ASPEK KEJIWAAN

Posted by Anonymous

ASPEK KEJIWAAN PADA PASIEN DENGAN BPH (BENIGNA PROSTAT HYPERPLASI)
Oleh : Meidiana Dwidiyanti SKp, MSc

PENDAHULUAN

Paradigma baru dalam pelayanan kesehatan menurut Menteri Kesehatan RI adalah dari pelayanan medik kepada pelayanan kesehatan (Menkes RI, 2002). Artinya pelayanan kesehatan yang diberikan seharusnya komprehensif mencakup biopsikososial dan spiritual
Bentuk pelayanan yang diberikan bukan hanya fisik tetapi juga psikologi/kejiwaan. Sehingga pasien merasa aman dan nyaman dan dapat menerima keadaan sakitnya. Banyak penawaran untuk masyarakat bentuk pelayanan kesehatan baik modern ataupun tradional. Orang dari kalangan pendidikan tinggi ataupun pendidikan rendah rakyat atau pejabat pergi ke pelayanan kesehatan alternatif sebagai pilihan. Situasi ini memberi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan yang akan memberikan pelayanan, untuk mampu memberikan rasa nyaman dan aman secara kejiwaan, sehingga diharapkan masyarakat menerima pelayanan yang diberikan dengan senang hati.

Klien dengan BPH mengalami banyak kondisi yang dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman bagi pasien. Pada tahun 1983 Morse mencoba investigasi untuk menemukan komponen dari rasa nyaman dengan menggunakan sentuhan, berbicara dan mendengarkan serta kombinasi dari kegiatan tersebut. Setiap kegiatan mempunyai karekteristik yang unik tergantung lingkungan dan persepsi pasien. Sebagai contoh akan terjadi shock bila pasien harus masuk Rumah Sakit, tetapi sekarang istilah itu menjadi penyesuaian diri atau koping dan menjadi perdebatan sesuai dengan displin yang di punyai. Sehingga saat ini ada kebutuhan yang mendesak untuk mengembangkan konsep rasa nyaman karena ini adalah inti dari pelayanan keperawatan, kontribusinya akan jelas sesuai dengan kebutuhan klinik dalam pelayanan keperawatan baik di Rumah Sakit atau di Puskesmas.

Karena ilmu harus diterapkan maka penulis membuat kasus nyata yang dibahas berdasarkan teori sehingga akan mendapatkan pengertian baru bagi peserta/perawat tentang bagaimana memahami aspek kejiwaan pada pasien dengan BPH.

Kasus
Seorang pasien berumur 55tahun dengan keluhan tidak bisa kencing, bersedia dioperasi karena sudah hampir satu tahun buang air kencingnya tidak lancar, bekerja sebagai SATPAM dia merasa penyebab sakitnya karena membantu istrinya di warung dan sering bekerja yang berat-berat yang mengakibatkan sakit BPH. Dalam rangka persiapan operasi.pasien masuk Rumah Sakit untuk menjalani pemerikasaan dari Rontgent, EKG, laboratorium, dan USG. Dia merasa kesal karena merasa terlalu banyak pemeriksaan yang pasien dan keluarganya tidak mengerti untuk apa. Dan pasien juga kecewa karena pasien sebelah tempat tidurnya dengan keluhan yang sama baru sepuluh hari dioperasi sedangkan dia sudah 20 hari lebih belum juga dioperasi. Akhirnya pada hari yang sama kedua pasien dengan BPH dioperasi. Sebelum operasi pasien sulit tidur dan mengatasinya dengan pasrah dan selalu dzikir karena pasien merasa kalau tidak dzikir tidurnya tidak nyenyak dan serimg terbangun . Pada hari pertama setelah pasien sadar dia merasa sudah sembuh walaupun masih diinfus dan ada drain dan masih dilalukan spolling untuk proses penyembuhan luka operasi. Rasa sakit sehabis operasi membuat dia cemas dan dia merasa sembuh kalau habis disuntik obat analgesik, tetapi dia merasa takut bergerak karena banyaknya slang infus dan merasa lemah. Pada hari ketiga pasien ingin cepat pulang karena takut biayanya banyak. Dan dengan keberadaannya di rumah sakit dia merasa sangat merepotkan seluruh keluarga dan saudara-saudaranya. Dia merasa setelah pulang dari Rumah Sakit tidak boleh capai bekerja dan harus istirahat, kondisi ini membuat pasien sebagai suami tidak mampu membantu istri dengan baik dan merepotkan. Kalau kebutuhan sex pasien menganggap itu tidak masalah karena sudah tua dan menurut pasien istrinya tidak mempermasalahkannya.

