“INTERVENSI DIET SEBAGAI TERAPI PADA PENDERITA AUTIS”

Posted by Anonymous

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autis hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autis. Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh muktifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita.

· PENANGANAN AUTIS HARUS BERSIFAT HOLISTIK (SECARA MENYELURUH), DIANATARANYA TERAPI OKUPASI, BIOMEDIS DAN PENDEKATAN DIET. BILA DILAKUKAN HANYA SEBAGIAN SERINGKALI TIDAK OPTIMAL.
· BANYAK PENELITIAN BIDANG SEROTONIK, IMUNOLOGI DAN ENDOKRINOLOGI TERBARU DAN MUTAKHIR MENUNJUKKAN BAHWA DENGAN PENDEKATAN DIET UNTUK MEMPERBAIKI GANGGUAN SALURAN CERNA SEBAGAI PENYEBAB GANGGUAN FUNGSI OTAK PADA AUTIS DAPAT DIMINIMALKAN. PENDEKATAN DIET DAPAT MEMINIMALKAN GANGGUAN PERLAKU PADA AUTIS.
· SAYANGNYA KEMAJUAN PENELITIAN YANG ADA INI SERING BAHKAN MASIH MENJADI KONTROVERSI DIKALANGAN MEDIS SENDIRI SEHINGGA BANYAK PENDERITA AUTIS SERING MENGALAMI KETERLAMBATAN PENANGANAN ATAU KETIDAKOPTIMALAN PENANGANAN. KARENA BANYAK DOKTER ATAU KLINISI DI BIDANG AUTIS YANG MASIH BELUM MAU MENERAPKAN PENDEKATAN DIET TERHADAP PASIENNYA. BAHKAN BANYAK TERJADI ORANGTUA PENDERITA AUTIS MELAKUKAN PENDEKATAN DIET SETELAH BERUSIA 5 TAHUN LEBIH, PADAHAL BILA DILAKUKAN LEBIH DINI AKAN SEMAKIN BAIK.
· KESALAHAN LAIN YANG SERING TERJADI DALAM SEHARI-HARI PENDERITA MELARANG DAN MEMBOLEHKAN BERDASARKAN TES KULIT ATAU TES DARAH. PADAHAL UNTUK MENCARI DAN MEMASTIKAN PENYEBAB HIPERSENSITIVITAS MAKANAN BUKAN BERDASARKAN PEMERIKSAAN DARAH ATAU TES KULIT.
· KEJANGGALAN LAIN YANG TERJADI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI :
SEBENARNYA UNTUK MEMASTIKAN DIAGNOSIS AUTIS DAN HIPERSENSITIVITAS MAKANAN ADALAH DIAGNOSIS KLINIS (MELAKUKAN WAWANCARA DAN PENGAMATAN TERHADAP RIWAYAT DAN GEJALA KLINIS), PEMERIKSAAN LABORATORIUM YANG BERMACAM-MACAM ITU (SEPERTI MRI, EEG, TES RAMBUT, TES DARAH ALERGI, TES LOGAM BERAT DLL) BUKAN UNTUK MEMASTIKAN DIAGNOSIS AUTIS DAN BUKAN YANG UTAMA DALAM PENANGANAN AUTIS. SAYANG SEKALI, DENGAN BIAYA YANG SANGAT MAHAL TERSEBUT TERNYATA MANFAAT KLINIS TIDAK TERLALU BESAR. PEMERIKSAAN TERSEBUT MUNGKIN HANYA PENTING DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENELITIAN.
· POLA PENDEKATAN DIET SANGAT BANYAK DAN BERVARIASI, YANG MANA YANG PALING BAIK ?
· Deteksi gejala alergi atau hipersensitivitas makanan dan gangguan perkembangan dan perilaku sejak dini pada anak harus dilakukan. Sehingga pengaruh alergi makanan terhadap autism atau gangguan perilaku lainnya dapat dicegah atau diminimalkan sejak dini. SANGATLAH PENTING UNTUK MENGETAHUI DAN MENGENALI GANGGUAN “SALURAN CERNA KRN HIPERSENSITIVITAS MAKANAN” DAN GEJALA AUTIS SEJAK DINI.
MENGAPA PENDERITA AUTIS HARUS MELAKUKAN DIET ?
· BANYAK PENELITIAN MENUNJUKKAN TERNYATA KELAINAN SALURAN CERNA YANG TERJADI PADA HAMPIR SEMUA PENDERITA AUTIS SANGAT BERPERANAN DENGAN GANGGUAN FUNGSI OTAK YANG MENGAKIBATKAN GANGGUAN PERILAKU
· BERBAGAI PENELITIAN MENUNJUKKAN SEBAGIAN BESAR PENDERITA AUTIS MENGALAMI GANGGUAN FUNGSI SALURAN CERNA ATAU MENGALAMI LEAKY GUT (KEBOCORAN SALURAN CERNA).
· SEBAGIAN AHLI BERPENDAPAT BAHWA GANGGUAN INI SANGAT BERKAITAN DENGAN “GASTROINTESTINAL FOOD HYPERSENSITIVITY” ARTINYA PENGARUH REAKSI MAKANAN TERTENTU YANG MENGGANGGU SALURAN CERNA TUBUH SENDIRI.
· MEMPERBAIKI GANGGUAN SALURAN CERNA TERSEBUT BUKAN HANYA SEKEDAR PEMBERIAN ENSIM DAN OBAT-OBATAN.
· PEMBERIAN OBAT-OBATAN DAN TERAPI OKUPASI TIDAK AKAN BERPENGARUH OPTIMAL BILA PENGARUH MAKANAN YANG MENGGANGGU SALURAN CERNA PADA PENDERITA AUTISM TIDAK DIKENDALIKAN.


