anestesi pada bayi

Posted by Anonymous

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini1. Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman


Tabel 1. Pembagian pediatri berdasarkan perkembangan biologis dikutip dari 1 :
1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari
2. Bayi ( infant) usia 1 bulan - 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun
Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi 1,2.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDASARI PERBEDAAN DALAM MELAKUKAN ANESTESI PADA PEDIATRIK DIBANDINGKAN DENGAN ORANG DEWASA
1. Pernafasan.
Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibanding orang dewasa. Pada orok dan bayi antara 30 - 40 x semenit. Tipe pemafasan; orok, dan bayi ialah abdominal, lewat hidung, sehingga gangguan pada kedua bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan. . Paru-paru lebih mudah rusak karena tekanan ventilasi yang berlebihan, sehingga menyebabkan pneumotoraks, atau pneumomediastinum 4. Laju metabolisme yang tinggi menyebabkan cadangan oksigen yang jauh lebih kecil; sehingga kurangnya kadar oksigen yang tersedia pada udara inspirasi, dapat menyebabkan ter¬jadinya bahaya hipoksia yang lebih cepat dibandingkan pada orang dewasa. Neonatus tampaknya lebih dapat bertahan terbadap gangguan hipoksia daripada anak yang besar dan orang dewasa, tetapi hal ini bukan alasan untuk mengabaikan hipoksia pada neonatus 4.
Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa2 .
1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah jug alebih besar
2. Laring yang letaknya lebih anterior
3. epiglottis yang lebih panjang
4. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway
Pada gambar 1 terlihat bahwa epiglottis neonatus menempel pada langit-langit lunak, sehingga neonatus bemafas lewat hidung.2. Kardio-Sirkulasi.
Frekuensi jantung/nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 x permenit. Hipoksia menimbulkan bradikardia, karena parasimpatis yang lebih dominan. Kadar hemoglobin orok tinggi (16-20 gr%), tetapi kemtidian menurun sampai usia 6 bulan (10-12 gr%), karena pergantian dari HbF (fetal) menjadi HbA (adult). Jumlah darah bayi secara absoluts sedikit, walaupun untuk perhitungan mengandung 90 miligram berat badan Karena itu perdarahan dapat menimbulkan gangguan sistem kardiosirkulasi. Dan juga duktus arteriosus dan foramina pada septa interatrium dan interventrikel belum menutup selama beberapa hari setelah lahir 4
umur Heart Rate Tekanan Systolic Tekanan Diastolic
Preterm 1000g 130-150 45 25
Baru lahit 110-150 60-75 27
6 bulan 80-150 95 45
2 tahun 85-125 95 50
4 tahun 75-115 98 57
8 tahun 60-110 112 60
Tabel 3. Perbedaan heart rate, dan tekanan darah pada pediatric berdasarkan umur dikutip dari 2
Bayi bersifat poikilotennik, karena luas permukaan tubuhnya relative lebih luas dibanding orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan bahaya hipotermia pada lingkungan yang dingin, dan hipertermia pada lingkungan yang panas. Disamping itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus belum berkembang dengan baik1,6,7
3. Cairan tubuh.
Bayi lahir cukup bulan mengandung relatif banyak air yaitu dari berat badan 75%, setelah berusia 1 tahun turun menjadi 65% clan setelah dewasa menjadi 55-60 %. Cairan ekstrasel orok ialah 40% dari berat badan, sedangkan pada dewasa ialah 20%. Pada Tabel 4. dapat dilihat perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatric berdasarkan umur.
Umur EBV
Premature 90-100cc/kg
Baru lahit 80-90 cc/kg
3 bulan-1 tahun 70-80 cc/kg
>1tahun 70 cc/kg
Dewasa 55-60 cc/kg
Tabel 4. Perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatric berdasarkan umur.dikutip dari 2
PENERAPAN ANESTESI PADA PEDIATRI
1. Tahap Pra Bedah
Kunjungan pra-anestesia dilakukan sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam sebelum tindakan anestesia. Perkenalan dengan orang tua penderita .sangat penting untuk memberi penjelasan mengenai masalah pembedahan dan anestesia yang akan dilakukan. Pada kunjungan tersebut kita mengadakan penilaian tentang keadaan. umum, keadaan fisik dan mental penderita.