Dari kasus tersebut ada tema yang penulis melihat sebagai aspek kejiwaan yang perlu dibahas yaitu:

1. Ketidaktahuan tentang tindakan diagnostik menimbulkan kekecewaan dan penantian.
2. Pasrah terhadap apa yang akan terjadi menjadi pilihan pasien
3. Takut biaya banyak dan merepotkan keluarga.
4. Cemas dan takut bergerak karena sakit dan merasa lemah
5. Harga diri rendah karena harus mengurangi aktivitas

Bagaimana memahami kondisi tersebut sehingga perawat atau dokter mampu memberikan pelayanan yang sesuai dan dimengerti oleh pasien sehingga pasien merasa tenang dan nyaman di rumah sakit dengan segala kondisi yang tidak menguntungkan dan membuat pasien sangat lemah posisinya. Kita coba membahas satu per satu permasalahan tersebut diatas:

1. Ketidaktahuan tindakan diagnostik oleh pasien menghasilkan kekecewaan dan penantian

Pendidikan kepada pasien mempengaruhi proses penyembuhan menurut Orem (1980) perawat tidak akan membantu pasien secara masimal kecuali kalau perawat "sharing information" dengan pasien. Orem menambahkan bahwa pendidikan kesehatan adalah intervensi penting dalam pelayanan kesehatan, menurut Roy (1984) adalah merupakan intervensi penting untuk pasien agar mampu beradaptasi dengan stress. Menurut Wilson-Barnett (1989) menggambarkan bahwa pendidikan kesehatan sebagai proses memahami masalah pasien. Dengan pendidikan kesehatan kita mengindari kekecewaan pasien karena ketidaktahuannya tentang apa yang dilakukan terhadapnya.

2. Pasrah terhadap apa yang akan terjadi menjadi pilihan pasien

Dalam kontek pelayanan profesional keperawatan, pasien datang ke tempat pelayanan, dipersepsikan bahwa ia percaya dan yakin pada kemampuan perawat untuk melaksanakan standar – standar tertentu dalam memenuhi kebutuhan perawatan mereka(Gilling, 1992). Pernyataan Gilling ini, menggambarkan bahwa terjadi suatu kepasrahan atas ketidak-berdayaan pasien terhadap masalah yang sedang dihadapi. Meminjam istilah Roger B. Ellis, 1995, gambaran terhadap perawat, bagai seorang malaikat penolong yang menyelamatkan hidup sebagai pekerjaan sehari-hari dan tidak. Hal ini menunjukan pada yang seharusnya dilakukan oleh perawat tersebut dalam menjalankan profesinya. Karena hubungan perawat pasien merupakan "helping relationship" artinya hubungan yang penuh pengertian dan pemahaman apa yang menjadi masalah pasien sehingga diharapkan pasien menjadi percaya kepada perawat dan perawat dengan kecerdasannya mampu membuat pasien merasa tenang, menurut Thorsteinsson (2002) pasien menyatakan "ketika ada perawat yang baik datang, saya merasa sangat rilex saya tidak memikirkan apa-apa, dan saya tidak merasa takut. Tetapi bila perawat tidak memperlihatkan kompetensinya ini membuat pasien mempunyai perasaan tidak enak, pasien ingin marah dan sangat stress, anda akan bayangkan bila berada pada posisi saya" kata pasien. Pada kasus ini juga terjadi bahwa terlihat pasien sangat marah ketika pasien bertanya Perawat tidak segera menjawab dengan baik.

