ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI

Posted by Anonymous

BAB I
PENDAHULUAN
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk
halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling
sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.

Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang
dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan
suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau
bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya
bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap
tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Persepsimerupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal
,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh
stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan
untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor
sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian
emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses
sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.
Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa Medan ditemukan
85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis
kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi.
©2003 Digitized by USU digital library 2
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
1. PENGERTIAN
a. Persepsi
Adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan
dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. Jadi
gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan
antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan,
sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud
bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan
mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.
Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara
fantasi dan kenyataaan. Mereka dalap menggunakan proses pikir yang
logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta
mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang
berat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu. Persepsi
mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal.
Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akan
perasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsi
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapat
bersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987, hal
725)
b. Halusinasi
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman
panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang
salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi
sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau
pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalah
gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut
terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak
nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
2. E T I O L O G I
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada
klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan
delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan
alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan
epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi
juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang
meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi
sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat
©2003 Digitized by USU digital library 3
keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis ,
sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis ,
pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
3. PSIKOPATOLOGI
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu,
akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu.
Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-bicara
sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,
fisiologik dan lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga
yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari
dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsi
yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau
tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau
patologis,maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscius
bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya
kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
4. MANIFESTASI KLINIK
Tahap I
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
Gerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
Penyempitan kemampuan konsenstrasi
Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolaknya
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
©2003 Digitized by USU digital library 4
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
Prilaku menyerang teror seperti panik
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar
untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai
kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi
perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya secara terapeutik dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap klien halusinasi perawat harus
bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak
boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami. Asuhan
keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi.
1. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
a. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor
resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
©2003 Digitized by USU digital library 5
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan
gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,
tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
c. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan
Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :
1. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi
rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
©2003 Digitized by USU digital library 6
4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses
diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan
dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang dapat dirumuskan pada umumnya bersumber dari apa
yang klien perlihatkan sampai dengan adanya halusinasi dan perubahan yang
penting dari respon klien terhadap halusinasi.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pad aklien dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri : Mandi/kebersihan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam merawat diri
e. Perubahan proses pikir : Waham berhubungan dengan harga diri rendah
kronis
f. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif berhubungan dengan koping
keluarga tak efektif
©2003 Digitized by USU digital library 7
g. Kerusakan komunikasi verbal
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi
i. Koping individu tidak efektif
3. PERENCANAAN TINDAKAN
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
Tujuan Umum : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5. Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat :
1. Mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal
2. Menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara
memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi klien
untuk digunakan
3. Menggunakan keluarga untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering
berinteraksi dengan keluarga
4. Menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
1.1. Bina Hubungan saling percaya
1.1.1. Salam terapeutik
1.1.2. Perkenalkan diri
1.1.3. Jelaskan tujuan interaksi
1.1.4. Ciptakan lingkungan yang tenang
1.1.5. Buat kontrak yang jelas
1.2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
1.4. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu
disesuaikan dengan kondisi klien)
1.5. Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan
dengan halusinasi
1.6. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan
tingkah laku halusinasi
1.7. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi
1.8. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat
alami halusinasi.
2.1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang
mengalami halusinasi.
