Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron dari endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang menimbulkan ovulasi disebabkan interaksi kompleks antara berbagai organ sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 1. Disfungsi pada tingkat manapun dapat mengganggu ovulasi dan siklus menstruasi.
Gambar 1. Jalur aksi hormon untuk fungsi menstruasi yang normal
HIPOTALAMUS
PITUITARI ANTERIOR
GnRH
FSH/LH
Fase Proliferatif Fase Sekretorik
PATOLOGI DUB
Patologi DUB bervariasi. Gambaran penting salah satu kelompok DUB adalah gangguan aksis hipotalamus – pituitari – ovarium sehingga menimbulkan siklus anovulatorik. Kurangnya progesteron meningkatkan stimulasi esterogen terhadap endometrium. Endometrium yang tebal berlebihan tanpa pengaruh progestogen, tidak stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara umum, semakin lama anovulasi maka semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah bentuk DUB yang paling sering ditemukan pada gadis remaja.
Korpus luteum defektif yang terjadi setelah ovulasi dapat menimbulkan DUB ovulatori. Hal ini menyebabkan stabilisasi endometrium yang tidak adekuat, yang kemudian lepas secara irreguler. Pelepasan yang irreguler ini terjadi jika terdapat korpus luteum persisten dimana dukungan progestogenik tidak menurun setelah 14 hari sebagaimana normalnya, tetapi terus berlanjut diluar periode tersebut. Ini disebut DUB ovulatori.
ANOVULASI KRONIK
Anovulasi kronik adalah penyebab DUB yang paling sering. Keadaan anovulasi kronik akibat stimulasi esterogen terhadap endometrium terus menerus yang menimbulkna pelepasan irreguler dan perdarahan. Anovulasi sering terjadi pada gadis perimenarche. Stimulasi esterogen yang lama dapat menimbulkan pertumbuhan endometrium yang melebihi suplai darahnya dan terjadi perkembangan kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium yang tidak sinkron. Setiap kegagalan produksi progesteron juga dapat mempengaruhi kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium. Kegagalan produksi progesteron disebabkan berbagai etiologi endokrin seperti penyakit thiroid, hiperprolaktinemia, dan tumor ovarium yang menghasilkan hormon, penyakit Cushing, dan yang paling penting adalah sindroma ovarium polikistik atau sindroma Stein – Leventhal.
OVULASI ABNORMAL
Ovulasi abnormal ( DUB ovulatori ) terjadi pada 15 – 20 % pasien DUB dan mereka memiliki endometrium sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi setidaknya intermitten jika tidak reguler. Pasien ovulatori dengan perdarahan abnormal lebih sering memiliki patologi organik yang mendasari, dengan demikian mereka bukan pasien DUB sejati menurut definisi tersebut. Secara umum, DUB ovulatori sulit untuk diobati secara medis. Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus.
TATA LAKSANA
Ahli ginekologi harus mengikuti evaluasi bertahap untuk menyingkirkan semua penyebab perdarahan abnormal. Langkah pertama adalah untuk menentukan bahwa frekuensi dan / atau kehilangan darah berlebihan, kemudian diperlukan evaluasi selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah menentukan apakah perdarahan bersifat ovulatori atau anovulatori.
DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan siklik ( reguler ) didahului oleh tanda premenstruasi ( mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Diagnosis DUB setelah eksklusi penyakit organik traktus genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk menyingkirkan penyakit traktus genitalia.
Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1 persen. Jadi, pengambilan sampel endometrium penting dilakukan.
INVESTIGASI
- Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
- Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( <>
- Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.
PENGOBATAN
Wanita membutuhkan pengobatan yang cepat, aman dan efektif untuk masalah menstruasinya.
Tabel 2. Strategi penatalaksanaan pada DUB
Usia (tahun) | Dilatasi dan Kuretase atau histeroskopi | Konservatif (hormon, anti prostaglandin, atau anti fibrinolitik) | Histerektomi |
Di bawah 20 | Jarang, hanya jika perdarahan berat atau tidak responsif | Selalu, jika perdarahan berulang atau berat | Tidak pernah |
20-39 (masih ingin punya anak) | Selalu, tetapi dapat dihindari jika perdarahan teratur dan biopsi serta pemeriksaan normal | Upaya pertama setelah dilatasi dan kuretase atau histeroskopi | Jarang, hanya jika pengobatan konservatif gagal |
40 dan lebih (tidak ingin punya anak) | Wajib pada seluruh kasus tanpa penundaan | Temporer dan jika menolak histerektomi, menopause iminen | Upaya pertama jika perdarahan berulang |
UKURAN UMUM
- Kalender menstruasi selama 3 bulan.