MENGAPA DIET ATAU GANGGUAN SALURAN CERNA BERPENGARUH PADA OTAK ATAU AUTIS ?

Mekanisme bagaimana alergi atau hipersensitivitas makanan mengganggu sistem susunan saraf pusat khususnya fungsi otak masih belum banyak terungkap. Namun ada beberapa teori mekanisme yang bisa menjelaskan, diantaranya adalah teori gangguan organ sasaran, pengaruh metabolisme sulfat, teori gangguan perut dan otak (Gut Brain Axis) dan pengaruh reaksi hormonal pada alergi. Tetapi pada umumnya proses mekanisme terjadinya gangguan tersebut melalui proses penyimpangan proses metabolisme di saluran cerna dan sering terjadi pada penderita “GASTROINTESTINAL FOOD HYPERSENSITIVITY”.


ALERGI MENGGANGGU ORGAN SASARAN.
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks. Berbagai zat hasil, proses alergi seperti sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan dalam peradangan di organ tubuh manusia. Rendahnya TH1 akan mengakibatkan kegagalan kemampuan untuk mengontrol virus dan jamur, menurunkan aktifitas NK cell (sel Natural Killer) dan merangsang autoantibodies dengan memproduksi berbagai macam antibody antibrain (menggangu ke otak) dan organ tubuh lainnya.
Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya. Sistem Susunan Saraf Pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran, apalagi otak adalah merupakan organ tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem susunan saraf pusat adalah merupakan pusat koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses peradangan lama yang kompleks.
· TEORI METABOLISME SULFAT
Pada penderita hipersensitvitas makanan, mungkin juga pada alergi makanan terdapat gangguan metabolisme sulfat pada tubuh. Gangguan Metabolisme sulfat juga diduga sebagai penyebab gangguan ke otak. Bahan makanan mengandung sulfur yang masuk ke tubuh melalui konjugasi fenol dirubah menjadi sulfat dibuang melalui urine. Pada penderita alergi yang mengganggu saluran cerna diduga juga terjadi proses gangguan metabolisme sulfur. Gangguan ini mengakibatkan gangguan pengeluaran sulfat melalui urine, metabolisme sulfur tersebut berubah menjadi sulfit. Sulfit inilah yang menggakibatkan gangguan kulit (gatal) pada penderita. Diduga sulfit dan beberapa zat toksin inilah yang dapat menganggu fungsi otak. Gangguan tersebut mengakibatkan zat kimiawi dan beracun tertentu yang tidak dapat dikeluarkan tubuh sehingga dapat mengganggu otak.
· TEORI HUBUNGAN PENCERNAAN DAN OTAK (ENTERIC NERVOUS SYSTEM, GUT-BRAIN AXIS DAN ABDOMINAL BRAIN THEORY)
Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan Sistem susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autism melalui Hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara patofisiologi kelainan Leaky Gut Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi makanan. Beberapa teori yang menjelaskan gangguan pencernaaan berkaitan dengan gangguan otak adalah :
· KEKURANGAN ENSIM DIPEPTIDILPEPTIDASE
Kekurangan ensim Dipeptidalpeptidase IV (DPP IV). pada gangguan pencernaan ternyata menghasilkan zat caseo morfin dan glutheo morphin (semacam morfin atau neurotransmiter palsu) yang mengganggu dan merangsang otak.
· TEORI PELEPASAN OPIOID
Teori pelepasan opioid (zat semacam opium) ikut berperanan dalam proses di atas. Hal tersebut juga sudah dibuktikan penemuan seorang ahli pada binatang anjing. Setelah dilakukan stimulasi tertentu pada binatang anjing, ternyata didapatkan kadar opioid yang meningkat disertai perubahan perilaku pada binatang tersebut. ]
· TEORI ABDOMINAL EPILEPSI. Teori Enteric nervous brain juga mungkin yang mungkin bisa menjelaskan adanya kejadian abdominal epilepsi, yaitu adanya gangguan pencernaan khususnya nyeri perut yang dapat mengakibatkan epilepsi (kejang) pada anak atau orang dewasa. Beberapa laporan ilmiah menyebutkan bahwa gangguan pencernaan atau nyeri perut berulang pada penderita berhubungan dengan kejadian epilepsi.
· TEORI KETERKAITAN HORMONAL DENGAN ALERGI
Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh banyak penelitian. Sedangkan perubahan hormonal itu sendiri tentunya dapat mengakibatkan manifestasi klinik tersendiri. Para peneliti melaporkan pada penderita alergi terdapat penurunan hormon seperti kortisol, metabolik. Hormon progesteron dan adrenalin tampak cenderung meningkat bila proses alergi itu timbul. Perubahan hormonal tersebut ternyata dapat mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat atau otak . Diantaranya dapat mengakibatkan keluhan gangguan emosi, gampang marah, kecemasan, panik, sakit kepala, migraine dan keluhan lainnya.
APA SAJAKAH GANGGUAN YANG BISA TERJADI AKIBAT PENGARUH MAKANAN?
Bila makanan mengganggu saluran cerna secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi fungsi otak, gejala yang bisa timbul adalah :
· Gangguan neuroanatomis seperti sakit kepala, migraine, vertigo, tick (mata sering berkedip), lumpuh sesaat (salah satu kaki seperti jalan pincang hanaya sesaat), breath holding spel, short memory lost (mudah lupa) atau kejang tanpa disertai gangguan EEG dan CT scan/MRI.
· Gangguan neurofungsional yang bisa terjadi adalah gangguan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara, impulsive, depresi, gangguan konsentrasi, gangguan belajar dan memperberat gejala autism dan ADHD.