1.1 Premedikasi pada anak
Anak-anak dan orang tuanya sering merasa cemas saat-saat pre operatif. Kecemasan saat pre-operasi dapat bervariasi dengan berbagai macam cara. Sesuai dengan umurnya, bentuk-bentuk kecemasan ini dapat berupa verbal atau tingkah laku. Menangis, agitasi, retensi urine, nafas dalam, tak mau bicara, pernafasan dalam, merupakan bentuk dari anak yang cemas. Kecemasan ini dapat mencapai puncaknya saat induksi anestesi. Ada berbagai cara untuk menekan kecemasan pre-operatif ini.
Tujuan dan definisi dari premedikasi ini bervariasi pada tiap tenaga medis, dan pasien dan orangtuanya memiliki persepsi sendiri terhadap arti premedikasi 5,7. Bagi tenaga medis, premedikasi berfungsi untuk pendekatan psikologis memberikan penjelasan pada pasien dan keluarganya, tentang apa yang akan dilakukan sebelum dan sesudah operasi beserta yang akan terjadi kemudian. Dan juga untuk memisahkan sang pasien dari orang tuanya dengan tenang pada saat akan dilakukan operasi, dan juga penggunaan obat-obatan analgesi dan hipnotik yang bertujuan untuk membuat amnesia ataupun mengurangi nyeri post operasi. Tujuan lainnnya dapat berupa menekan biaya obat yang akan digunakan, anti emesis, memudahkan saat induksi, dan hal-hal lain yang tak diinginkan.
1.2 Indikasi , Keuntungan dan Kerugian pada Premedikasi
Pasien anak-anak yang memerlukan premedikasi dan sedasi untuk membuat mereka menjadi kooperatif, adalah yang termasuk di bawah ini:
1. Anak-anak yang memiliki riwayat operasi sebelumnya sehingga menjadi terlalu takut akan ketidaknyamanan akan perawatan di rumah sakit dan operasi berikutnya.
2. Anak-anak di bawah usia sekolah yang tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya secara mudah, dimana ahli anestesi merasa kehadiran orang tuanya pada saat induksi tidak akan menguntungkan.
3. anak-anak yang terbatas komunikasinya yang disebabkan karena keterbelakangan mental (misalnya autisme), dan orang tua berperan sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan sang anak saat induksi
4. Keadaan-keadaan dimana induksi harus dilakukan tanpa ada usaha perlawanan dari ataupun sikap tidak kooperatif, atau menangis dari sang anak.
5. Remaja yang menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi. Remaja sering merasa ketakutan akan kehilangan penampilan tubuhnya, kematian.
Tidak ada kesepakatan yang pasti akan keuntungan dari premedikasi pada anak-anak. Terutama pada bayi. Namun seorang anak yang kooperatif dan ter-sedasi, dapat mengurangi level kecemasan pada orang tuanya sendiri yang mungkin dapat berpengaruh terhadap persiapan pre-operasi atau bahkan terhadap sikap anaknya sendiri. Anak-anak dan orang tuanya mendapatkan keuntungan yang berbeda dari premedikasi: amnesia, analgesia, mengurangi cemas (baik terhadap pasien sendiri ataupun orang tuanya), dan sikap kooperatif.
Para pekerja medis, baik tiu ahli anestesiologi dan perawat pre-operasi, mengetahui keuntungan dan resiko dari pengurangan cemas pre-operasi. Keamanan obat, onset obat, reaksi disforik, mual, muntah harus di pertimbangkan sebelum melakukan premedikasi. Premedikasi ideal untuk anak-anak adalah dengan administrasi yang baik, onset dan panjang durasi yang dapat diramalkan, dan komplikasi yang minimal. Seringkali tujuan dari premedikasi adalah menciptakan seorang pasien anak-anak yang tenang, kooperatif , dan mudah dipisahkan dari orang tuanya dan menuruti instruksi dari sang ahli anestesi. Namun kebutuhan dan metode dari premedikasi akan berbeda berdasarkan kebutuhan pasien, orang tua pasien, prosedur bedah, dan juga tempramen sang ahli anestesi.