- Terapi zat besi dan transfusi darah mungkin diperlukan
- Pengobatan penyakit sekunder jika ada.
UKURAN SPESIFIK
- Tata laksana bedah
Kuretase pada dasarnya adalah prosedur investigasi, MBL dikurangi hanya pada periode pertama, tetapi tidak pada periode setelahnya.
- Tehnik ablasi endometrium.
Ablasi atau destruksi endometrium dilakukan untuk pengobatan perdarahan kronik abnormal yang tidak berespon terhadap obat – obatan. Hasil teknik ini baik dan semakin banyak digunakan, tetapi sebagian besar teknik ini tidak tersedia di
- Ablasi laser
- Reseksi endometrium
- Koagulasi dengan metode rollerball lainnya, metode gelombang mikro dan ultrasonografi, dll
- Histerektomi
Histerektomi memberikan penyembuhan komplit pada DUB berulang. Tapi ini merupakan pilihan terakhir pada wanita muda.
a. Jika hiperplasia atipik menetap ( pada dilatasi dan kuretase ), protokol progestin dosis sangat tinggi ( MPA , 30 mg, setiap hari selama 3 bulan ) dapat dicobakan tetapi histerektomi harus dipertimbangkan.
b. DUB berulang yang tidak responsif, biasanya pada usia diatas 40 dan tidak ingin menambah keturunan, ditatalaksana dengan histerektomi.
b. Pengobatan Medis
Terapi obat – obatan sangat efektif pada sebahagian wanita, meskipun responnya cenderung bervariasi.
Obat yang biasanya digunakan pada pengobatan DUB adalah :
- Progestogen, seperti noretisteron
- Pil OC kombinasi.
- Obat AINS seperti asam mefenamat.
- Esterogen
- Anti gonadotropin seperti danazol
- Anti fibrinolitik seperti asam traneksamat
- Analog GnRH
- Etamsilat
- Anti anemia
Tabel 3. Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional pada remaja.
Ringan (Hemodinamik stabil, perdarahan ringan hingga sedang, hemoglobin >12 g/dl)
|
Sedang (Hemodinamik stabil, perdarahan sedang hingga berat, hemoglobin 10-12 g/dl)
|
Berat (Hemodinamik stabil, perdarahan berat, hemoglobin <10>
|
Mengancam nyawa (Hemodinamik tidak stabil, perdarahan berat, hemoglobin <>
|
Tabel 4. Penatalaksanaan DUB berdasarkan histologi endometrium pada separoh akhir siklus.
Histologi Endometrium | Pengobatan |
Endometrium tidak ada/sedikit | Darurat: Premarin 25 mg IV Akut : Estrogen saja 21 hari kemudian OC Kronik : OC dengan estrogen dominan |
Endometrium proliferatif/hiperplastik | Akut : Progestogen dosis tinggi Kronik : Progestogen (hari 15-25) atau (hari 5-20) |
| Akut : Antifibrinolitik Kronik : OC dosis rendah dan/atau OAINS |
Ket : IV = intravena, OC =kontrasepsi oral, PG = prostaglandin
1. PROGESTOGEN
Obat ini telah tersedia selama 25 tahun. Pengobatan medis pertama kali adalah progesteron, mulanya dijelaskan oleh Albright tahun 1938. Pemberian agen progestasional secara bulanan digunakan untuk mengatur pelepasan endometrium dan melindungi dari timbulnya kanker endometrium. Kebanyakan wanita dengan siklus mensturasi normal terkadang mengalami siklus anovulatori yang menimbulkan DUB. Mereka dapat diobati dengan pemberian progesteron 1 kir tunggal , misalnya 10 mg medroksi progesteron asetat selama 5 hingga 10 hari.
Histologi endometrium pada separuh akhir siklus membantu pengobatan hormonal yang sesuai dan efektif. Karena kebanyakan pasien dengan DUB memiliki penyebab yang mendasari anovulasi kronik dimana esterogen mestimulasi endometrium, pengobatan medis dengan senyawa progestasional merupakan terapi utama. Stimulasi progestin yang adekuat akan menurunkan sintesis DNA dan proliferasi sel, menurunkan reseptor esterogen, dan meningkatkan konversi estradiol menjadi estron sulfat yang kurang poten. Efek ini akan menginduksi pematangan endometrium, penyembuhan luka superfisial, peningkatan matriks stroma, dan stabilitas struktural, dan berhentinya perdarahan.
