MAKALAH REGIMEN DOSIS

Posted by Anonymous

Respon terapetik dan tokisistas merupakan peristiwa yang ditimbulkan sebagai akibat proses farmakodinamik dan farmokinetik. Dimana farmakodinamik merupakan hubungan antara konsentrasi obat pada tempat aksi (reseptor) dan respon farmakologi yang meliputi proses biokimia dan efek fisiologi yang dipengaruhi oleh interaksi obat dengan reseptor. Sedangkan farmakokinetika mempelajari nasib obat yang meliputi absorbsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi didalam tubuh secara kuantitatif. Dari respon terapetik dan toksisitas akan didapatkan regimen dosis dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
Aktivitas toksisitas

- Farmakokinetik

- Faktor klinis

- Faktor yang lain



Aktivitas toksisitas

Aktivitas toksisitas berkaitan dengan beberapa hal seperti yang dijelaskan di bawah :

· Range terapetik

Dalam praktek pemberian obat pada umumnya didasarkan atas dosis rata-rata, yaitu dosis yang diperkirakan memberikan efek terapeutik dengan efek samping minimal. Pada pemberian obat kepada pasien, seorang dokter harus mengatur dosis obat agar kadar obat dalam plasma tetap berada dalam jendela terapi, oleh karena itu perlu dilakukan monitoring terapi obat (pemeriksaan secara berkala kadar obat dalam darah) guna membantu klinisi dalam menetapkan dosis obat yang dapat menyembuhkan atau mengobati penyakit penderita. Manfaat dari monitoring terapi obat antara lain untuk memilih obat yang tepat, untuk merancang regimen dosis, mengevaluasi respon pasien, untuk menentukan perhitungan konsentrasi serum obat, menentukan kadar obat.

· Efek samping

Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui. Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:

1. Kegagalan pengobatan,

2. Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-induced disease atau iatrogenic disease), yang semula tidak diderita oleh pasien,

3. Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi, memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak ekonomik).

4. Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat.

· Hubungan konsentrasi dan efek

Tinggi rendahnya kadar obat dalam cairan darah merupakan hasil dari besarnya dosis yang diberikan, dan pengaruh-pengaruh proses-proses alami dalam tubuh mulai dari absorpsi, distribusi, metabolisme sampai ekskresi obat. Perlu ada penelitian klinis yang terkontrol guna memperlihatkan adanya hubungan antara kadar plasma dengan respon klinis. Disain dari penelitian seperti ini tergantung pada respon yang dituju, yaitu mungkin efek terapeutik atau efek toksik atau kedua-duanya.

Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat penting artinya untuk menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan



Farmakokinetik

Farmakokinetik adalah cabang farmakologi yang dikaitkan dengan penentuan nasib obat dalam tubuh, yang mencakup absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Efektivitas suatu senyawa obat pada pemakaian klinik berhubungan dengan farmakokinetik suatu senyawa dari suatu bentuk sediaan yang ditentukan oleh ketersediaan hayatinya (bioavailabilitasnya). Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses. Pada klinik pemberian obat yang terpenting harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Hal ini penting, karena terdapat beberapa jenis obat tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik, namun akan dimetabolisme oleh enzim didinding usus pada pemberian oral atau dihati pada lintasan pertamanya melalui organ- organ tersebut. Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan penyebaran didalam tubuh, yaitu :

a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak.

b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan lemak.

Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehigga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Eliminasi obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi (dalam bentuk asalnya). Obat (metabolit polar) lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini resultante dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.



Faktor Klinis

Faktor klinis terbagi menjadi dua, yaitu faktor klinis yang di pengaruhi oleh pasien, dan juga yang dipengaruhi oleh terapi. Faktor klinis yang dipengaruhi oleh pasien menyangkut beberapa hal, antara lain faktor Umur. Kebanyakan obat digunakan oleh banyak orang dari berbagai tingkatan umur, hal ini mempengaruhi regimen dosis.

Pada anak-anak. Secara umum jalur eliminasi obat (hepar dan ginjal) sangat minim pada bayi yang baru lahir, dan juga pada bayi yang premature. Hal ini disebabkan karena factor fisiologis dari bayi yang tidak biasa, dimana dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan dari terapi.

Jalur kliren obat sangat dipengaruhi oleh perubahan fisiologi (bayi, premature, dan saat pubertas). Pada perkembangan bayi di tahun pertama, kliren metabolit obat sangat minim. Pada saat pubertas kliren akan mengalami penurunan lebih cepat pada perempuan daripada pada laki-laki.

Perbedaan farmakodinamik ditemukan antara anak-anak dan orang dewasa hal ini dapat mempengaruhi outcome terapi yang tidak diinginkan, dan juga adverse effect. Namun tidak selamanya penggunaan obat pada anak-anak dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Contohnya, sekalipun pada penggunaan asam valproic pada anak-anak dapat menimbulkan hepatotoksik lebih tinggi dibanding pada orang dewasa, namun pada penggunaan isoniasid dan asetaminofen, efek hepatotoksisitasnya lebih rendah.