Meskipun premedikasi merupakan hal yang penting dalam menurunkan kecemasan, namun bukan berarti premedikasi adalah satu-satunya komponen. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki pikiran yang bercampur aduk tentang premedikasi, dan permintaan mereka mungkin bahwa mereka ingin ditangani oleh pekerja medis yang telah mereka kenal. Pada kasus ini , tidak diperlukan obat-obatan sedative atau pengurang rasa cemas, sehingga tidak ada efek samping atau pun komplikasi-komplikasi yang akan dihadapi atau dikhawatirkan.
Bedah emergensi, lambung yang penuh, trauma kepala dan trauma abdomen merupakan kelemahan, atau batasan dari indikasi premedikasi. Pada anak normal dan sehat, resiko tentu saja minimal, dan bila komplikasi terjadi, biasanya karena over dosis atau suatu proses patologi yang tak diketahui.
1.3. Anak-anak Yang Cenderung Mengalami Komplikasi
Ada beberapa kelompok anak-anak yang memiliki kecenderungan lebih untuk mengalami komplikasi, dan perhatian lebih tentu harus diberikan sebelum premedikasi dilakukan.
Riwayat spesifik seperti obstruksi saluran pernafasan atas, aspirasi, control refleks yang buruk, batuk dan muntah yang tak terkoordinasi, harus diperhatikan sebelum pemberian premedikasi. Riwayat apnoe, obstruksi, merupakan kontraindikasi yang absolute. Anak-anak yang memiliki kelainan seperti di bawah ini harus diperlakukan secara berhati-hati dalam pemberian premedikasi:
1. Hipertropi Adenoid
Seorang anak dengan hipertropi adenoid memiliki resiko lebih besar untuk mengalami obstruksi jalan nafas dari tingkat sedang sampai parah. Komplikasi yang sama juga dapat dialami oleh anak-anak yang memiliki hipertropi tonsil.
2. Macroglossia Fungsional
Baik karena sindrom hipertropi lidah ataupun syndrome hipomandibularisme relative, obstruksi jalan nafas merupakan komplikasi potensial pada pasien-pasien ini.
3. Pasien dengan Kelainan Neurologi
Respon dari anak yang mengalami kelainan neurology berbeda-beda. Dapat terjadi aspirasi, diskoordinasi menelan, batuk, yang membuat kelompok anak-anak yang memiliki kelainan ini sulit diramalkan sewaktu diberikan sedasi, bahkan dengan dosis yang telah dikurangi.
4. Distrofi muscular.
Pasien pada kelompok ini , bila mereka menggunakan kursi roda, dokter harus lebih berhati-hati , terutama terhadap efek depresi respiratorik.
5. Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg
Bayi dengan berat badan kurang dari 10 kg tidak memerlukan sedasi pre operasi, karena mereka dapat dipisahkan dengan mudah dari orang tuanya dengan tingkat kecemasan yang rendah,. Onset , durasi, efek samping obat-obatan terhadap anak-anak ini tak dapat diramalkan.
1.4. Cara Pemberian Obat
Banyak cara pemberian obat dalam premedikasi. Oral dan rectal merupakan cara yang sering dipilih. Meskipn begitu, bukan berarti kedua cara di atas merupakan cara yang paling aman, dimana tidak dapat diramalkan karena fluktuasi dari bioavalabilitas dan substansi “first past effect”.
a. Cara Oral
Biasanya merupakan cara yang paling dapat diterima. Hal-hal yang perlu diperhatikan berupa jumlah obat , onset, durasi, tingkah laku selama penyembuhan, interaksi dengan obat lain, dan efek samping. Kadang kala anak membuang kembali obat yang telah ditelan. Biasanya ini terjadi karena kurang kooperatifnya anak ataupun kurang lembutnya sikap sang premedikator. Obat-obat yang sering digunakan per-oral dapat dilihat pada table 5.