3. Takut biaya banyak dan merepotkan keluarga.

Biaya adalah sumber stress bagi pasien, untuk itu perawat harus memahami kondisi ini sehingga mampu mengurangi stress dari pasien. Dengan merasa merepotkan keluarga juga merupakan pikiran yang harus didiskusikan dengan pasien. Karena pasien merasa merepotkan tetapi kenyataan keluarga menunggu pasien adalah suatu kewajiban. Sebagai istri tidak mungkin membiarkan suami sendiri di rumah sakit, istrinya merasa bahwa jualan saya sementara harus ditutup karena suami sakit. Untuk membantu pasien berkoping positif perawat sebaiknya membawa pasien supaya mempunyai orientasi realitas (Stuart, and Sundeen, 1995), sehingga pasien mampu menyadari bahwa kenyataannya keluarga mendukung dan pasien tidak harus berpikir bahwa ini merepotkan.

4. Cemas dan takut bergerak karena sakit dan merasa lemah

Bagaimana ini terjadi, penyebabnya adalah karena banyaknya slang infus dan terdapatnya kateter di tubuhnya membuat pasien cemas akan terjadi sesuatu yang menakutkan, sesuatu yang tidak pasti terjadi membuat pasien sangat tidak nyaman, ingin marah serta sangat stress (Thorsteinsson ,2002). Dalam kasus ini pasien mengtasi kecemasannya dengan terus berdzikir dan pasien merasakan dengan berdzikir pikiran dan hati dapat tenang dan pasrah yang menghasilkan tidur nyenyak, karena kalau tidak dzikir pasien sering terbangun dan merasa tidak segar badannya. Sesuai dengan pendapat bahwa telah dianjurkan perawat perlu untuk mengembangkan ilmunya tentang pengetahuan dan pemahaman tentang spiritual pasien, sehingga mampu menyatukan kekuatana spiritual dalam pelayanan keperawatan pada pasien. Serta meningkatkan komunikasi kepada pasien dan keluarganya.

Untuk mengatasi kecemasan pasien perawat dapat menggunakan terapi sentuhan yang berupa a) instrumental touch;ini adalah sentuhan yang sering dilakukan oleh perawat kepada pasein dan pasien merasa nyaman. Menurut Watson sentuhan dalam pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang utama karena ini alami, pada tahun 1987 Redfern mencatat 1420 sentuhan selama 318 interaksi antara perawat pasien, sentuhan dapat meningkatkan perasaan senang pada pasien. b) expressive touch; Locsin (1984) mempertimbangkan bahwa sentuhan akan memberi dampak terhadap perasaan dari nilai dan kebahagiaan, integritas dan ego integritas. Johnson (1985) melihat bahwa sentuhan adalah sebuah perilaku yang membuat nyaman dalam berkomunikasi, cinta, aman dan hangat yang mempunyai inplikasi pada keberhasilan kesehatan secara fisik sama dengan meningkatnya perasaan harga diri. Bernett(1972) mengindikasikan bahwa orang membawa perasaan yang paling dalam dan bertindak melalui sentuhan. Sentuhan bukan hanya secara fisik tetapi juga sebuah interaksi yang merupakan "sharing" dan mampu menurunkan kecemasan karena pasien merasa diterima. Tetapi ternyata ada juga sentuhan perawat yang diartikan bahwa perawat tidak suka dengan pasien, sehingga pasien merasa tidak nyaman. c) therapeutic touch ; Quinn (1984) memperlihatkan bahwa nafas dalam dan memijat dapat menurunkan kecemasan pasein, meningkatkan kemampuan kontrol emosi dan tidur serta rilex. Tetapi ada yang perlu diperhatikan oleh perawat yaitu terapi sentuhan mampu efektif kalau perawat dan pasien sudah saling mengerti dan percaya.