MELIHAT BEBERAPA TEORI DAN FAKTA TERSEBUT TAMPAKNYA PARA ORANGTUA HARUS MEWASPADAI GANGGUAN SALURAN CERNA PADA ANAK TERNYATA DAPAT MEMPENGARUHI OTAK DAN PERILAKU ANAK TERMASUK MEMPERBERAT GANGGUAN PERILAKU YANG SUDAH TERJADI PADA AUTISM DAN ADHD ATAU GANGGUAN PERILAKU LAINNYA

APAKAH “GASTROINTESTINAL FOOD HYPERSENSITIVITY” ?
· “GASTROINTESTINAL FOOD HYPERSENSITIVITY“ atau hipersensitifitas makanan pada saluran cerna adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai sistem saluran cerna yang ditimbulkan oleh reaksi simpang terhadap makanan. ]
· Reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Reaksi tersebut dapat diperantarai oleh mekanisme yang bersifat imunologi, farmakologi, toksin, infeksi, idiosinkrasi, metabolisme serta neuropsikologis terhadap makanan. Dari semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan dan zat aditif makanan sekitar 20% disebabkan karena alergi makanan. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non imunologis.
· REAKSI SIMPANG MAKANAN TERSEBUT TERDIRI DARI :
1. ALERGI MAKANAN (bereaksi terhadap susu sapi, udang, telor, buah dan sebagainya.
2. INTOLERANSI MAKANAN (bereaksi terhadap zat warna, pengawet dan zat kimiawi tertentu di dalam makanan)
3. CELIAC (bereaksi terhadap terigu dan sebagainya)
4. ATAU REAKSI HIPERSENSITIVITAS LAINNYA
Menurut cepat timbulnya reaksi terhadap makanan dapat berupa reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi lambat (delayed onset reaction). Reaksi cepat, reaksi terjadi berdasarkan reaksi kekebalan tubuh tipe tertentu. Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan atau terhirup pajanan makanan. Reaksi Lambat, terjadi lebih dari 8 jam setelah makan bahan penyebab reaksi simpang tersebut.


APAKAH TANDA DAN GEJALA “GASTROINTESTINAL FOOD HYPERSENSITIVITY” ?
· GANGGUAN SALURAN CERNA SECARA PRAKTIS SULIT DIKETAHUI, MUNGKIN DENGAN CARA BIOPSI DISERTAI PEMERIKSAAN BIOMOLEKULER PADA SALURAN CERNA PENDERITA AKAN DAPAT DIKETAHUI GANGGUAN TERSEBUT. TETAP PEMERIKSAAN TERSEBUT HANYA DALAM KEGIATAN PENELITIAN. DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI SULIT DILAKUKAN.
· SECARA MUDAH BISA DIAMATI POLA GANGGUAN BUANG AIR BESAR ANAK : BERAK SULIT (NGEDEN ATAU TIDAK TIAP HARI), FESES WARNA GELAP, KERAS DAN BERBAU TAJAM ATAU CAIR.
· GEJALA SALURAN CERNA (TERMASUK GIGI/MULUT) LAIN YANG HARUS DIWASPADAI :
1. PADA BAYI : SALURAN CERNA:Gastrooesephagealrefluks/GER): Sering MUNTAH/gumoh), kembung,“cegukan”, buang angin keras dan sering, sering rewel gelisah (kolik) terutama malam hari, BAB > 3 kali perhari, BAB TIDAK TIAP HARI. Feses warna hijau,hitam dan berbau. Sering “ngeden & beresiko Hernia Umbilikalis (pusar), Scrotalis, inguinalis. Air liur berlebihan. Lidah sering timbul putih, bibir kering
2. PADA ANAK YANG LEBIH BESAR : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak. MUAL pagi hari. SERING BAB 3 kali/hari atau lebih, SULIT BAB, TIDAK BAB TIAP HARI, berat ngeden, kotoran bulat hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin,bau tajam. Sering NYERI PERUT.
3. GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak, gusi mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering SARIAWAN, lidah putih & berpulau, MULUT BERBAU, air liur berlebihan.
GEJALA LAIN YANG MENYERTAI :
1. GANGGUAN KULIT : KULIT : KULIT KERING DAN KASAR, TIMBUL BINTIL kemerahan dan bekas hitam seperti tergigit nyamuk, Warna putih pada kulit seperti ”panu”. Sering menggosok mata, hidung, telinga, sering menarik/memegang alat kelamin karena gatal. Kotoran telinga berlebihan, sedikit berbau, sakit telinga bila ditekan (otitis eksterna). Anus dan ujung penis sering merah gatal
2. GANGGUAN ALERGI LAINNYA SEPERTI : SERING PILEK, BATUK, SESAK ATAU ASMA
APAKAH HIPERSENSITIF SALURAN CERNA TERSEBUT BERSIFAT TURUNAN ?
· HIPERSENSITIFITAS MAKANAN SANGAT BERAGAM, MESKIPUN TIDAK SEMUA TAPI DIDUGA SEBAGIAN BESAR MENURUN DARI SALAH SATU ORANG TUA TERUTAMA PADA KASUS ALERGI.
· DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI PENULIS SERING MENEMUKAN SALAH SATU ORANG TUANYA TERUTAMA YANG MEMPUNYAI FISIK (WAJAH) ATAU GOLONGAN DARAH SAMA DENGAN PENDERITA JUGA MEMPUNYAI RIWAYAT PENCERNAAN YANG SENSITIF. GANGGUAN TERSEBUT ADALAH “GEJALA MAG”, SERING MUAL ATAU “MASUK ANGIN”, NYERI PERUT, SULIT BUANG AIR BESAR ATAU MALAH TERLALU GAMPANG BUANG AIR BESAR. DAN YANG MENARIK ORANGTUA TERSEBUT BIASANYA JUGA MEMPUNYAI KELUHAN FUNGSI NEUROFUNGSIONAL OTAK JUGA SEPERTI : MIGRAIN, SERING SAKIT KEPALA ATAU VERTIGO.