Nama Obat Agen Cara Pemberian Dosis Onset (menit) Efek
Benzodiazepin Midazolam
Diazepam Oral
Nasal 0,3-0,7mg/kgBB
0,1-0,2mg/kgBB 15-30
5-10 Depresi system pernafasan, eksitasi postoperative
eksitasi
Dissosiatif Ketamin Oral
IM 3-8mg/kgBB
2-5mg/kgBB 10-15
2-5 Eksitasi
Meningkatkan TD, tekanan intra cranial meningkat
Opioids Morfin
Meperidin
Fentanil IM
IM
oral 0,1-0,2 mg/kgBB
0,5-1 mg/kgBB
10-15 µg/kgBB 15-30
15-30
5-15 Depresi system pernafasan
Depresi system pernafasan
Depresi sitem pernafasan
Barbiturat Pentobarbital
Tiopental Oral
Rectal 3mg/kgBB
30mg/kgBB 60
5-10 Eksitasi postoperative yang memanjang
Depresi system pernafasan, Eksitasi postoperative yang memanjang
Antikolinergik Atropin
Scopolamin Oral
IM
IV
IM 20µg/kgBB
20µg/kgBB
10-20µg/kgBB
20µg/kgBB 15-30
5-15
30
15-30 Flushing
Mulut kering
Rasa gembira
halusinasi
H2 Antagonis Cimetidine
Ranitidine Oral
Oral 7,5mg/kgBB
2 mg/kgBB 60
60
Dikutip dari 5
Keterangan : IM : Intra Muscular
IV : Intra Vena
TD : Tekanan Darah
Tabel 5. Nama obat-obat premedikasi, dosis, cara pemberian dan efeknya 5
a.1 Midazolam
Obat makan yang sering digunakan. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5mg/kgBB sampai 20mg/kgBB. Dosis ini hamper selalu efektif dan mempunyai batas aman yang luas. Efek sedasi dan hilangnya cemas dapat timbul 10 menit setelah pemberian. Patel dan Meakin 5 telah membandingkan midazolam oral dan diazepam-droperidol sampai trimeprazine, dan mendapatkan hasil yang lebih baik pada pre-operatif dan post-operatif pada midazolam dalam menghilangkan kecemasan dan menimbulkan efek sedasi.
a.2.Fentanyl
Telah banyak berhasil digunakan. Memiliki efikasi yang sama dengan obat oral cair meperidine, diazepam dan atropine. Namun efek samping yang tak dapat diramalkan berupa depresi pernafsan, pruritus dan mual muntah merupakan kerugian sehingga tidak diterima secara universal.
a.3.Ketamin
Bentuk oral merupakan alternative yang popular. Gutstein dan koleganya membandingkan efek placebo dari 3 sampai 6 mg/kgBB dari ketamin oral. Ketamin tidak berefek terhadap depresi pernafasan, dan takikardi. Ketamin juga dapat diberikan bersamaan dengan permen pada dosis 5-6mg/kgbb tanpa hambatan.
a.4. Barbiturat
Telah digunakan selama bertahun-tahun sebagai obat premedikasi. Memiliki onset of action yang lambat, dan durasi yang lama. Pentobarbital 3mg/kgBB sampai 30mg/kgBB memiliki onset satu jam dan durasi samapai 6 jam 5 .Kerugiannya adalah efek sedasi yang panjang dan tidak cocok untuk pembedahan yang singkat atau emergensi yang memerlukan persiapan yang cepat.
