PENGGUNAAN PENCAHAR STIMULAN UNTUK MENGOBATI KONSTIPASI

Posted by Anonymous

Makanan yang masuk ke dalam tubuh akan melalui lambung, usus halus, dan akhirnya menuju usus besar/kolon. Di dalam kolon inilah terjadi penyerapan cairan dan pembentukan massa feses. Bila massa feses berada terlalu lama dalam kolon, jumlah cairan yang diserap juga banyak, akibatnya konsistensi feses menjadi keras dan kering sehingga dapat menyulitkan pada saat pengeluaran feses. Konstipasi merupakan suatu kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan defekasi akibat tinja yang mengeras, otot polos usus yang lumpuh maupun gangguan refleks defekasi (Arif & Sjamsudin, 1995) yang mengakibatkan frekuensi maupun proses pengeluaran feses terganggu.
Frekuensi defekasi/buang air besar (BAB) yang normal adalah 3 sampai 12 kali dalam seminggu. Namun, seseorang baru dapat dikatakan konstipasi jika ia mengalami frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu, disertai konsistensi feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran feses besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta mengalami sensasi rasa tidak puas pada saat BAB (McQuaid, 2006). Orang yang frekuensi defekasi/BAB-nya kurang dari normal belum tentu menderita konstipasi jika ukuran maupun konsistensi fesesnya masih normal. Konstipasi juga dapat disertai rasa tidak nyaman pada bagian perut dan hilangnya nafsu makan.

Konstipasi sendiri sebenarnya bukanlah suatu penyakit, tetapi lebih tepat disebut gejala yang dapat menandai adanya suatu penyakit atau masalah dalam tubuh (Dipiro, et al, 2005), misalnya terjadi gangguan pada saluran pencernaan (irritable bowel syndrome), gangguan metabolisme (diabetes), maupun gangguan pada sistem endokrin (hipertiroidisme).

TREATMENT KONSTIPASI

Sasaran Terapi Konstipasi yaitu: (1) massa feses, (2) refleks peristaltik dinding kolon. Tujuan Terapinya adalah menghilangkan gejala, artinya pasien tidak lagi mengalami konstipasi atau proses defekasi/BAB (meliputi frekuensi dan konsistensi feses) kembali normal. Strategi Terapi dapat menggunakan terapi farmakologis maupun non-farmakologis. Terapi non-farmakologis digunakan untuk meningkatkan frekuensi BAB pada pasien konstipasi, yaitu dengan menambah asupan serat sebanyak 10-12 gram per hari dan meningkatkan volume cairan yang diminum, serta meningkatkan aktivitas fisik/olah raga. Sumber makanan yang kaya akan serat, antara lain: sayuran, buah, dan gandum. Serat dapat menambah volume feses (karena dalam saluran pencernaan manusia ia tidak dicerna), mengurangi penyerapan air dari feses, dan membantu mempercepat feses melewati usus sehingga frekuensi defekasi/BAB meningkat (Dipiro, et al, 2005).

Sedangkan terapi farmakologis dengan obat laksatif/pencahar digunakan untuk meningkatkan frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi feses yang kering dan keras. Secara umum, mekanisme kerja obat pencahar meliputi pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah kolon, yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi organ yang mensekresikan air dan elektrolit (Dipiro, et al, 2005). Obat pencahar sendiri dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: (1) pencahar yang melunakkan feses dalam waktu 1-3 hari (pencahar bulk-forming, docusates, dan laktulosa); (2) pencahar yang mampu menghasilkan feses yang lunak atau semi-cair dalam waktu 6-12 jam (derivat difenilmetan dan derivat antrakuinon), serta (3) pencahar yang mampu menghasilkan pengluaran feses yang cair dalam waktu 1-6 jam (saline cathartics, minyak castor, larutan elektrolit polietilenglikol).

Pencahar yang melunakkan feses secara umum merupakan senyawa yang tidak diabsorpsi dalam saluran pencernaan dan beraksi dengan meningkatkan volume padatan feses dan melunakkan feses supaya lebih mudah dikeluarkan. Pencahar bulk-forming meningkatkan volume feses dengan menarik air dan membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan merangsang gerak peristaltik. Penggunaan obat pencahar ini perlu memperhatikan asupan cairan kedalam tubuh harus mencukupi, jika tidah bahaya terjadi dehidrasi.

