Pendahuluan
Penyebab sinusitis atau radang sinus sebetulnya sepele. Tapi lantaran sering diabaikan, akibatnya dapat merugikan. Mungkin sedikit yang tahu kalau komplikasinya bisa ke otak, bola mata atau telinga tengah.
Di sekitar hidung ada beberapa rongga. Kita menyebutnya rongga sinus. Ada di bagian pipi, belakang hidung dan dahi. Semua rongga ini saling berhubungan dengan rongga hidung lewat liang-liang sinus. Sama seperti rongga hidung, dinding rongga sinus dilapisi selaput lendir juga.
Jika selaput lendir hidung meradang, yang mungkin disebabkan alergi, kemasukan bibit penyakit atau terluka, selaput sinus pun bisa mengalami hal yang sama. Bedanya, ingus produktif selaput lendir hidung dengan mudah dapat keluar melalui lubang hidung atau tenggorokan. Namun lendir atau ingus dari sinus yang jika meradang atau terinfeksi produksinya jadi meningkat, tidak selalu mudah dialirkan ke rongga hidung. Akibatnya lendir dan ingus terkumpul di rongga ingus yang normalnya cuma berisi udara.
Hal tersebut dapat terjadi sebab pada alergi, infeksi dan peradangan umumnya, selaput lendir sinus membengkak. Akibat pembengkakan selaput lendir sinus, liang sinus yang merupakan pintu satu-satunya penyalur lendir dan ingus dari saluran sinus ke rongga hidung menjadi tertutup. Ingus yang terus diproduksi akibat penyakit pada sinus tertahan tidak bisa keluar dari rongga sinus.
Peradangan pada sinus seringkali disebabkan oleh infeksi, baik infeksi virus maupun bakteri. Selain itu, faktor alergi juga memegang peranan penting dalam terjadinya sinusitis ini. Baik infeksi maupun alergi menyebabkan cairan pada sinus tidak dapat dialirkan secara baik sehingga bakteri/virus dapat tumbuh dan berkembang dalam sinus.
Pada tahap ini sebetulnya obat masih bisa mengoreksi sumber penyebab peradangannya, maupun membuka kembali liang sinus yang tertutup tadi. Dengan cara tersebut proses ingus yang terus-menerus tertimbun dan semakin menumpuk di dalam sinus dapat dihentikan.
Sasaran dan Tujuan Terapi
Terapi untuk penyakit sinusitis ini lebih pada mengatasi penyakit tersebut supaya tidak kambuh lagi dengan menghindari dan menghilangkan faktor pencetus (misalnya dengan menghindari diri supaya tidak terserang pilek, atau jika sudah terlanjur pilek sebaiknya segera berobat secara teratur, minum obatnya sesuai anjuran dokter dan tidak sembarangan minum antibiotik).
Strategi Terapi
Pengobatan sinusitis tergantung dari penyebabnya. Sinusitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri tentu saja memerlukan terapi antibiotika. Bila dokter sudah memberikan terapi antibiotika, habiskan sesuai anjuran. Jangan sekali-kali menghentikan sendiri penggunaan antibiotika walaupun merasa sudah sehat. Minumlah sesuai dosis yang ditentukan oleh dokter.
1. Terapi non farmakologis
Untuk menghilangkan gejala sinusitis lakukan terapi uap panas. Caranya: didihkan 4-6 gelas air, tempatkan dalam mangkuk yang cukup besar, lalu tundukkan kepala (sambil diselubungi handuk) di atas mangkuk tersebut sehingga uap panas dapat di hirup secara maksimal. Terapi ini biasanya dilakukan selama 10-15 menit. Minum banyak cairan, seperti air, jus buah dan teh untuk mengencerkan lendir dalam rongga hidung. Banyak istirahat, terutama di tempat yang cukup lembab. Sedapat mungkin hindari pemicu alergi.
2. Terapi farmakologis
Antibiotika
Antibiotika merupakan zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotika juga dapat dibuat secara sintesis. Penggunaan antibiotika didasarkan pada dua pertimbangan utama yaitu:
a. penyebab infeksi
Pemberian antibiotika yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi dan uji kepekaan kuman.
b. faktor pasien
Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotika antara lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi, daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui dan lain-lain.
OBAT PILIHAN
Nama generik: Amoksisilin.
Nama dagang: Amoksisilin memiliki beberapa nama dagang, antara lain: Amoxsan® (kapsul 250 mg dan 500 mg, sirup kering 125 mg/5 ml dan 250 mg/5 ml, tetes pediatrik 100 mg/ml, serbuk injeksi 1 g/vial). Amoxillin® (kapsul 500 mg, sirup kering 125 mg/5 ml). Amobiotic® (kapsul 250 mg dan 500 mg, sirup 125 mg/5 ml, sirup forte 250 mg/ 5 ml, tetes 100 mg/ ml, injeksi 1 g/vial). Amoxil® (kapsul 250 mg dan 500 mg, sirup 125 mg/5 ml, sirup forte 250 mg/5 ml, tetes 125 mg/1,25 ml, injeksi 1 g/vial). Bufamoxy® (kapsul 250 mg), dll.
Indikasi: amoksisilin memiliki indikasi untuk mengatasi infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronkitis kronik, salmonelosis invasif dan gonore. Juga untuk profilaksis endokarditis dan terapi tambahan pada meningitis listeria.
Kontra-indikasi: mempunyai sejarah hipersensitifitas terhadap penisilin.
Bentuk sediaan dan dosisnya:
Dosis oral untuk dewasa 250-500 mg tiap 8 jam, pada infeksi saluran nafas berat/berulang 3 gram tiap 12 jam. Dosis untuk anak kurang dari 10 tahun 125-250 mg tiap 8 jam, pada infeksi berat dapat diberikan dua kali lebih tinggi. Dosis injeksi intramuskular untuk dewasa 500 mg tiap 8 jam dan untuk dosis anak 50-100 mg/hari dalam dosis terbagi. Dosis injeksi intravena atau infus untuk dewasa 500 mg tiap 8 jam, dapat dinaikkan sampai 1 gram tiap 6 jam. Untuk anak dosisnya 50-100 mg/hari dalam dosis terbagi.
Efek samping: penggunaan amoksisilin dapat menimbulkan efek samping berupa mual, diare, ruam, kadang-kadang terjadi kolitis karena antibiotika.
Perhatian khusus:
· Reaksi hipersensitifitas berat sampai fatal dapat terjadi. Reaksi anafilaksis lebih sering terjadi pada pemberian parenteral dibanding oral.
· Kehamilan kategori B: penggunaan selama kehamilan seharusnya dihindari.
· Laktasi: penggunaan selama menyusui dapat menyebabkan diare, kandidiasis atau alergi pada bayi yang minum ASI.
Daftar Pustaka
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim, 2006, Obat-Obat Penting Untuk Pelayanan Kefarmasian, Laboratorium Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat Bagian Farmasetika UGM.
Anonim, 2007, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Ed. 6, Info Master, Jakarta.
Davey, P., 2003, At a Glance MEDICINE, Erlangga, Jakarta.
Home » sitem pernafasan » Artikel Penggunaan Antibiotika pada Sinusitis