BAGAIMANA MENGETAHUI ATAU MEMASTIKAN MAKANAN YANG MENGGANGGU
· KESULITAN YANG SERING DIALAMI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI ADALAH MENENTUKAN MAKANAN MANA YANG MENGGANGGU. BANYAK KONTROVERSI TERJADI : sebagian pendapat bahwa anak autis tidak bolah makan apel, orang tua lainnya bilang boleh makan apel, ahli lain menyarankan tidak boleh minum susu sapi, sedangkan dokter mengadviskan boleh makan semua atau bahkan dokter lain melarang hampir semua makanan. HAL INI MEMBUAT ORANG TUA SEMAKIN BINGUNG.
· BILA MELIHAT TEORI TERSEBUT DI ATAS TAMPAKNYA HAMPIR SEMUA MAKANAN DAPAT MENGGANGGU SALURAN CERNA PENDERITA AUTIS, TETAPI SEBENARNYA TIDAK SEMUA MAKANAN MENGGANGGU PENDERITA AUTIS. SETIAP ANAK BERBEDA DALAM MENGHADAPI REAKSI YANG DITIMBULKAN TERHADAP MAKANAN. Contoh : ada seorang anak yang bereaksi terhadap apel tetapi anak lainnya mengkonsumsi apel tidak masalah.
· UNTUK MEMASTIKAN ADANYA REAKSI HIPERSENSITIVITAS MAKANAN ADALAH DENGAN berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala reaksi makanan sejak bayi dan dengan dengan eliminasi dan provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC).
· Mengingat cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap metode pemeriksaan tersebut. Allergy Astma Clinic dan Allergy behaviour Clinic Jakarta melakukan modifikasi dengan melakukan “Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana”. Dalam diet sehari-hari dilakukan eliminasi atau dihindari beberapa makanan penyebab hipersensitifitas makanan selama 2-3 minggu, penderita hanya boleh berbagai makanan yang relatif aman. Setelah 3 minggu bila keluhan saluran cerna dan gangguan perilaku berkurang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat dalam buku harian. Disebut sebagai penyebab hipersensitifitas bila dalam 2-3 kali provokasi menimbulkan gejala saluran cerna dan perilaku anak. ELIMINASI PROVOKASI MAKANAN DAPAT SEBAGAI ALAT DIAGNOSIS DAN SEKALIGUS TERAPI (TERAPI TANPA OBAT)
· PEMERIKSAAN LAINNYA TIDAK MEMASTIKAN PENYEBAB MAKANAN !!!! :

TERDAPAT BERBAGAI PEMERIKSAAN YANG DIKATAKAN DAPAT MENGETAHUI PENYEBAB MAKANAN YANG MENGGANGGU ATAU MENGETAHUI ALERGI MAKANAN. TERNYATA UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB REAKSI SIMPANG MAKANAN BERBAGAI PEMERIKSAAN TERSEBUT AKURASINYA TIDAK TINGGI ATAU MEMPUNYAI SPESIFITAS DAN SENSITIFITAS YANG TIDAK TINGGI, SEHINGGA SERING TERJADI “FALSE NEGATIF” DAN “FALSE POSITIF”. Artinya negatif : belum tentu tidak alergi atau cocok, positif : belum tentu alergi atau tidak cocok.
· Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari penyebab reaksi simpang makanan sangat banyak dan beragam. Baik dengan cara yang ilmiah hingga cara alternatif, mulai yang dari yang sederhana hingga yang canggih.
1. CARA ILMIAH : diantaranya adalah uji kulit alergi (skin test alergi), pemeriksaan darah (IgE, RASt) pemeriksaan ini hanya memastikan adanya bakat alergi atau tidak tetapi tidak bisa memastikan makanan penyebab alergi.
2. Pemeriksaan IgG (harus dikirim ke Amerika Serikat), pemeriksaan antibodi Gliadin, lemak tinja, Antibody monoclonal dalam sirkulasi, Pelepasan histamine oleh basofil (Basofil histamine release assay/BHR), Kompleks imun dan imunitas seluler, Intestinal mast cell histamine release (IMCHR), Provokasi intra gastra melalui endoskopi, biopsi usus setelah dan sebelum pemberian makanan. Pemeriksaan ini tidak terbukti secara ilmiah,
3. Pemeriksaan alternative atau ”unproven” untuk mencari penyebab alergi makanan diantaranya adalah kinesiology terapan (pemeriksaan otot), Alat Vega (pemeriksaan kulit elektrodermal, bioresonansi, biotensor), Metode Refleks Telinga Jantung, Cytotoxic Food Testing, ELISA/ACT, Analisa Rambut, Iridology dan Tes Nadi. PEMERIKSAAN INI SEBENARNYA TIDAK DIREKOMENDASIKAN OLEH BEBERAPA ORGANISASI ALERGI DUNIA, SELAIN MAHAL JUGA SERING MENYESATKAN. TETAPI FAKTANYA MASIH SERING DIPAKAI OLEH KLINISI DAN PARA DOKTER.