Derivat difenilmetan yang biasa digunakan adalah bisakodil dan fenolptalein. Senyawa-senyawa ini merangsang sekresi cairan dan saraf pada mukosa kolon yang mengakibatkan kontraksi kolon sehingga terjadi pergerakan usus (peristaltik) dalam waktu 6-12 jam setelah diminum, atau 15-60 menit setelah diberikan melalui rektal. Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang karena bersifat karsinogen. Senyawa ini tidak direkomendasikan untuk digunakan tiap hari. Jarak antara setiap kali penggunaan harus cukup lama, sekitar beberapa minggu, untuk mengobati konstipasi ataupun untuk mempersiapkan pengosongan kolon jika diperlukan untuk pembedahan.

Saline cathartics merupakan garam anorganik yang mengandung ion-ion seperti Mg, S, P, dan sitrat, yang bekerja dengan mempertahankan air tetap dalam saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang kemudian merangsang pergerakan usus (peristaltik). Selain itu, Mg juga merangsang sekresi kolesitokinin, suatu hormon yang merangsang pergerakan usus besar dan sekresi cairan. Senyawa ini dapat diminum ataupun diberikan secara rektal. Pencahar saline ini juga dapat digunakan untuk mengosongkan kolon dengan cepat sebagai persiapan sebelum pemeriksaan radiologi, endoskopi, dan pembedahan pada bagian perut (Gangarosa & Seibertin, 2003).

Secara umum, penggunaan pencahar untuk mengatasi konstipasi sebaiknya dihindari. Namun, jika konstipasi yang terjadi dapat menimbulkan keparahan kondisi pasien, misalnya pada pasien wasir atau pasien yang baru menjalani pembedahan perut, penggunaan obat pencahar sangat diperlukan. Berikut adalah obat yang dipilih untuk digunakan mengatasi konstipasi yang tidak cukup jika diatasi hanya dengan fiber:

NAMA GENERIK : Bisacodyl.

NAMA DAGANG DI INDONESIA : Dulcolax®, Bicolax®, Codylax®, Laxacod®, Laxamex®, Melaxan®, Prolaxan®, Stolax®, Toilax®.

INDIKASI

Konstipasi; sebelum prosedur radiologi dan bedah. Semua bentuk sembelit, memudahkan buang air besar pada kondisi dengan rasa sakit seperti pada hemorrhoid (wasir), pengosongan lambung-usus sebelum & sesudah operasi.

KONTRA INDIKASI

Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami sumbatan pada usus (ileus), kondisi pembedahan perut akut, maupun dalam kondisi dehidrasi berat.

PERHATIAN

Penggunaan senyawa ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan kram perut yang parah dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, juga tidak boleh digunakan untuk pasien hamil dan menyusui.

EFEK SAMPING

Jarang: rasa tidak enak pada perut, diare.

BENTUK SEDIAAN

Tablet 5 mg (Bicolax®, Codylax®, Laxacod®, Laxamex®, Melaxan®, Prolaxan®, Toilax®) dan 10 mg (Dulcolax®, Stolax®).

DOSIS

Untuk konstipasi, dewasa: 5-10 mg malam hari; kadang-kadang perlu dinaikkan menjadi 15-20 mg. Anak kurang dari 10 tahun : 5 mg.

Pemeriksaan radiografik, sebelum dan sesudah operasi :

- dewasa : 2-4 tablet pada malam sebelum pemeriksaan dan 1 suppositoria pada pagi harinya (di hari pemeriksaan).

- anak-anak berusia 4 tahun atau lebih : 1 tablet pada sore hari sebelum pemeriksaan dan 1 suppositoria pada pagi harinya (di hari pemeriksaan).

PUSTAKA

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, hal. 32-33, Sagung Seto, Jakarta

Arif, A., Sjamsudin, U., 1995, Obat Lokal dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, hal. 509, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. (editors), 2005, Pharmacotherapy: A Phatophysiologic Approach, 6th Edition, p.684-689, McGraw-Hill, United States of America.

Gangarosa, L.M., Seibert, D.G., 2003, E-book: Modern Pharmacology With Clinical Application, 6th Edition, p.474-476

McQuaid, K.R, 2006, E-book: Current Medical Diagnosis & Treatment: Allimentary Tract, 45th Edition, p.541-544, McGraw-Hill, United States of America