3.1. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
3.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara
memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien
3.3. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
©2003 Digitized by USU digital library 8
4.1. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami
halusinasi
4.2. Lakukan kunjungan rumah : Diskusikan dengan keluarga tentang :
4.2.1 Halusinasi klien
4.2.2 Cara memutuskan kelompok
4.2.3 Cara merawat anggota keluarga halusinasi
4.2.4 Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan kejadian
halusinasi
4.2.5 Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada saat
mengalami halusinasi
5.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol
halusinasi
5.2. Bantu klien menggunakan obat secara benar
b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Tujuan Khusus :
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal prilaku menarik dirinya, misalnya menyebutkan
perilaku menarik diri
3. Klien mampu mengadakan hubungan/sosialisasi dengan orang lain :
perawat atau klien lain secara bertahap
4. Klien dapat menggunakan keluarga dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan dengan orang lain
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat dan mau berjabat tangan. Dengan perawat mau
menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk
bersama
2. Klien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri
3. Klien mau berhubungan dengan orang lain
4. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara
bertahap dengan keluarga
Intervensi :
1.1. Bina hubungan saling percaya
1.1.1 Buat kontrak dengan klien
1.1.2 Lakukan perkenalan
1.1.3 Panggil nama kesukaan
1.1.4 Ajak klien bercakap-cakap dengan ramah
2.1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan
perasaan penyebab klien tidak mau bergaul/menarik diri
2.2. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
yang mungkin jadi penyebab
2.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan
3.1. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan
3.2. Perlahan-lahan serta klien dalam kegiatan ruangan dengan melalui
tahap-tahap yang ditentukan
3.3. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai
3.4. Anjurkan klien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari
berhubungan
©2003 Digitized by USU digital library 9
3.5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan klien mengisi
waktunya
3.6. Motivasi klien dalam mengikuti aktivitas ruangan
3.7. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan
4.1 Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan
keluarga
4.2 Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab
dan cara keluarga menghadapi
4.3 Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi
4.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin menengok klien minimal
sekali seminggu
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
bertahap
Tujuan Khusus :
Klien dapat :
1. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2. Menilai kemampuan diri yang dapat dipergunakan
3. Klien mampu mengevaluasi diri
4. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik untuk dirinya
5. Klien mampu bertanggung jawab dalam tindakan
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat menyebut minimal 2 aspek positip dari segi fisik
2. Klien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
3. Klien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
4. Klien mampu memulai mengevaluasi diri
5. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan
kemampuan yang ada pada dirinya
6. Klien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai
dengan rencanan
Intervensi :
1.1. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada
dirinya dari segi fisik
1.2. Diskusikan dengan klien tentang harapan-harapannya
1.3. Diskusikan dengan klien keterampilannya yang menonjol selama di
rumah dan di rumah sakit
1.4. Berikan pujian
2.1. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh klien
2.2. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh klien
2.3. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi klien
3.1. Bersama klien identifikasi stressor dan bagaimana penialian klien
terhadap stressor
3.2. Jelaskan bahwa keyakinan klien terhadap stressor mempengaruhi
pikiran dan perilakunya
3.3. Bersama klien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak
realistik
3.4. Bersama klien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
3.5. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok
3.6. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif
3.7. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptif
©2003 Digitized by USU digital library 10
4.1. Bantu klien untuk mengerti bahwa hanya klien yang dapat merubah
dirinya bukan orang lain
4.2. Dorong klien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri
(bukan perawat)
4.3. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan/tujuannya
4.4. Bantu klien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang
