Makalah Respon Terapetik dan Toksisitas

Posted by Anonymous

Respon Terapetik dan Toksisitas
Dari judul diatas apa yang terlintas di benak kita??? Apa itu respon terapetik dan apa itu toksisitas? Apa kaitan antara tema diatas dengan mata kuliah farmakokinetika klinik?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut hendaknya kita paham tentang pengertian dari farmakokinetika klinik, respon terapetik dan toksisitas serta kaitan atau hubungan ketiganya. Farmakokinetika klinik merupakan penerapan prinsip farmakologi dalam penanganan suatu penyakit. Adapun prinsip farmakologi berkaitan dengan farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik dapat diartikan sebagai nasib obat didalam tubuh atau hal-hal yang dialami obat hingga mencapai cairan plasma, sedangkan farmakodinamik menyatakan pengaruh kerja obat dalam tubuh hingga memberikan efek tertentu. Respon terapeutik dapat diartikan sebagai hasil kerja obat hingga mencapai efek yang diinginkan dari penggunaan obat tersebut. Sedangkan toksisitas dapat diartikan sebagai suatu efek yang tidak diinginkan dari suatu penggunaan obat yang digunakan dengan dosis yang lazim digunakan.
Diketahui bahwa intensitas efek farmakologik suatu obat tergantung pada kadar obat tersebut dalam cairan tubuh yang berada disekitar tempat aksi. Dengan demikian timbul pemikiran bahwa mestinya efek farmakologik dapat dioptimalkan dengan mengatur kadar obat di tempat aksinya, selama periode waktu tertentu. Lebih lanjut, dengan mengetahui tempat aksi obat dan mengetahui perubahan-perubahan yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat (absorpsi, distribusi obat ke tempat aksi dan eliminasinya), maka dapat dilakukan penelitian-penelitian untuk mencari dosis optimal, berdasarkan kadar obat yang terukur dalam darah.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa efek suatu obat (onset dan durasi) sangat dipengaruhi oleh kecepatan untuk mencapai kadar maksimum (Cm) dan waktu obat dieliminasi. Terdapat 4 kemungkinan yang terjadi yaitu, jika :
1. Distribusi cepat dan eliminasi lambat.
2. Distribusi lambat dan eliminasi cepat
3. Distribusi cepat dan eliminasi juga cepat
4. Distribusi lambat dan eliminasi juga lambat
Therapeutic Drug Monitoring (TDR)
Pada penjelasan diatas sangat ditekankan bahwa untuk memberikan suatu efek, obat harus mencapai kadar maksimumnya pada cairan tubuh. Pernyataan ini dapat kita anggap benar, namun kita harus ingat bahwa belum tentu dengan kadar yang maksimum (sangat pekat) dalam darah, suatu obat memberikan efek terapetik (menyembuhkan), ada kemungkinan bahwa kadar yang maksimum tersebut malah dapat memberikan suatu efek yang toksik. Oleh karena itu pada penjelasan selanjutnya penulis akan mencoba menjelaskan rentang efek terapi dan efek toksik suatu obat.
Setiap obat mempunyai batas / range konsentrasi untuk memberikan efek terapi dan efek toksik. Range ini disebut sebagai jendela terapi/therapeutic drug monitoring (TDM). Ada tiga daerah yang harus diperhatikan pada TDM, yaitu:
 KEM (Konsentrasi Efektif Minimum), menyatakan batas terendah suatu obat untuk memberikan efek. Jika konsentrasi obat dalam plasma dibawah KEM maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi.
 Jendela terapi, merupakan daerah suatu obat untuk memberikan efek terapi
 KTM, menyatakan batas atas penggunaan suatu obat. Jika suatu konsentrasi suatu obat diatas KTM maka yang akan muncul adalah efek toksik.
TDR sangat diperlukan untuk menjamin keamanan penggunaan suatu obat seperti,
a) Bila obat mempunyai lingkup terapi sempit, misalnya aminoglikosida,fenitoin
b) Bila obat dipakai dalam jangka waktu lama sehingga ada kekhawatiran akumulasi, misalnya fenitoin dan fenobarbital pada pasien epilepsi,
c). Bila variasi antar individu dalam proses kinetik besar sekali, sehingga meskipun pada dosis lazim mungkin efek terapetik yang terjadi tidak adekuat, atau mungkin malah terlalu besar. Sebagai contoh adalah teofilin untuk bronkodilator pada asma.
