salut selaput 200 mg.
* Carbamazepine Indofarma® tablet 200 mg.
* Tegretol ® (Novartis) tablet 200 mg, tablet kunyah 100 mg, tablet lepas control 200 mg, sirup 100 mg/5 ml.
* Teril® (Merck) tablet 200 mg
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2007, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 6, Info Master, Jakarta.
DiPiro, T.J., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Pasey, L.M., 2005, Pharmacoteraphy: A Pathophysiological Approach, 6th Edition, McGraw Hill Inc, USA
Kalra, V., Indian Journal of Pediatrics, Volume 70, 2003, Management of Childhood Epilepsi, http: www.ijppediatricsindia.org
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook, 14th Edition, Lexicomp, Inc., USA
Home » Pediatri » artikel Penggunaan Carbamazepine pada Pasien Pediatri
artikel Penggunaan Carbamazepine pada Pasien Pediatri
Posted by Anonymous
Labels:
Carbamazepine,
Epilepsi,
neurotransmitter,
pasien,
Pediatri