diharapkan
4.5. Dorong klien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang
sesuai potensi yang ada pada dirinya
5.1. Beri kesempatan kepada klien untuk sukses
5.2. Bantu klien mendapatkan bantuan yang diperlukan
5.3. Libatkan klien dalam kegiatan kelompok
5.4. Tingkatkan perbedaan diri pada klien didalam keluarga sebagai
individu yang unik
5.5. Beri waktu yang cukup untuk proses berubah
5.6. Beri dukungan dan reinforcement positip untuk membantu
mempertahankan kemajuan yang sudah dimiliki klien
d. Defisit perawatan diri : Mandi / kebersihan diri berhubungan dengan
ketidak mampuan dalam merawat diri
Tujuan Umum : Klien mampu melaksanakan perawatan diri dengan baik
sehingga penampilan diri adekuat
Tujuan Khusus :
Klien mampu :
1. Menjelaskan arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri
2. Mengidentifikasi kebersihan dirinya
3. Menjelasakan cara-cara membersihkan dirinya
4. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat
5. Melakukan perawatan diri secara mandiri
6. Memberdayakan sistem pendukung untuk meningkatkan perawatan diri
Kriteria Evaluasi :
Klien mampu :
1. Menyebutkan arti kebersihan diri
2. Menyebutkan tujuan kebersihan diri (untuk memelihara kesehatan
tubuh dan badan terasa segar/nyaman)
3. Menyebutkan tanda-tanda kebersihan diri : kulit tidak ada daki dan
tidak berbau, rambut tidak ada ketombe, kutu, tidak ada bau dan
tersisir rapi, kuku pendek dan bersih, mulut/gigi tidak bau, genitalia
tidak gatal dan mata tidak ada kotoran
4. Menilai keadaan kebersihan dirinya
5. Menyebutkan cara-cara membersihkan diri dari rambut sampai kaki
6. Mendemonstrasikan cara membersihkan diri secara benar dengan
bantuan perawat
7. Melakukan perawatan diri secara mandiri dengan benar dan tersusun
jadwal kegiatan untuk kebersihan diri
8. Keluarga mampu menyebutkan cara meningkatkan kebersihan diri klien
dan keluarga dapat membantu/terlibat aktif dalam memelihara
kebersihan diri
Intervensi :
1.1. Dorong klien untuk menyebutkan arti, tujuan dan tanda-tanda
kebersihan diri
©2003 Digitized by USU digital library 11
1.2. Diskusikan tentang arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri
1.3. Dengarkan keluahan klien dengan penuh perhatian dan empati
1.4. Berikan pujian apabila klien menyebutkan secara benar
2.1. Bantu klien menilai kebersihan dirinya
2.2. Berikan pujian atas kemampuan klien menilai dirinya
3.1. Dorong klien menyebutkan alat-alat dan cara membersihkan diri
3.2. Diskusikan tentang alat-alat dan cara membersihkan diri
3.3. Menjelasakan cara-cara membersihkan diri
3.4. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat
4.1. Demonstrasikan pada klien cara-cara membersihkan diri
4.2. Bimbing klien mendemonstrasikan kembali cara-cara membersihkan
diri
4.3. Dorong klien membersihkan diri sendiri dengan bantuan
4.4. Melakukan perawatan diri secara mandiri
5.1. Berikan kesempatan klien untuk membersihkan diri sendiri secara
bertahap sesuai dengan kemampuan
5.2. Dorong klien mengungkapkan manfaat yang dirasakan setelah
membersihkan diri
5.3. Beri penguatan positif atas perawatan klien
5.4. Bimbing klien membuat jadwal kegiatan untuk membersihkan diri
5.5. Bimbing klien membersihkan diri sesuai jadwal secara mandiri
5.6. Monitor kemampuan klien membersihkan diri sesuai jadwal
6.1. Diskusikan dengan keluarga tentang ketidakmampuan klien dalam
merawat diri
6.2. Diskusikan cara membantu klien membersihkan diri
6.3. Libatkan keluarga dalam perawatan kebersihan diri klien
6.3.1 Menyediakan alat-alat
6.3.2 Membantu klien membersihkan diri
6.3.3 Memonitor pelaksanaan jadwal
6.4. Beri pujian
e. Perubahan proses pikir : Waham somatis berhubungan dengan harga diri
rendah kronis
Tujuan Umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa
merasa rendah diri
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat memperluas kesadaran diri
2. Klien dapat menyelidiki dirinya
3. Klien dapat mengevaluasi dirinya
4. Klien dapat membuat rencana yang realistis
5. Klien mendapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1
kali pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi
halangan untuk mencapai keberhasilan
3. Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan
kemampuannya setelah 1 kali pertemuan
4. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1
kali pertemuan
©2003 Digitized by USU digital library 12
5. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali
pertemuan
6. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali
pertemuan
7. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali
pertemuan
8. Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah :
Mengatakan diri tidak berharga
Tidak berguna dan tidak mampu
Pesimis
Menarik diri dari realita
9. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien dengan harga diri
rendah secara tepat setelah 2 kali pertemuan
Intervensi :
1.1.1. Diskusikai dengan klien kelebihan yang dimiliknya
1.2.1. Diskusikan kelemahan yang dimilik klien