b. Cara Nasal
Premedikasi Intranasal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tetes dan inhalasi. Dosis yang tepat tentu diperlukan dan onset yang berulang dapat dicapai jika cara nasal digunakan. Namun, pasien biasanya akan merasakan rasa yang tidak nyaman, meskipun hanya sebentar. Sewaktu midazolam 100µg/kgBB intranasal dibandingkan dengan 10µg/kgBB afentanyil intranasal, efek sedasi yang didapatkan sama, namun tidak ditemukan rasa hidung terbakar pada anak-anak yang menerima alfentanil, dimana 70% dari anak-anak yang mengunakan midazolam merasakan rasa hidung terbakar 5
c. Cara Rectal
Cara ini kadangkala bergantung pada sang ahli anestesi sendiri. Telah dilaporkan bahwa cara rectal merupakan cara yang popular di Eropa,sedangkan di Negara-negara lain tidak 5Cara rectal telah dibandingkan dengan midazolam oral oleh Khazin dan Ezra 5 yang menemukan bahwa keduanya sama efektif, namun cara rectal lebih di toleransi. Pada anak dewasa, cara rectal tidak begitu dianjurkan karena alas an estetika dan volume yang dibutuhkan untuk menghantarkan dosis yang adekuat.
d. Cara Intramuskular dan Subkutan
Cara ini tidak begitu dianjurkan mengingat anak-anak sangat takut denga jarum, dan bahkan dapat membuat rasa ketakutan yang berlebih pada tindakan tindakan selanjutnya. Keuntungan cara ini adalah tidak dibutuhkannya sikap kooperatif dari pasien , dan tanpa harus mengkhawatirkan pasien tersebut memuntahkan kembali obat yang telah diberi secara oral 5
e. Cara Sublingual
Meskipun cara ini memiliki keuntungan , yaitu onset yang lebih cepat, namun tidak begitu popular karena sulit memberikannya pada anak yang tidak kooperatif.
1.5. Puasa
Merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien anak. Dulu pentingnya puasa tidak begitu diapresiasi dengan baik. Namun setelah ada laporan bahwa regurgitasi dan refluks gaster yang sering terjadi pada anak yang tidak dipuasakan, akhinya puasa menjadi suatu persiapan pre operasi yang mulai banyak digunakan 5
Lamanya puasa yang dibutuhkan tergantung dari banyak factor, seperti jenis operasi, waktu makan terakhir samapi terjadinya cedera (pada operasi emergensi), tipe makanan, dan pengobatan yang diberikan pada pasien sebelum operasi.
Tipe makanan Rekomendasi lama puasa
Cairan
• Pasien sehat
• Pasien sakit
• Operasi emergensi Minimum 2 jam
Minimum 4 jam
Penganganan tersendiri (pasang NGT, dll)
Susu
• ASI
• Susu non ASI Minimum 4 jam
Minimum 6 jam
Padat
• Operasi elektif
• Operasi emergensi 1 hari sebelum operasi
Penanganan tersendiri
Tabel 6. Rekomendasi waktu puasa pada tahap pra-bedah dikutip dari5
1.6. Induksi Pada Pediatri
Cara induksi pada pasien pediatric tergantung pada umur, status fisik ,dan tipe operasi yang akan dilakukan (ijo). Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik tersendiri dalam menginduksi pasien pediatric, namun juga harus memiliki rencana kedua jika rencana pertama gagal dilakukan yang mungkin disebabkan oleh situasi klinik tertentu.
Namun, apapun jenis situasi klinik yang dialami, tujuan dari induksi adalah sama, yaitu 5:
•Memisahkan sang pasien dari orangtuanya sebisa mungkin
•Pasien bersikap kooperatif saat dilakukan induksi
•Induksi yang berjalan mulus tanpa komplikasi apapun
•Pencapaian dan pemantauan system respirasi, kardiovaskular, dan cairan yang stabil selama induksi
•Tercapainya efek hipnotik, sedative dan relaksasi
1.6.1. Persiapan induksi
Ahli anestesi harus memiliki informasi yang adekuat dari pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien, jenis pembedahan, apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental (kooperatif/tidak) pasien.