Pada orang tua. Perubahan farmakokinetik di dalam tubuh merupakan hasil dari perubahan komposisi tubuh dan fungsi dari organ eliminasi. Pengurangan masa tubuh, albumin serum,total air di dalam tubuh, dan peningkatan jumlah lemak di dalam tubuh mempengaruhi perubahan distribusi obat (hubungannya dengan solubilitas di dalam lemak serta ikatannya dengan protein). Pada orang tua kliren mengalami penurunan, hal ini dikarenakan fungsi ginjal yang menurun sekitar 50%. Aliran darah pada hepar dan fungsi dari enzim pemetabolisme obat juga menurun pada orang tua. Eliminasi dari obat meningkat sebagai akibat dari volume distribusi yang meningkat (lipid-soluble drugs) dan atau berkurangnya fungsi ginjal atau kliren metabolit.

Perubahan farmakodinamik juga merupakan faktor penting dalam pengobatan pada orang tua. Perubahan fisiologis dan berkurangnya homeostasis dapat menyebabkan peningkatan sensitifitas terhadap efek obat yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, terjadinya hipotensi dari pengobatan psikotropik, dan hemorrhage dari pengobatan antikoagulan.

Keberadaan status penyakit yang lain. Hal ini juga mempengaruhi regimen dosis. Sebagai contoh pengobatan pada orang yang memiliki gangguan pada ginjal berbeda dengan pengobatan pada orang normal, hal ini dikarenakan gangguan ginjal menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga dapat menurunkan kliren metabolit obat dalam tubuh. Oleh karena itu perlu adanya penyesuaian dosis, sehingga tidak terjadi efek toksis, karena peningkatan kadar obat dalam darah. Selain itu pada orang yang memiliki kelainan pada hepar, juga perlu adanya penyesuaian dosis obat, hal ini dikarenakan fungsi utama hepar sebagai organ pemetabolisme mengalami penurunan, sehingga apabila tidak disesuaikan dosisnya, dapat menimbulkan toksisitas atau ketidak tercapaian efek terapi.

Faktor terapi. Faktor ini berhubungan dengan terapi dan berbagai macam obat, dimana pemberian tersebut dapat menimbulkan interaksi antar obat. Interaksi antar obat merupakan aktivitas dari obat yang dapat mengubah intensitas efek farmakologi obat lainnya yang diberikan secara bersamaan. Pengaruh yang ditimbulkan dapat meningkatkan maupun mengurangi efek dari obat tersebut.



Faktor lain

· Rute Pemberian

Injeksi intravena tidak memerlukan absorpsi obat namun apabila rute pemberian secara per oral, obat harus mengalami absorbsi, distribusi, biotransformasi yang menyebabkan obat tersebut diperlukan penyesuaian dosis agar efek terapetik yang diinginkan tercapai.



· Bentuk Sediaan

Formulasi sediaan obat juga berhubungan dengan rute pemberian obat, apabila bentuk tablet yang digunakan per oral diperlukan perkiraan dosis yang tepat karena panjangnya rute perjalanan obat yang dilalui secara per oral dan terjadinya first pass pada hepar.

· Tolerance-dependence

Toleransi dapat terjadi sebagai hasil dari penginduksian sintesis pada enzim mikrosomal hepar yang terlibat dalam biotransformasi obat. Faktor yang terpenting pada pengembangan toleransi terhadap opioid, barbiturate, etanol, dan nitrat organic yang merupakan jenis dari adaptasi selular yang dikenal dengan istilah toleransi farmakodinamik; banyak mekaisme yang mempengaruhi, termasuk perubahan jumlah, afinitas, atau fungsi dari reseptor obat maka diperlukan penyesuaian dosis agar dosis terapi yang digunakan masih berada dalam jendela terapetik.

· Pharmacogenetics-idiosyncracy

Idiosinkrasi didefinisikan sebagai factor genetic yang menimbulkan reaksi abnormal suatu senyawa kimia, contohnya, banyak pria kulit hitam (sekitar 10%) mengalami anemia hemolitik yang serius ketika mereka mengkonsumsi primakuin sebagai terapi antimalaria.

· Interaksi Obat

Interaksi obat dapat mengubah respon terapi pasien sehingga diperlukan perhatian khusus ketika terjadi perubahan dalam penyesuaian dosis, dan obat yang tidak dibutuhkan tidak diteruskan penggunaannya. Interaksi obat seringkali digunakan secara efektif dengan adanya penyesuaian dosis atau modifikasi terapetik lainnya.

· Harga

Harga merupakan hal yang crusial apalagi bagi sebagian pasien yang berasal dari golongan menengah kebawah. Sehingga, seorang dokter dapat melakukan penyesuaian dosis yang memungkinkan keterjangkauan harga terhadap pasien tersebut.



Goodman, Alfred 2001, The Pharmacological Basis of Therapeutics, 56-57, 52-54, 69-70, Tenth Edition, Mc Graw-Hill, North America

Shargel, Leon, Andrew Yu, 1999, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 476-477, Fourth Edition, Appleton and Lange, United States of America

http://www.farklin.com/images/multirow3fdd269e975ed.pdf

http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/cdk_037_farmakokinetika_klinik.pdf