1.2.2. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna,
semua memiliki kelebihan dan kekurangan
1.2.3. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan
kelebihan yang dimiliki
1.2.4. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang
dimiliki
1.2.5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah dibalik kekurangan
yang dimiliki
2.1.1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya : Apa harapan
selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa citacita
yang ingin dicapai
2.1.2. Beri kesempatan klien untuk berhasil
2.1.3. Beri reinforcement positip terhadap keberhasilan yang
telah dicapai
3.1.1. Bantu klien mengidentifikasikan kegiatan atau keinginan
yang berhasil dicapai
3.1.2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan
tersebut
3.2.1. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan
sebab-sebaba kegagalan
3.2.2. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut
dan cara mengatasi
3.2.3. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat
menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang
mungkin terjadi dimasa yang akan datang
4.1.1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapai
4.1.2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan
kemampuan klien
4.1.3. Bantu klien memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat
dicapainya
4.2.1. Beri kesempatan kepada klien untuk melakukan kegiatan
yang telah dipilih
4.2.2. Tunjukkan keterampilan atau keberhasilan yang telah
dicapai klien
4.2.3. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok
4.2.4. Beri reinforcement postif bila klien mau mengikuti
kegiatan kelompok
©2003 Digitized by USU digital library 13
5.1.1. Diskusikan dengan keluarga tanda-tanda harga diri
rendah
5.1.2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan
menghargai kemampuan tiap anggota keluarga
5.2.1 Diskusikan dengan keluarga cara berespons terhadap
klien dengan harga diri rendah seperti menghargai klien,
tidak mengejek, tidak menjauhi
5.2.2 Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan
berhasil pada klien
5.2.3 Anjurkan keluarga untuk menerima klien apa adanya
5.2.4 Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap
pertemuan keluarga
f. Penatalaksanaan regimen teraupetik inefektif berhubungan dengan ketidak
mampuan keluarga merawat klien
Tujuan Umum : Penatalaksanaan regimen teraupetik efektif
Tujuan Khusus :
1. Keluarga dapat mengetahui masalah yang ditemukan dalam merawat
klien di rumah dengan cara mengungkapkan perasaannya
2. Keluarga dapat mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
kesehatan dalam merawat klien dengan mengidentifikasikan sumbersumber
koping yang dimiliki
3. Keluarga dapat menggunakan koping yang telah dipilih dalam merawat
anggota keluarga yang sakit
4. Keluarga dapat memodifikasi lingkungan keluarga yang sehat dalam
merawat klien di rumah
5. Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
di masyarakat
Kriteria Evaluasi :
1. Keluarga mengungkapkan perasaannya secara verbal
2. Keluarga mengidentifikasi sumber-sumber koping yang ada
3. Keluarga mengungkapkan secara verbal koping apa yang akan dipilih
4. Keluarga mengidentifikasi lingkungan yang sehat dalam merawat klien
5. Keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
dimasyarakat.
Intervensi :
1.1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga dan anggota
keluarga yang lain :
Terima anggota keluarg apa adanya
Dengarkan keluhan keluarga dengan empati
Hindari respon mengkritik/menyalahkan saat keluarga
mengekspresikan perasaannya
1.2. Buat kontrak dengan keluarga untuk bertemu (home visite) yaitu :
Jelaskan tujuan kunjungan
Jelaskan identitas perawat
1.3. Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya dalam
merawat klien
2.1. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan/koping yang selama
ini telah digunakan oleh keluarga
2.2. Beri reinforcement positip bila keluarga mengemukakan tindakan
positip dan berhasil
©2003 Digitized by USU digital library 14
2.3. Diskusikan dengan keluarga tentang alternatif koping
adaptif/sumber pendukung dalam menangani masalah perawatan
klien
3.1. Diskusikan dengan anggota keluarga cara yang selama ini yang
dilakukan dalam merawat klien
3.2. Berikan reinforcement positip setiap anggota keluarga
mengemukakan tindakan yang benar dan berhasil
3.3. Jelaskan pada keluarga tentang berbagai cara yang adaptif dalam
merawat klien seperti :
Bersikap asertif
Komunikasi terbuka
Tidak bermusuhan/mengkritik
Memenuhi kebutuhan klien yang masih dapat ditoleransi seperti :
pakaian, alat-alat kebersihan diri
Libatkan klien dalam kegiatan keluarga
4.1. Motivasi keluarga untuk menerima klien apa adanya dengan cara :
Tidak mengeluarkan kata-kata yang mengejek dan merendahkan
Membantu klien dalam diskusi keluarga
Menghargai klien dan memuji setiap usaha yang adaptif
4.2. Diskusikan dengan keluarga untuk menyediakan perlengkapan yang
diperlukan klien sehari-hari seperti :
Peralatan kebersihan diri
Alat-alat makan