Dari informasi ini, tentu dapat dipersiapkan keperluan-keperluan seperti pipa ETT, pemanjangan anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi, dan perawatan intensif yang memadai. Jika hal-hal ini telah terpenuhi, tentu intubasi akah berjalan dengan lancar dan dengan komplikasi yang minimal.
Persiapan-persiapan yang harus dilakukan tersebut meliputi 5:
• Persiapan kamar operasi
• Rencana untuk mendapatkan sikap kooperatif dari pasien
• Penggunaan klinik dari agen-agen induksi
• Obat adjuvant untuk induksi anestesi
• Monitoring pasien
• Rencana-rencana tambahan dalam menghadapi berbagai macam situasi klinik yang tak terduga.
Persiapan Kamar Operasi
Persiapan kamar operasi merupakan hal yang esensial, dan tergantung pada ukuran tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan rencana airway manajemen. Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu dan ventilator diatur sesuai tubuh pasien, ukuran face mask yang sesuai, dan juga oral airway.
Laringoskop harus di cek apakah berfungsi dengan baik, dan ukuran blade yang sesuai harus dipersiapkan. Obat obatan , tube trakea, stylet yang sesuai juga merupakan hal yang esensial dalam persiapan. Peralatan untuk resusitasi, obat-obat emergensi juga harus dipersiapkan.
Karena permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa, yangcenderung untuk terjadinya hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu harus disesuaikan juga, dan alat pemanas dapat disediakan untuk dapat menjaga suhu pasien.
Keberadaan Orang Tua Pasien
Salah satu tujuan dari anestesi pediatric adalah menyediakan tahap pre-operatif sebaik dan semulus mungkin. Keberadaan orang tua di sisi pasien, merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan pada pasien, selain dengan menggunakan obat-obatan. Banyak rumah sakit yang telah menyediakan video tentang petunjuk baik bagi sang pasien ataupun orang tuanya, tentang apa dan bagaimana persiapan preoperative yang sebenar dan sebaiknya 5. Hal ini dapat membantu terutama pada pasien usia pra sekolah.
Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk mengurangi kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika orang tua pasien memiliki kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak akan membantu , atau bahkan menjadi lebih sulit.
Jika pasien telah ter sedative, keberadaan orang tua tak lagi diperlukan, dimana hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan orang tua saat induksi sangat tergantung dari tipe orang tua tersebut, instruksi yang diberikan, pasien dan sang ahli anestesi sendiri.
Penggunaan klinik dari agen-agen induksi
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi dapat dikerjakan secara inhalasi atau seintravena.
Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang takut disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam oksigen 50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke muka penderita.
Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan tiopenton (pentotal) 2~4 mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak
Induksi dapat juga dengan ketamin (ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan secara intra muskular. 1
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopen¬ton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai atau tan¬pa nitrogen oksida. Entluran efektiftetapi kurang kuat dan harus menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih sering dipakai dibeberapa tempat, tctapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga seringkali tidak disediakan.
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopen¬ton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai atau tan¬pa nitrogen oksida. Entluran efektif tetapi kurang kuat dan harus menggunakan kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih sering dipakai dibeberapa tempat, tetapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga seringkali tidak disediakan. 4
1.7. Intubasi.
Anestesi sebelum intubasi tidak penting bagi anak¬anak dengan berat badan kurang dari 5 kg, dan dapat berbahaya.Risiko stridor meningkat karena pembengkakan mukosa pada saluran pernapasan kecil akibat ititasi laring oleh pipa, perala tan atau uap. Pipa tak bertutup yang cukup kecil untuk pengeluaran gas dapat dipakai. Suatu bungkus tenggorokan akan menghen¬tikan cairan melalui pipa yang masuk ke paru-paru. Bayi kecil yang berat badannya kurang dari 5 kg tidak dapat memperta¬hankan pemapasan spontan dengan pipa trakea yang sempit, sehingga hams diberikan ventilasi. 4
Para abli anestesi harus memutuskanantara penggunaan mas¬ker anestesi dan intubasi. Penggunaan intubasi dapat dicapai dengan atau tanpa bantuan relaksan otot. Pada anak yang kecil, atau jika terdapat kelainan sa luran pemapasan, paling aman untuk memperdalam anestesi sampai pipa dapat disisipkan sementara pernapasan spontan berlangsung. Jika terdapat keraguan tentang kemampuan saluran pernapasan untuk dilalui pipa, seorang ahli anestesi barus memperlibatkan babwa ia dapat memberikan ven¬tilasi pada paru menggunakan kantong, dan masker sebelum membuat penderita menjadi lumpuh dengan relaksan otot
Laringoskopi pada bayi dan anak tidak membutuhkan bantal kepala. Kepala bayi terutama neonatus oksiputnya menonjol. Dengan adanya perbedaan anatomis padajalan nafas bagian atas, lebih mudah menggunakan laringoskop dengan bilah lurus pada bayi.