FAKTA YANG TERJADI SKIN TEST ATAU RAST (PERIKSA DARAH UNTUK ALERGI) :
· Seorang penderita autis setelah dilakukan eliminasi provokasi makanan, banyak didapatkan kemajuan. Tetapi orang tua sempat frustasi karena mendengar berbagai informasi akhirnya berobat ke Singapura. Dengan cekatan tim dokter di sana melakukan pemeriksaan mulai MRI atau CT scan, skin test allergy dan test darah alergi (RAST dan Ig). Kesimpulannya semua normal, advis tim dokter semua boleh makan bebas. Kalau menghindari makanan akan kurang gizi. Tapi apa lajur, 1-2 minggu setelah makan bebas ternyata perilaku anak menjelek lagi, tidur malamnya gelisah lagi, pencernaannya kacau lagi.
FAKTA YANG TERJADI PADA PEMERIKSAAN IgG yang dikirim ke Amerika Serikat (yang saat ini banyak dilakukan penderita autis) :
1. FAKTA PERTAMA : SEORANG PENDERITA MELAKUKAN PEMERIKSAAN IgG DENGAN DARAH YANG SAMA DAN DALAM WAKTU YANG SAMA KE TIGA TEMPAT DI AMERIKA SERIKAT, HASILNYA : KETIGANYA BERBEDA , kesimpulannya tempat pertama melarang minum susu sapi, tempat ke dua membolehkan minum susu sapi tempat ke tiga boleh minum hanya sedikit. BINGUNG KHAN ?
2. FAKTA KE DUA : pada usia 15 bulan hasil pemeriksaan IgG di Amerika Serikat menyimpulkan banyak makanan yang dinyatakan negatif dan anak dibolehkan mengkonsumsi semua makanan tersebut, tetapi ternyata 1 tahun kemudian gejala autism semakin memburuk. Setelah dicek ulang usia 21/2 tahun hampir semua makanan dinyatakan alergi. BINGUNG KHAN?
PENANGANAN AUTIS DENGAN PENDEKATAN DIET
· Masih banyak perbedaan dan kontroversi dalam intervensi makanan pada penderita autis sesuai dengan pengalaman klinis dan wawasan ilmiah tiap klinisi. Sehingga banyak tercipta pola dan variasi pendekatan diet yang dilakukan oleh para ahli dalam menangani hipersensitivitas makanan pada autis. Banyak kasus pengendalian alergi makanan tidak berhasil optimal, karena penderita menghindari beberapa penyebab hopersensitivitas makanan hanya berdasarkan pemeriksaan yang bukan merupakan baku emas atau “Gold Standard” atau ELIMINASI PROVOKASI.
· Pendekatan diet pada autis terdiri dari berbagai macam, seperti DIET FEINGOLD, DIET ALERGI, DIET ROTASI, DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN, DIET BEBAS GULA DAN BERBAGAI POLA PENDEKATAN DIET LAINNYA. MANA YANG TERBAIK? SECARA BUKTI ILMIAH MASIH SULIT DIKATAKAN MANA YANG TERBAIK. SEMUA MEMPUNYAI KELEMAHAN DAN KELEBIHAN. CONTOH : DIET ROTASI : kelemahannya pengaturan diet berdasarkan pemeriksaan darah yang akurasinya tidak tinggi dan belum tentu benar,dan makanan yang mengganggu juga tetap diberikan. DIET FEINGOLD : kelemahan hanya menghindari zat pengawet dan zat warna, tidak memperhatikan alergi makanan. DIET ALERGI MAKANAN : kelemahan dasarnya tes kulit dan darah belum memastikan dan tidak memperhitungkan intolransi makanan lainnya seperti gluten dan zat warna (gluten dan zat warna bukan reaksi alergi). DIET BEBAS GLUTEN DAN CASEIN : kelemahan tidak mempertimbangkan alergi makanan dan intoleransi makanan lainnya.
· POLA PENDEKATAN DIET YANG PALING IDEAL TAMPAKNYA ADALAH DENGAN MENGIDENTIFIKASI SECARA PASTI SEMUA MAKANAN YANG BERPOTENSI MENGGANGGU SALURAN CERNA BAIK UNTUK ALERGI MAKANAN, INTOLERANSI MAKANAN, CELIAC ATAU REAKSI HIPERSENSITIFITAS LAINNYA. PENANGANAN SEPERTI ITU TIDAK ADA CARA LAIN KECUALI DENGAN MENGGUNAKAN “ELIMINASI PROVOKASI HIPERSENSITIVITAS MAKANAN” YANG BERTUJUAN MENCARI SATU PERSATU DENGAN CERMAT DAN TELITI MELALUI BUKU HARIAN MAKANAN MANA YANG MENGGANGGU (TRIAL AND ERROR).
· ELIMINASI PROVOKASI MAKANAN BUKAN BERARTI TIDAK BOLEH MAKAN MAKANAN TERTENTU SETERUSNYA, TETAPI SUATU ALAT DIAGNOSIS UNTUK MENGIDENTIFIKASI MAKANAN YANG MENGGANGGU DAN MAKANAN YANG AMAN SECARA BERTAHAP.
· Penanganan autism dengan disertai adanya hipersensitivitas makanan haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi makanan. Paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut. Pemberian obat anti alergi, anti jamur dan anti bakteri jangka panjang berarti terdapat kegagalan dalam mengendalikan penyebab hipersensitifitas makanan.
KURANG GIZIKAH BILA MELAKUKAN ELIMINASI PROVOKASI MAKANAN
Memang beberapa makanan yang sering mengganggu mempunyai kadar gizi yang baik. Banyak orangtua dan sebagian klinisi kawatir resiko kekurangan gizi pada anak autis. Kekawatiran tersebut tidak perlu terjadi karena semua makanan yang dihindari ada pengganti makanan yang juga tak kalah gizinya. Misalnya : udang, cumi diganti ikan air tawar atau salmon, telor diganti daging sapi, susu sapi diganti susu kedelai atau susu beras. Bahkan bila mengkonsumsi makanan yang aman gangguan saluran cerna akan membaik maka nafsu makan akan membaik sehingga berat badan justru malah bertambah.