Agar tetap masuk dalam jendela terapi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pemberian dosis atau konsentrasi obat berdasarkan berat badan dan luas tubuh pasien (farmakokinetika), kondisi patofisiologi pasien dan melihat daftar medis penggunaan obat pasien selain itu juga penting dalam melihat lama waktu pengunaan obat, atau sudah penggunaan dosis ke berapa, ada tidaknya perubahan dosis.
Adapun TDR sangat berperan dalam penentuan “how much ; how often :how long” seperti :
 Pemilihan obat
 Desain aturan pemakaian obat
 Mengevaluasi respon pasien terhadap obat
 Penentuan kadar obat yang dibutuhkan oleh pasien
 Menunjukkan profil farmakokinetika obat

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ATURAN DOSIS
Adapun factor yang mempengaruhi pemberian dosis obat, adalah :
1. Potensi ketoksikan, antara lain :
a. Jendela terapi, merupakan range daerah batas aman ( antara KEM dan KTM ). Ada beberapa obat yang memiliki jendela terapi yang sempit, sehingga memiliki potensi ketosikan. Untuk mengatasi permasaahan ini, kita harus mengatur antara dosis dan waktu pemberian, sehingga obat tersebut masuk dalam jendela terapi.
b. Adverse drug reaction (ADR), merupakan efek yang tidak diinginkan, yang timbul pada penggunaan obat pada dosis terapi. Untuk meminimalkan ADR yang muncul, maka perlu mengatur dosis dan lama masa serta frekuensi pemberian obat.
c. Efek toksik, merupakan efek yang tidak diinginkan pada penggunaan obat dengan dosis berlebih ( dosis toksik). Contoh : penggunaan parasetamol, bila digunakan pada dosis berlebih, maka salah satunya akan menimbulkan kanker hati atau kerusakan hati. Maka kita harus menggunakan parasetamol dalam dosis terapi.
d. Hubungan antara konsentrasi dan respon
Pada rentang dosis tertentu hubungan antara konsentrasi dan respon dapat menimbulkan efek terapi, tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik. Di mana semakin tinggi konsentrasi, maka respon yang ditimbulkan semakin besar ( respon terapetik dan respo toksik ). Contoh : Loading dose, dengan dosis yang tinggi pada awal pemakaian dapat meingkatkan konsentrasi obat dalam darah dan dapat mempercepat timbulnya respon.
2. Farmakokinetika
a. Absorbsi, merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian sampai ke system sistemik. Banyak factor yang mempengaruhi absorbsi, salah satunya yaitu kecepatan pengosongan lambung.
Obat yang absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan maka dosisnya tidak perlu diubah, tetapi obat yang absorbsinya dipengaruhi oleh makanan maka dalam penggunaannya digunakan sebelum makan atau dapat digunakan setelah makan.
b. Distribusi, merupakan perpindahan obat dari saluran sistemik ke tempat aksinya. Apabila suatu obat memilki waktu paruh yang lama, maka kecepatan distribusi obat semakin cepat dan akan semakin cepat terjadi akumulasi (terjadinya efek toksik). Untuk mengatasi hal tersebut, maka dosis dan cara pemakaiannya harus dikurangi.
c. Metabolisme, merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya ( aktif dan non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan metaboilit aktif semakin banyak, maka respon yang dihasilkan juga akan semakin besar.
d. Ekskresi, berkaitan dengan eliminasi. Dimana semakin cepat eliminasi suatu obat, maka durasinya juga semakin cepat. Untuk mengatasinya maka frekuensi penggunaan obat perlu ditingkatkan agar tetap masuk dalam jendela terapi.
3. Factor klinik
a. Keadaan pasien
- Umur dan berat badan, pengaturan suatu dosis obat dipengaruhi oleh umur ini berkaitan dengan fungsi organ. Fungsi organ pada bayi belum dapat berfungsi secara optimal, sedangkan pada manula fungsi organnya sudah mengalami penurunan., Berat badan juga mempengaruhi pengaturan dosis, maka sebaiknya pengaturan dosis berdasarkan berat badan pasien.