Blade laringkoskop yang lebib kecil'digunakan untuk anak, jenisnya tergantung pada piliban ahli anestesi dan adanya gang¬guan saluran pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat dibengkokkan tidak digunakan di bawab nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus disiapkan bila diper¬lukan. Daerah aliran udara paling sempit pada anak kecil adalah di bawah pita suara
Intubasi dalam keadaan sadar dikerjakan pada keadaan gawat atau diperkirakan akan menjumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar pada neonatus usia kurang dari 10-14 hari . Hati-hati terhadap hipertensi dan meningginya tekanan intrakranial yang mungkin dapat menyebabkan perdarahan dalam otak akibat laringoskopi dan intubasi.
Lebih digemari intubasi sesudah tidur dengan atau tanpa pelumpuh otot. Kalau tidak menggunakan pelumpuh otot, bayi atau anak ditidurkan sampai dalam lalu diberikan analgesia topikal barn dikerjakan intubasi. Dengan pelumpuh otot digunakan suksinil-kolin dosis 2 mg/kgBB secara intravena setelah bayi/anak tidur.
Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau jika ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea .sama dengan besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung.
Bayi prematur menggunakan pipa bergaris tengah 2.0-3.0 mm, bayi cukup bulan 2.5-3.0 mm. Sampai 6 bulan 4.0 mm dan sam pail tahun 4.5 mm. Untuk usia diatas 1 tahun digunakan minus sebagai berikut: Garis tengah bagian dalam pipa trakea ialah : umur dalam tahun /4+ 4. 5 mm. Pilihlah pipa trakea yang paling besar yang dapat masuk dengan sedikit longgar dan pada tekanan inspirasi 20-25 em H20 terjadi sedikit kebocoran. Dianjurkan menggunakan pipa mulut faring untuk fiksasi pipa trakea supaya tidak terlipat.
Intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi.
Peralatan dengan ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees harus digunakan. Neonatus harus dijaga agar tetap hangat, karena daerah permukaan kulit yang luas dibandingkan massa tubuhnya, perkembangan system pengaturan suhu yang belum berkembang, dan lemaknya masih merupakan penyekat tubuh yang buruk. Suhu ruang bedah seku¬rang-kurangnya 22°C (75°F), selimut, dan kasur hangat diguna¬kan
2. Tahap Intra Bedah
2.1. Pemeliharaan anestesia.
Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali. Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pacta bayi hanya untuk tindakan ringan yang tidak lama.
Gas anestetika yang umum digunakan adalah N20 dic;ampur dengan 02 perbandingan (0-65%) dan (35-100%). Walapun N20 mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat anestetikanya sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran atau isofluran.
Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas 10 kg .Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot non depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan diberikan secara sedikit demi sedikit.
Infus.
Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan banyaknya cairan yang hilang. Untuk bedah kecil, ringan sebentar dengan perdarahan yang sangat minimal tidak diperlukan terapi cairan. Apalagi segera setelah pembedahan diperbolehkan mmum. Walaupun demikian diperlukan jalur vena terbuka untuk memasukkan obat-obatan pacta waktu anestesia, atau kalau diperlu kan infus segera dapat diberikan. Biasanya dipasang semprit berisi NaCI fisiologis dengan jarum sayap
Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang pada waktu puasa, pada waktu pembedahan (translokasi), adanya perdarahan dan oleh sebab-sebab lain misalnya adanya cairan lambung, cairan fistula dan lain-lainnya.