”EVEN THE BEST FOOD CAN MAKE YOUR CHILDREN SICK”.
PILIH MANA MAKAN ENAK ATAU ANAK SAKIT ? ANDA YANG MENENTUKAN,TAPIJANGAN KORBANKAN ANAK.


BAGAIMANA MENYIKAPI KONTROVERSI DIKALANGAN MEDIS
· KONTROVERSI DI BIDANG MEDIS ADALAH HAL BIASA KHUSUSNYA DALAM MELAKUKAN PENDEKATAN TERHADAP PENGOBATAN SUATU PENYAKIT, TERGANTUNG PENGALAMAN KLINIS, WAWASAN ILMIAH DAN PENELITIAN YANG DILAKUKAN SANG KLINISI ATAU DOKTER. DEMIKIAN PULA KONTROVERSI YANG TERJADI DI KALANGAN MEDIS DALAM MENYIKAPI PENDEKATAN DIET PADA PASIEN AUTIS. Satu dokter membolehkan makan semua makanan yang bergizi pada anak autis, dokter lainnya melarang semua makanan, sedangkan dokter lainnya melakukan dengan cermat dan teliti makanan mana yang boleh dan tidak. Hal inilah sering menjadi orangtua bingung harus mengikuti yang mana.
· Bila ini terjadi orang tua bisa membuka wawasan dengan melihat internet dengan membuka fakta ilmiah penelitian yang ada baik di Indonesia (meskipun sangat minim) dan di luar negeri. Atau, melakukan sharing dengan orangtua lainnya setelah melakukan pendekatan diet yang ideal (dengan elminasi provokasi bukan dengan pola diet lainnya seperti rotasi dll), ATAU kemudian melakukan sendiri terhadap anaknya dengan melakukan pendekatan eliminasi provokasi.
· SETELAH MENGALAMI SENDIRI MUNGKIN KITA BARU PERCAYA FAKTA, BAHWA MEMANG BEBERAPA MAKANAN SANGAT JAHAT DAN SELAMA INI MENGGANGGU ANAK KITA.
APAKAH HARUS DIET SEUMUR HIDUP
· Bila dalam proses eliminasi provokasi ditemukan makanan yang mengganggu maka penderita harus menunda atau menghindari makanan tersebut sementara. Kenapa hanya sementara karena dengan pertambahan usia sensitif tersebut bisa berkurang.
· Meskipun tidak bisa hilang sepenuhnya, tetapi hipersenitifitas makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 – 7 tahun biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna karena hipersensifitas makanan juga secara bertahap akan ikut berkurang. Bila gangguan fungsi saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang.
· Perbaikan gejala hipersensitifitas makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala autis biasanya akan tampak mulai berkurang sejak periode usia di atas 2-7 tahun. Meskipun hipersensitivitas makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, coklat, kepiting atau kacang tanah.
END POINT
1. Permasalahan gangguan saluran cerna pada anak tampaknya tidak sesederhana seperti yang diketahui. Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh yang terganggu dan bahaya komplikasi yang terjadi termasuk pengaruh ke otak dan perilaku pada anak. Pengaruh hipersensitifitas makanan ke otak tersebut ternyata sebagai salah satu faktor yang memperberat penyakit Autis.
2. KONTROVERSI YANG TERJADI DI KALANGAN MEDIS DALAM MENYIKAPI PENDEKATAN DIET SERING TERJADI. SETELAH MENGALAMI SENDIRI KITA HARUS PERCAYA FAKTA INI, BUKAN PERCAYA YANG LAIN BAHWA MEMANG MAKANAN TERSEBUT SELAMA INI JAHAT DAN MENGGANGGUN ANAK KITA.
3. Eliminasi makanan tertentu dapat mengurangi gangguan perilaku pada penderita Autis. Diagnosis pasti hipersensitifitas makanan hanya dipastikan dengan Double Blind Placebo Control Food Chalenge (DBPCFC). Penghindaran makanan penyebab alergi tidak dapat dilakukan hanya atas dasar hasil tes kulit alergi atau tes alergi lainnya. Seringkali hasil yang didapatkan tidak optimal karena keterbatasan pemeriksaan tersebut dan bukan merupakan baku emas atau gold Standard dalam menentukan penyebab alergi makanan.
4. Penanganan terbaik pada penderita hipersensitifitas makanan adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat-obatan ensim, obat alergi dan sejenisnya dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi. Mengenali secara cermat gejala gastrointestinal food hypersensitivity dan mengidentifikasi secara tepat penyebabnya, maka gejala alergi dan gangguan autisme dapat dikurangi.
5. SEBENARNYA UNTUK MENDIAGNOSIS AUTIS TIDAK MEMERLUKAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM YANG BERMACAM-MACAM DENGAN BIAYA YANG SANGAT BESAR DAN PEMERIKSAAN ITU TIDAK BISA MEMASTIKAN MENCARI PENYEBAB MAKANAN. YANG UTAMA ADALAH DIAGNOSIS KLINIS ATAU KEJELIAN DOKTER DALAM MENILAI RAWAYAT DAN PENAMPILAN PERILAKU PASIEN.
6. Dengan melakukan deteksi gejala saluran cerna dan gangguan perkembangan dan perilaku sejak dini maka pengaruh hipersensitivitas makanan terhadap autism atau gangguan perilaku lainnya dapat dicegah atau diminimalkan. Sehingga sangatlah penting untuk mengetahui dan mengenali tanda dan gejala gangguan saluran cerna dan autism sejak dini.