Usahakan tidak membedakan barang milik klien dengan anggota
keluarga yang lain
4.3. Diskusikan dengan keluarga untuk melatih kemampuan klien dalam
menyelesaikan masalah mulai dari yang sederhana sampai masalah
kompleks
5.1. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada dan sejauh mana keluarga telah memanfaatkannya
5.2. Jelaskan pada keluarga tentang kegunaan dan efek samping obat
serta pentingnya keteraturan minum obat
g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum : Pasien dapat menunjukkan kemampuan dalam melakukan
komunikasi verbal dengan perawat dan sesama pasien
dalam suatu lingkungan sosial dengan cara yang tepat
Tujuan Khusus :
1. Pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk bertahan pada satu topik
2. Pasien dapat menggunakan ketepatan kata
3. Pasien dapat melakukan kontak mata intermitten selama 5 menit
dengan perawat dalam waktu 1 minggu
Kriteria Evaluasi :
1. Pasien dapat berkomunikasi dengan cara mendapat dimengerti orang
lain
2. Pesan non verbal pasien sesuai dengan verbalnya
3. Pasien dapat mengetahui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan
komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas
melakukan kontak kepada pasien untuk memutuskan proses.
©2003 Digitized by USU digital library 15
Intervensi :
1. Gunakan tehnik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi
pasien
2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas
3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang dapat mengancam
bagaimana prilaku dan pembicaraannya diterimia dan mungkin juga
dihindari oleh orang lain
4. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang
memuaskan kembali
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan panik
Tujuan Umum : Pasien mampu tidur dalam 30 menit istirahat dan tidur 6-
8 jam tanpa alat bantu tidur saat pulang
Tujuan Khusus :
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal prilaku panik
3. Klien dapat tidur dalam 30 menit istirahat dan tidur 5 jam tanpa
terbangun
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat tidur dalam 30 menit setelah istirahat
2. Klien dapat tidur paling sedikit 6 jam berturut-turut
3. Pasien dapat menggunakan sedatif untuk membantu tidur
Intervensi :
1. Buat catatan secara rinci tentang pola tidur pasien
2. Berikan obat-obatan anti psikotik sebelum tidur
3. Bantu dengan tindakan-tindakan yang dapat menambah waktu tidur,
kehangatan dan minuman yang tidak merangsang
4. Lakukan latihan relaksasi menggunakan musik yang lembut sebelum
tidur mungkin membantu
5. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein
i. Koping individu tak efektif berhubungan dengan rendah diri
Tujuan Umum : Klien dapat mendemonstrasikan lebih banyak penggunaan
keterampilan koping adaptif yang dibuktikan oleh adanya
kesesuaian antara interaksi dan keinginan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat
Tujuan Khusus :
1. Pasien akan mengembangkan rasa percaya kepada 1 orang perawat
dalam 1 minggu
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat menilai situasi realistis dan tidak melakukan tindakan
proyeksi perasaannya dalam lingkungan tersebut
2. Klien dapat mengakui dan mengklarifikasi kemungkinan salah
interpretasi terhadap prilaku dan perkataan orang lain
3. Klien dapat berinteraksi secara kooperatif
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya
2. Hindari kontak fisik
©2003 Digitized by USU digital library 16
3. Motivasi klien untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya dan
perawat menghindari sikap penolakan terhadap perasaan marah pasien
4. Jangan berikan kegiatan yang bersifat kompetitif.
BAB.III
P E N U T U P
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan
secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat
menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu
perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam
memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi
perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa
peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan
klien.
Saran-saran
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti
langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis
dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan
pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan
saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan
3. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,
sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat
membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan bagi
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori
dan Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta, 2000
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC,
Jakarta, 1995
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1987
Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, Surabaya, 1990
Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, CV.
Sagung Seto, Jakarta, 2001.
Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, Jakarta, 1998