Besamya cairan yang hilang akibat trauma bedah/anestesia yang hams diganti menurut Lockhart1
Cairan yang seharusnya masuk,karena puasa harus dtganti. Misalnya puasa 6 jam harus diganti 25% dari kebutuhan.dasar 2,.4 jam.
Cara menggantinya sebagai berikut:
-Pada jam I diberikan 50% nya
- Pada jam II diberikan 25% nya
- Pada jam III diberikan 25% oya
Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Iaktat
Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan1:
1. mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan keduanya kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain penutup dan lain-lain.
2. mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada neonatus harus diganti dengan darah.
3. Tahap Pasca Bedah
3.1. Pengakhiran anestesia.
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya. Berikan zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir kalau perlu.
Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04 mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg). Depresi nafas oleh narkotika-analgetika netralkan dengan naloksin 0,2-0,4mg secara titrasi.
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan. bergerak-gerak, mata terbuka, nafas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus. Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis. Dikerjakan kalau nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi
3.2. Perawatan di Ruang Pulih.
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke ruangan biasa dihitung dulu. skomya menurut Lockhart1
Tabel 7. Skor pulih menurut Lockhart. Jumlah skor keseluruhan di bawah adalah 8, dimana penderita boleh pindah ke ruangan (dikutip dari 1)
Yang Dinilai Nilai
Pergerakan
• Gerak bertujuan
• Gerak tak bertujuan
• diam 2
1
0
Pernafasan
• teratur, batuk , menangis
• depresi
• perlu dibantu 2
1
0
Warna
• merah muda
• pucat
• sianosis 2
1
0
Tekana Darah
• berubah sekitar 20%
• berubah 20-30%
• berubah lebih dari 30% 2
1
0
Kesadaran
• benar-benar sadar
• bereaksi
• tak bereaksi 2
1
0
3.3. Komplikasi
Semua pasien, terutama yang diintubasi, lebih memiliki resiko untuk mengalami komplikasi pada anestesi pediatric. Biasanya hal ini dapat ditanggulangi dengan acetaminophen 2
Mual dan munatah adalah hal yang paling sering terjadi, terutama pada pasien berumur 2 tahun ke atas. Terjadi karena pipa ETT dipasang terlalu erat, sehingga mukosa trachea menjadi bengkak
Laringospasme adalah salah satu komplikasi yang mungkin terjadi. Biasanya terjadi pada anestesi stadium II. Jika terjadi, suksinilkolin dapat digunakan, bersama dengan atropine untuk mencegah brakikardi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Said A L, Suntoro A. Anestesi Pediatrik. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta. 1989: 115-122.
2. Anonimus, Pediatric Anesthesiolgy:The Basics. http://www.anesthesia.wisc.edu/ med3/ Peds/ pedshandout.html. Diakses pada tanggal 3 Februari 2007
3. Anonimus. Anatomy of The Respiratory System. http://www.ohsuhealth.com/dch/ health/ respire/acute_lower_bronchio. html Diakses pada tanggal 3 Februari 2007.
4. Boulton TB. Anestesiologi. Alih Bahasa : Oswari J. Editor: Wulandari WD. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1994 : 134-141.
5. Bissonette B, Dalens BJ. Pediatric Anesthesia: Principles And Practice. McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York.2002 : 405-413, 483-503
6. Anonimus. Parent Present Induction. http://www.archildrens.org/ medical_services/clinical/anesthesia/parent_present_induction.asp. Diakses pada tanggal 3 Februari 2007
7. Krane E. Orientation to Pediatric Anesthesia. http://anesthesia.stanford.edu/ kentgarman/ clinical/ped%20orient.htm. Diakses pada tanggal 3 Februari 2007