7. SECARA JANGKA PANJANG KITA HARUS MENCERMATI DAN MEMINIMALKAN GANGGUAN SALURAN CERNA PADA PENDERITA AUTIS. BILA HAL TERSEBUT CERMAT DILAKUKAN BERARTI DAPAT MEMINIMALKAN GANGGUAN PERILAKU PADA AUTIS SECARA JANGKA PANJANG. AWASI KELUHAN GANGGUAN SALURAN CERNA DAN AMATI CERMAT POLA FESES ANAK.
8. JANGAN ANGGAP REMEH GANGGUAN SALURAN CERNA, HARUS DI DETEKSI DAN DIMINIMALKAN SEJAK DINI. GANGGUAN INI TERNYATA JUGA DAPAT MENINGKATKAN GANGGUAN PERILAKU PADA PENDERITA AUTIS DAN NON-AUTIS. MESKIPUN GANGGUAN YANG TERJADI PADA PENDERITA NON-AUTIS TIDAK LEBIH BERAT.



DAFTAR PUSTAKA

1. Reingardt D, Scgmidt E. Food Allergy.Newyork:Raven Press,1988.
2. Landstra AM, Postma DS, Boezen HM, van Aalderen WM. Role of serum cortisol levels in children with asthma. Am J Respir Crit Care Med 2002 Mar 1;165(5):708-12 Related Articles, Books, LinkOut
3. Croen LA, Grether JK, Yoshika CK, Odouly R, Van der Water J. Maternal auto-immune diseases, asthma and allergies, and childhood autism spectrum disorders. Arch Paediatr Adolesc Med 2005;159:151-157.
4. Kretszh, Konitzky. Differential Behavior Effects of Gonadal Steroids in Women And In Those Without Premenstrual.
5. Lynch JS. Hormonal influences on rhinitis in women. Program and abstracts of 4th Annual Conference of the National Association of Nurse Practitioners in Women's Health. October 10-13, 2001; Orlando, Florida. Concurrent Session K New England Journal of Medicine 1998:1246142-156.
6. Bazyka AP, Logunov VP. Effect of allergens on the reaction of the central and autonomic nervous systems in sensitized patients with various dermatoses] Vestn Dermatol Venerol 1976 Jan;(1):9-14
7. Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F. The influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis. Allergy 1999 Aug;54(8):865-71
8. Renzoni E, Beltrami V, Sestini P, Pompella A, Menchetti G, Zappella M. Brief report: allergological evaluation of children with autism.: J Autism Dev Disord 1995 Jun;25(3):327-33
9. Banov CH.Risks with controlling diet. J Autism Dev Disord. 1979 Mar;9(1):135-6
10. Murch S.Diet, immunity, and autistic spectrum disorders. J Pediatr. 2005 May;146(5):582-4. Review.
11. Menage P, Thibault G, Martineau J, Herault J, Muh JP, Barthelemy C, Lelord G, Bardos P. An IgE mechanism in autistic hypersensitivity? .Biol Psychiatry 1992 Jan 15;31(2):210-2
12. Strel'bitskaia RF, Bakulin MP, Kruglov BV. Bioelectric activity of cerebral cortex in children with asthma.Pediatriia 1975 Oct;(10):40-3.
13. Connoly AM et al. Serum autoantibodies to brain in Landau-Kleffner variant, Autism and other neurolic disorders. J Pediatr 1999;134:607-613
14. Vodjani A et al, Antibodies to neuron-specific antigens in children with autism: possible cross- reaction with encephalitogenic proteins from milk, Chlamydia pneumoniae, and Streptococcus group A. J Neuroimmunol 2002, 129:168-177.
15. Lucarelli S, Frediani T, Zingoni AM, Ferruzzi F, Giardini O, Quintieri F, Barbato M, D'Eufemia P, Cardi E. Food allergy and infantile autism. Panminerva Med. 1995 Sep;37(3):137-41.
16. O'Banion D, Armstrong B, Cummings RA, Stange J. Disruptive behavior: a dietary approach. J Autism Child Schizophr 1978 Sep;8(3):325-37.
17. Valicenti-McDermott M, McVicar K, Rapin I, Wershil BK, Cohen H, Shinnar S. Frequency of gastrointestinal symptoms in children with autistic spectrum disorders and association with family history of autoimmune disease. J Dev Behav Pediatr. 2006 Apr;27(2 Suppl):S128-36
18. Vojdani A, O'Bryan T, Green JA, Mccandless J, Woeller KN, Vojdani E, Nourian AA, Cooper EL.Immune response to dietary proteins, gliadin and cerebellar peptides in children with autism. Nutr Neurosci. 2004 Jun;7(3):151-61
19. Vojdani A, Pangborn JB, Vojdani E, Cooper ELInfections, toxic chemicals and dietary peptides binding to lymphocyte receptors and tissue enzymes are major instigators of autoimmunity in autism. Int J Immunopathol Pharmacol. 2003 Sep-Dec;16(3):189-99.
20. Knivsberg AM, Reichelt KL, Høien T, Nødland M. A randomised, controlled study of dietary intervention in autistic syndromes Nutr Neurosci. 2002 Sep;5(4):251-61
21. Wakefield AJ, Ashwood P, Limb K, Anthony A.The significance of ileo-colonic lymphoid nodular hyperplasia in children with autistic spectrum disorder. Eur J Gastroenterol Hepatol. 2005 Aug;17(8):827-36.
22. El-Fawal HAN et al, Neuroimmunotoxicology : Humoral assessment of neurotoxicity and autyoimmune mechanisms. Environ Health Perspect 1999;107(supp 5):767-775.