5. Harga diri rendah karena harus mengurangi aktivitas

Perubahan gaya hidup merupakan stressor tersendiri bagi pasien yang dapat menimbulkan stress. Untuk itu keluarga perlu diperdayakan sehingga mendukung pasien untuk mampu menerima perubahan ini dengan baik. Karena stress yang dialami pasien kalau tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan perilaku mal adaptif seperti marah-marah, sampai perilaku merusak atau depresi (Stuart, and Sundeen, 1995) kondisi ini harus dijelaskan dengan benar kepada keluarga . Tanda-tanda pasien berperilaku mal adaptif sejak awal sebaiknya terdeteksi dengan baik oleh keluarga, sehingga perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang tanda-tanda dini tersebut misalnya tiba-tiba pasien marah atau diam di kamar terus menerus. Harga diri rendah juga disebabkan ketidak mampuan suami dalam memenuhi kebutuhan biologi. Dalam kasus ini klien tidak memarasa sebagai masalah tetapi sebagai perawat kita tetap mengantisipasi masalah tersebut kemungkinan akan muncul dikemudian hari.

Untuk mampu memberikan perawatan yang berkualitas perawat menggunakan lima langkah sebagai pendekatan yang humanistik terhadap pasien:

a. Perawat seharusnya mengerti apa yang akan terjadi

Perawat mengkaji pasien dengan memahami bahwa pengetahuan dan pengalamannya tidak boleh mempengaruhi kesimpulan yang dibuat untuk pasien, untuk itu perawat harus mempersiapkan diri dengan baik kalau akan mengakaji pasien, artinya perawat mengetahui segala kelebihan dan kekurangannya sebagai perawat.

b. Perawat mengetahui kata hatinya

Untuk pendekatakan humanistik kata hati atau nurani merupakan bagian yang sangat penting dalam memahami situasi/kondisi atau masalah yang sedang dialami pasien. Dengan nurani atau hati perawat mampu mengerti secara keseluruhan masalah yang sebenarnya terjadi pada pasien. Karena dari beberapa referensi menyatakan bahwa dengan nurani kebenarannya lebih dari 70 kali lipat dari mata.

c. Perawat mengetahui ilmunya

Disini perawat bergerak dari nurani ke analisa data yang memerlukan ilmu, karena data harus dibandingkan dan diinterpretasi yang akan mengahasilkan masalah pasien dengan tepat.

d. Perawat mengetahui bagaimana mensintesa pengetahuan untuk memahami pasien

Perawat seharusnya mengetahui mengapa masalah itu terjadi, dan mampu menghubungan kondisi atau fenomena satu dengan yang lain. Sehingga perawat mempunyai cara pandang yang luas tentang masalah pasien.

e. Kesuksesan perawat adalah datang dari hal-hal yang kadang tidak mungkin.

Dalam tahap ini perawat mempunyai abstraksi yang dia jelaskan setelah melakukan pengkajian. Tetapi kita sadar bahwa tidak mungkin seseorang memahami secara tuntas tentang orang lain. Tetapi dengan belajar dari pengalaman dan ilmu yang dikembangkan setiap hari dan mampu mensintesa antara fenomena serta menggunakan nuraninya perawat akan mengerti dan memahami pasiennya.

REFERENSI:

Vaughan, B Patient education in therapeutic nursing, dalam Nursing as therapy ed by McMahon R, Chaman & Hall, London, 1992

Mckee, C, Breaking the mould : a humanistic approach to nursing practice dalam Nursing as therapy ed by McMahon R, Chaman & Hall, London, 1992

Thorsteinsson, L S The quality of nursing care as perceived by individuals with chronic illnesses: The magical touch of nursing. Journal of clinical nursing, january, 2002.

Beck, CM, Rawlins and Williams, S.R, 1996, Mental health psychiatric nursing: A Holistic life-Cycle approach, St Louis, Mosby Co.

Fortinash, CN and Holoday , P.A, 1991, Psychiatric nursing care plan,St Louis, Mosby year Book.

Patricia G, O’Brion, Winifred ZK and Karen AB, 1999.Psychiatric nursing, anintegration of theory and practice. Mc Graw Hill nursing core serie, New York.

Stuart, G.W and Sundeen, S.J, 1995. principles and practice of psychiatric nursing, St. Louis, Mosby Year Book.

…..., 1998. Buku saku : Keperawatan Jiwa, Alih Bahasa, Akhir Yani, Jakarta: EGC.