SETIAP orang memiliki turunan jenis darah yang disebut rhesus (Rh). Untuk melahirkan bayi yang sehat, Rh ibu dan ayah harus sama. Bila tidak?
Setiap orang memiliki jenis darah sendiri-sendiri yang lebih dikenal dengan golongan darah. Ada empat golongan darah yaitu A, B, atau O. Keempat golongan darah itu memiliki turunan jenis darah yang disebut rhesus atau Rh yang terdiri dari Rh positif dan Rh negatif.
Status Rh ini menggambarkan adanya partikel protein di dalam sel darah seseorang. Bagi yang ber-Rh negatif berarti ia kekurangan faktor protein dalam sel darah merahnya. Sedangkan yang ber-Rh positif memiliki protein yang cukup.
Jenis darah diturunkan oleh kedua orangtua kepada anaknya. Calon ibu yang ber-Rh positif, atau bersama-sama ayah ber-Rh negatif, bayi yang dikandung ibu pun memiliki Rh yang sama. Masalah akan muncul bila calon ibu misalnya memiliki Rh negatif, sedangkan Rh ayah positif. Ketidaksamaan ini bisa menjadi cikal bakal ketidakcocokan Rh yang sangat berbahaya bagi bayi. Kemungkinan besar bayi akan terkena penyakit Rh atau hemolitik.
Akibatkan Kuning
Menurut Dr. Judi Januadi Endjun Sp.Og., bila ibu mempunyai Rh negatif dan ayah positif, kehamilan dan janin dalam kandungan bisa dihadang masalah. Kehadiran janin sendiri di tubuh ibu merupakan benda asing, apalagi jika Rh janin tak sama dengan Rh ibu. Secara alamiah tubuh bereaksi dengan merangsang sel darah merah (eristrosit) membentuk daya tahan atau antibodi berupa zat anti Rh untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan 'benda asing' tersebut. Inilah yang menimbulkan ancaman pada janin yang dikandung.
Zat anti-Rh yang beredar dalam darah ibu akan melintasi plasenta dan menyerang sel darah merah janin yang disebut red cellalloimunization (RCA). Setelah masuk ke dalam peredaran darah janin, zat tersebut akan 'membungkus' sel-sel darah merah janin. Sel-sel yang terbungkus (coated cells) akan pecah (hemolisis) di dalam organ limpa janin. Salah satu hasil hemolisis ini adalah pigmen kuning yang disebut bilirubin. Pigmen ini bersifat racun bila tertimbun di dalam tubuh, dan akan membuat bayi berwarna kuning saat dilahirkan.
Selain itu, banyaknya sel darah merah bayi yang rusak dapat membuat bayi mengalami anemia. Semakin banyak zat anti-Rh masuk ke dalam tubuh janin, semakin parahlah kondisi janin. Proses RCA ini, lanjut Judi, juga dapat mengakibatkan keguguran dan hamil di luar kandungan (kehamilan ektopik). Karena itu, "Mintalah dokter kandungan untuk melakukan tes Rh selama kehamilan. Agar ibu cepat mengetahui apakah darahnya mengandung Rh negatif atau tidak," saran Judi.
Tes Rh juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ibu telah memiliki zat anti-Rh sebelumnya. Bila memang ada zat anti-Rh dalam tubuh ibu hamil, sebaiknya dilakukan pemeriksaan jenis darah janin melalui pengambilan cairan ketuban (amniosentesis). Dapat juga melalui pengambilan cairan dari tulang belakang Chorionic Villi Sampling (CVS), dan pengambilan contoh darah dari tali pusat janin (kordosentesis)
Waspada di Kehamilan Selanjutnya
Sebenarnya, perbedaan Rh ibu dan janin, jelas Judi, tak terlalu berbahaya pada kehamilan pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat anti-Rh pada kehamilan pertama sangat kecil. Kalaupun sampai terbentuk, jumlahnya tidak banyak. Sehingga, bayi pertama dapat lahir sehat.
Pembentukan zat anti Rh baru benar-benar dimulai pada saat proses persalinan (atau keguguran) pada kehamilan pertama. Saat plasenta lepas, pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan dinding rahim dengan plasenta juga putus. Akibatnya, sel-sel darah merah bayi dapat masuk ke dalam peredaran darah ibu dalam jumlah yang lebih besar. Peristiwa ini disebut //transfusi feto-maternal//. Selanjutnya, 48-72 jam setelah persalinan atau keguguran, tubuh ibu dirangsang lagi untuk memproduksi zat anti-Rh lebih banyak lagi. Demikian seterusnya.
Saat ibu mengandung lagi bayi kedua dan selanjutnya, barulah zat anti-Rh di tubuh ibu akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah janin. "Sementara itu buat ibu perbedaan rhesus ibu dan janin sama sekali tidak mengganggu dan mempengaruhi kesehatan ibu," terang dokter rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta ini.
Menangani Ketakcocokan Rhesus
Untuk mencegah penyakit rhesus, Judi menyarankan setiap pasangan untuk selalu melakukan konsultasi pranikah. Pemeriksaan kesehatan sangat penting dilakukan sebelum menikah. Sebab, banyak penyakit yang diturunkan karena faktor genetik. Bila setelah menikah, pasangan suami istri masih belum mengetahui jenis Rh maupun golongan darah (A-B atau O), Judi mengingatkan agar segera memeriksakan diri ke Palang Merah Indonesia (PMI). Lembaga ini memang biasa memeriksa golongan darah maupun turunannya (Rh).
Saat ini, calon ibu yang memiliki Rh negatif tak perlu khawatir lagi, meski bersuami seorang Rh positif. Dokter bisa memberikan tindakan pencegahan. Saat ini ada obat untuk mencegah terbentuknya zat anti-Rh. Obat itu bernama anti-Rho gamma globulin (RhoGAM), atau anti-D Immunoglobin, atau Rh Immunoglobulin.
RhoGAM yang berupa suntikan ini diberikan ketika usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Umumnya penyuntikan RhoGAM diberikan saat usia kehamilan 28 minggu dan juga setelah persalinan. Bila Rh negatif pada ibu, atau ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin baru diketahui usai persalinan, suntikan RhoGAM untuk ibu sebaiknya diberikan dalam waktu 72 jam setelah persalinan. Proses terbentuknya zat anti dalam tubuh ibu sendiri sangat cepat sehingga akan lebih baik lagi jika setelah 48 jam melahirkan langsung diberi suntikan RhoGAM agar manfaatnya lebih terasa. Sayangnya, perlindungan RhoGAM hanya berlangsung 12 minggu. Setelah lewat batas waktu, suntikan harus diulang setiap kehamilan berikutnya.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan kordosentesis terhadap janin atau pengambilan darah dan tranfusi darah melalui tali pusat, dengan bimbingan ultrasonografi. Ini antara lain dilakukan untuk menambah darah janin. Saat ini kira-kira 80% janin yang menderita kelainan akibat ketidakcocokan Rh, sudah dapat diselamatkan dengan transfusi tersebut. (cbn)
Home » artikel kehamilan » Bila Rhesus Ibu dan Bayi Tidak Sama