23. Warren RP et al. Immunogenetic studies in Autism and related disorders. Molec Clin Neuropathol 1996;28;77-81.
24. Judarwanto W. Dietery Intervention for treatment in Autism with gastrointestinal food Hypersensitivity, (unpublished)
25. Sing VK et Al. Antibodies to myelin basic protein in children with autistic behaviour. Brain Behav Immunol 1993;7;97-103.
26. Sing VK et al. Circulating autoantibodies to neuronal and glial filament protein in autism. Pediatr Neurol 1997;17:88-90.
27. Egger J et al. Controlled trial of oligoantigenic treatment in the hyperkinetic syndrome. Lancet (1) 1985: 540-5
28. Loblay, R & Swain, A. Food intolerance In Wahlqvist M and Truswell, A (Eds) Recent Advances in Clinical Nutrition. John Libby, London. 1086.pp.1659-177.
29. Ward, N I. Assessment of chemical factors in relation to child hyperactivity. J.Nutr.& Env.Med. (ABINGDON) 7(4);1997:333-342.
30. Overview Allergy Hormone. htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.
31. Allergy induced Behaviour Problems in chlidren . htpp://www.allergies/wkm/behaviour.
32. Brain allergic in Children.htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.
33. William H., Md Philpott, Dwight K., Phd Kalita, Dwight K. Kalita PhD, Linus Pauling PhD, Linus. Pauling, William H. Philpott MD. Brain Allergies: The Psychonutrient and Magnetic Connections.
34. Ray C, Wunderlich, Susan PPrwscott. Allergy, Brains, and Children Coping. London.2003
35. Hall K. Allergy of the nervous system : a reviewAnn Allergy 1976 Jan;36(1):49-64.
36. Doris J Rapp. Allergies and the Hyperactive Child
37. Bentley D, Katchburian A, Brostoff J. Abdominal migraine and food sensitivity in children. Clinical Allergy 1984;14:499-500. D'Eufemia, P., Cellis, M. Finocchiaro, R., Pacifico, L., Viozzi, L., Zaccagnini, M., Cardi, E., Giardini, O. (1996) "Abnormal Intestinal Permeability in Children with Autism," Acta Paediatrica, 85:1076-1079.
38. Gillberg, C. (1988) "The role of endogenous opioids in autism and possible relationships to clinical features" in Wing, L. (ed.) Aspects of Autism: Biological Research. Gaskell:London, pp. 31-37.
39. Knivsberg A-M et al. (1990) "Dietary intervention in autistic syndromes," Brain Dysfunction, 3:315- 27.
40. Reichelt, L.L., Lind, G., Nodland, M. (1991) "Probable Etiology and Possible Treatment of Childhood Autism," Brain Dysfunction, 4 (6) 308-319.
41. O'Reilly, B. A. and R.H. Waring (1990) "Enzyme and Sulfur Oxidation Deficiencies in Autistic Children with Known Food/Chemical Intolerances," Xenobiotica, 20:117-122
42. Panksepp, J. (1979) "A neurochemical theory of autism." Trends in Neuroscience, 2: 174-177.
43. Reichelt, K.L., et. al. (1981) "Biologically Active Peptide-Containing Fractions in Schizophrenia and Childhood Autism." Adv. Biochem. Psychopharmacol., 28:627-643.
44. Shattock, P., Kennedy, A., Rowell, F., Berney, T.P. (1990) "Proteins, Peptides and Autism. Part 2: Implications for the Education and Care of People with Autism." Brain Dysfunction, 3 (5) 323-334,
45. Lowdon (1991) "Proteins, Peptides and Autism; Part 2: Implications for the Education and Care of People With Autism," Brain Dysfunction, 4:323-334.
46. Kidd PM An approach to the nutritional management of autism. Altern Ther Health Med. 2003 Sep-Oct;9(5):22-31; quiz 32, 126. Review.
47. O'Banion D, Armstrong B, Cummings RA, Stange J.Disruptive behavior: a dietary approach. J Autism Child Schizophr. 1978 Sep;8(3):325-37.
48. Zeisel SH Dietary influences on neurotransmission. Adv Pediatr. 1986;33:23-47. Review.
49. Jyonouchi H, Geng L, Ruby A, Zimmerman-Bier B. Dysregulated innate immune responses in young children with autism spectrum disorders: their relationship to gastrointestinal symptoms and dietary intervention.
50. Singh VK, Fudenburg HH, Emerson D, Coleman M. Immunodiagnosis and immunotherapy in autistic children. Ann NY Acad Sci 1988;540: 602 604.
51. Vojdani A, Campbell AW, Anyanwu E, Kashanian A, Bock K, Vojdani E. Antibodies to neuron-specific antigens in children with autism: possible cross-reaction with encephalitogenic proteins from milk, Chlamydia pneumoniae and Streptococcus group A. J Neuroimmunol 2002; 129:168-77
52. Minshew NJ. Brief report: brain mechanisms in autism. functional and structural abnormalities. J Autism Dev Disord 1996;26: 205 209.
53. Horvath K, Papadimitriou JC, Rabsztyn A, Drachenberg C, Tildon JT. Gastrointestinal abnormalities in children with autistic disorder. J Pediatr 1999 1988;135: 559 563.
54.
getSFXLink('%253Fsid%253Dblackwell%253Asynergy%2526genre%253Darticle%2526aulast%253DShattock%2526aufirst%253DP..%2BIn%253A%2B%2526aulast%253DWing%2526aufirst%253DR%2526date%253D1988%2526spage%253D1', 'b95')
Pavone L, Fiumara A, Bottaro G, Mazzone D, Coleman M. Autism and celiac disease: failure to validate the hypothesis that a link might exist. Biol Biol Psychiatry 1997;42: 72 75.