- Kondisi pasien yang diterapi ,sebagai contoh, pada pasien geriatric dan pediatric, maka pengaturan dosis harus diperhitungkan.
- Adanya penyakit lain, adanya penyakit lain selain penyakit utama berupa kelainan fungsi organ ekskresi. Sebagai contoh: mengobati penyakit DM disertai gangguan ginjal, maka karena obat sukar di ekskresi, penggunaan dosis obat harus diturunkan, tetapi masih dalam dosis terapi.
b. Manajemen terapi
- Multiple drug therapy, berkaitan dengan penggunaan obat yang lebih dari satu. Maka kita harus mengatur banyaknya dosis, frekuensi pemberian selama sehari dan lama penggunaan obat. Hal ini untuk mencegah adanya efek toksik dan untuk mengatur ketaatan pasien dalam penggunaan obat.
- Pemakaian yang praktis, hal ini berkaitan dengan kondisi pasien dan kenyamanan penggunaan. Misalnya pada pasien yang tidak sadar, sebaiknya pemilihan obat disesuaikan, tidak mungkin diberikan secara oral, melainkan secara injeksi. Selain itu, yang berkaitan dengan kenyamanan pasien pada penggunaan sirup lebih nyaman pada anak-anak daripada penggunaan tablet.
- Ketaatan pasien, berkaitan dengan frekuensi dan lama penggunaan obat. Jika frekuensi penggunaan obat terlalu sering dan waktu penggunaannnya sangat lama, maka akan timbul ketidaktaatan pada pasien. Untuk mengatasi hal ini, dipilih obat yang memilki durasi yang lama, untuk meminimalkan frekuensi penggunaan obat.
4. Faktor lain
a. Rute pemberian dan bentuk sediaan, rute pemberian berkaitan dengan besarnya dosis dan seberapa sering penggunaan obat. Dosis pemberian secara i.v lebih kecil dibandingkan p.o. hal ini karena pada i.v tidak terjadi proses absorbsi, karena pada proses absorbsi juga terjadi proses eliminasi, dan frekuensi i.v lebih sedikit. Selain itu frekuensi penggunaan i.v lebih sedikit dibandingkan oral. Hal ini, karena pada pemberian i.v langsung masuk dalam sirkulasi sistemik, sedangkan pada p.o membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai tujuan terapi.
b. Toleransi, berkaitan dengan peningkatan dosis untuk mnecapai efek yang diinginkan. Toleransi dilakukan, ketika suatu dosis belum mencapai efek yang diinginkan. Contoh; antibiotik
c. Farmakogenetika-idiosinkrasi, berkaitan dengan pengaruh gen terhadap suatu obat. Sebagai contoh : seseorang yang menderita kelainan gen sitokrom P-450.
d. Interaksi obat, pemberian obat secara bersama, dapat menimbulkan efek yang meningkatkan atau menurunkan. Sebagai contoh penggunaan fenobarbital dan simetidin. Dimana fenobarbtal bila diberikan bersamaan dengan simetidin, maka fenobarbital dapat meningkatkan efek dari simetidin.
e. Biaya, biaya sangat berpengaruh terhadap frekuensi penggunaan obat dan lama penggunaan. Apabila suatu obat harus diberikan dalam jangka waktu yang sangat panjang maka kita harus memperhitungkan faktor sosio-ekonomi pasien. Sebagai contoh pasien dengan penyakit TBC yang harus meminum banyak obat. Jika pasiennya kurang mampu, maka sebaiknya kita menyarankan untuk memberikan obat generik daripada obat paten.

DAFTAR PUSTAKA
www.google.com “Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada”
diakses tanggal 21 february 2008.
http://en.wikipedia.org/wiki/Adverse_drug_reaction, diakses tanggal 21 februari 2007
Shargel, Leon dkk, 2005, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics fifth edition, America, the McGraw-Hill companies.
Lee, Anne, 2006, Adverse Drug Reaction, USA, pharmaceutical press
Anonim, 2003, farmakologi dan terapi edisi 4, bagian farmakologi fakultas kedokteran gigi universitas Indonesia, Jakarta