Kegagalan mengalami perdarahan withdrawal dapat menunjukkan kehamilan, berkembangnya keadaan hipoestrogenik, atau yang jarang, induksi ovulasi akibat stimulasi progestin pada pasien yang estrogennya tinggi. Whitehead merekomendasikan pemberian progestin selama 12 hari setiap bulan untuk menandingi efek proliferatif estrogen. Selain itu dapat diberikan medroksi progesteron asetat 10 mg atau noretindron 5 mg perhari. Lebih mudah memulai setiap kir baru pada hari pertama setiap bulan ; perdarahan withdrawal reguler diharapkan dimulai pada 2 hari terakhir pemberian progesteron atau dalam beberapa hari dari dosis terakhir.
Tabel 5. Pengobatan progestasional pada DUB.
Pengobatan | Akut | Kronik |
Rute intramuskuler
Sediaan Oral
| 100-200 mg 150 mg 20-40 mg/hari 1-5 mg/hari 1-4 tab/hari | 150 mg setiap 3 bulan 10 mg/hari x 12 hari 1 mg/hari x 12 hari 1 tab/ hari |
a. Rute Oral
Terapi progesteron diberikan secara siklik pada separoh akhir ( pengobatan fase luteal dari hari ke 15 sampai 25 ) atau selama siklus menstruasi ( pengobatan seluruh siklus dari hari ke 5 hingga hari ke 25 ).
b. Sediaan Depot Noretisteron dan Medroksiprogesteron Asetat
Jika digunakan cukup lama, obat ini menginduksi amenore, tetapi sayangnya selama bulan – bulan pertama, perdarahan cenderung tidak dapat diramalkan dan cenderung terjadi perdarahan berat. Ini merupakan alasan penghentian pengobatan dan efek samping sistemik merupakan suatu masalah.
c. IUD yang Melepaskan Levonorgestrel ( selama 5 tahun ) menginduksi atrofi endometrium.
Sebagaimana pada semua pil progestogen saja, perdarahan breakthrough merupakan suatu masalah. Pemberian agen progestasional secara lokal melaui IUD telah dibuktikan sangat efektif oleh Milsom dkk. Agen progestasional ini berpotensi sebagai terapi jangka panjang pada pasien dengan perdarahan kronik yang tidak responsif terhadap terapi lain.
2. FORMULA GABUNGAN ESTROGEN / PROGESTERON
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan.
Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarah banyak selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara bertahap. Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan.
Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah kehamilan.
Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma Asherman ) jika endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang tidak obes, tidak merokok, dan tidak hipertensi.
3. OBAT ANTIINFLAMASI NON STEROID ( ANTI PROSTAGLANDIN ), MISALNYA ASAM MEFENAMAT
Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.
4. ESTROGEN SAJA
Terapi estrogen jarang digunakan untuk pengobatan DUB. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ).
Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Progestin saja atau estrogen konyugasi oral dikombinasi dengan progestin setelah itu dapat digunakan untuk menginduksi perdarahan withdrawal yang teratur.
5. ANTIGONADOTROPIN, MISALNYA DANAZOL
Obat ini menimbulkan atrofi endometrium dan menurunkan sekresi gonadotropin pituitari. Harus diberikan secara kontinyu ( pemberian siklik tidak efektif ). Sekitar 200 mg setiap hari secara kontinyu selama 3 bulan diberikan pada pasien. Sebaiknya digunakan sebagai agen lini ke 3 jika jenis terapi lain merupakan kontraindikasi.
6. ANTI FIBRINOLITIK, MISALNYA ASAM TRANEKSAMAT
Obat ini diberikan saat menstruasi dan efektif pada kebanyakan jenis DUB. Sebaiknya digunakan sebagai agen lini kedua, baik secara tersendiri atau kombinasi.
7. AGONIS GnRH
Obat ini menimbulkan amenore. Derivat agonis GnRH kerja panjang menurunkan sintesis FSH dan LH oleh pituitari dan menginduksi ' kastrasi medik '. Penghentian stimulasi steroid endogen akan menimbulkan atrofi endometrium. Setidaknya diperlukan waktu 2 hingga 4 minggu untuk supresi produksi gonadotropin yang adekuat dan inhibisi steroidogenesis.
8. ETAMSILAT
Obat ini jarang digunakan.
9. ANTI ANEMIA
Zat besi diberikan pada pasien yang anemis.
KESIMPULAN